BANDAR LAMPUNG (Lampost): Bahasa dan sastra Lampung tidak berkembang. Bahkan, akan punah akibat kebijakan yang keliru pemerintah daerah dan ketidakpedulian para stakeholder, khususnya mereka yang terlibat langsung dengan keberadaan bahasa Lampung.
Demikian terungkap dalam diskusi bertajuk Melestarikan bahasa Lampung, menguatkan posisi sosial masyarakat di Kantor Bahasa Lampung, Senin (3-3).
Diskusi yang digagas Yayasan Sekolah Kebudayaan Lampung (SKL) itu sekaligus peluncuran dan pembacaan puisi dalam buku Mak Dawah Mak Dibingi karya Udo Z. Karzi yang memenangkan Hadiah Sastera Rancage tahun 2008.
Pembicara dalam diskusi Syaiful Irba Tanpaka (ketua Dewan Kesenian Lampung/DKL), Sutan Purnama (seniman), Agus Sri Danardana (kepala Kantor Bahasa Lampung), Iqbal Hilal (dosen FKIP Unila), dan M. Yaman (Dinas Pariwisata) dengan moderator Y. Wibowo (Direktur SKL).
Forum diskusi menyatakan ketidakhadiran pihak terkait seperti para penyimbang adat, Dinas Kebudayaan, dan lembaga-lembaga adat mengindikasikan ketidakpedulian mereka pada bahasa Lampung.
Demikian pula dengan kebijakan pemerintah antara lain dengan tidak menampung para lulusan sarjana bahasa Lampung untuk berkarya, dan dukungan kebiajakan lainnya. "Alumni kita belum diberdayagunakan oleh Pemda," ujar Iqbal.
Karena para alumni tak mendapat ruang untuk bekerja, akhirnya FKIP Unila menutup jurusan bahasa Lampung, dan akan membukanya jika ada komitmen jelas pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota.
Pengajaran bahasa Lampung di sekolah, katanya, juga tidak mendukung karena hanya mengajarkan aksara, bukan berbasis budaya.
Kondisi ini diperparah dengan keengganan masyarakat Lampung menggunakan bahasa Lampung dalam keseharian.
Menurut Sri Agus, bahasa tak terlepas dari kehidupan. Sebab itu, harus ada rekayasa agar orang lain mau berbahasa Lampung. Selain itu harus ada kebijakan yang mengharuskan orang berbahasa Lampung dan memopulerkan wisata Lampung dengan simbol-simbol daerah. "Kapan kita menggunakan bahasa daerah, kapan bahasa Inggris, dan kapan bahasa Indonesia harus jelas," tandas Agus.
Menurut Yaman Aziz, berbagai program daerah digelar untuk mengimplementasikan budaya Lampung. Visit Lampung Year 2008 dapat dijadikan untuk melaksanakan hal tersebut.
Menurut Syaiful, tanggung jawab budaya orang Lampung lemah, sehingga manajemen budaya tidak baik. Dia mengusulkan dilakukan kolaborasi untuk membuat kongres bahasa Lampung sehingga ada rekomendasi yang dikeluarkan dalam bentuk pelestarian bahasa daerah. "Agar bahasa Lampung menjadi tuan rumah di negeri sendiri, kita harus lakukan manajemen," kata dia.
Menurut Direktur Riset Yayasan SKL Budi Hutasuhut, pihaknya akan terus menggulirkan berbagai kegiatan menyangkut keberadaan budaya, bahasa, dan sastra Lampung karena mereka sangat peduli dengan hal tersebut.
"Kami juga mendukung berbagai upaya, termasuk pelatihan bagi para guru-guru dan masyarakat agar punya rasa memiliki kuat terhadap daerah ini," kata Budi. n HES/S-2
Sumber: Lampung Post, Selasa, 4 Maret 2008
No comments:
Post a Comment