NIKMAT juga rasanya membaca tulisan puwariku Asarpin "Bahasa dan Puisi Lampung" dalam Lampung Post Minggu 2 Maret 2008. Tetapi ada pendapatnya yang perlu saya tanggapi. Asarpin mengatakan belum ada penelitian yang mendasar dan meyakinkan bahwa Lampung punya aksara murni, lalu dia menduga aksara Lampung hasil improvisasi atau asimilasi dari aksara Batak dan Bugis. Dia juga mengatakan bahasa Lampung merupakan “bahasa hibrid” karena kosakata Lampung banyak berasal dari luar.
Penelitian ilmiah tentang bahasa dan aksara Lampung dipelopori oleh Prof. Dr. H.N. van der Tuuk melalui artikel “Een Vergelijkende Woordenlijst van Lampongsche Tongvallen” dalam jurnal ilmiah Tijdschrift Bataviaasch Genootschap (TBG), volume 17, 1869, hal. 569-575, serta artikel “Het Lampongsch en Zijne Tongvallen”, dalam TBG, volume 18, 1872, hal. 118-156, kemudian diikuti oleh penelitian Prof. Dr. C.A. van Ophuijsen melalui artikel “Lampongsche Dwerghertverhalen”, dalam jurnal Bijdragen Koninklijk Instituut (BKI), volume 46, 1896, hal. 109-142. Juga Dr. O.L. Helfrich pada tahun 1891 menerbitkan kamus Lampongsch-Hollandsche Woordenlijst. Lalu jangan dilewatkan tesis Ph.D. Dale Franklin Walker pada Universitas Cornell, Amerika Serikat, yang berjudul A Grammar of the Lampung Language (1973).
Aksara Lampung yang 19 huruf, dari ka-ga-nga sampai ra-sa-wa-ha, dibahas oleh Prof. Karel Frederik Holle, Tabel van Oud en Nieuw Indische Alphabetten (Batavia, 1882), dan meskipun selintas disinggung juga oleh Prof. Johannes Gijsbertus de Casparis, Indonesian Palaeography: A History of Writing in Indonesia (Leiden, 1975). Sudah tentu masih banyak lagi penelitian tentang bahasa dan aksara Lampung yang belum saya baca.
Semua ilmuwan di atas menyatakan kekaguman terhadap bahasa Lampung yang mempunyai aksara sendiri, dan tidak satu pun ilmuwan itu yang berpendapat bahwa aksara Lampung merupakan improvisasi atau asimilasi dari aksara-aksara lain. Memang benar bahwa aksara Lampung memiliki banyak kesamaan dengan aksara Batak, Bugis dan Sunda Kuna (yang sekarang mulai disosialisasikan kembali di Jawa Barat). Tetapi bukan berarti yang satu meniru yang lain, melainkan aksara-aksara tersebut memang bersaudara, sama-sama diturunkan dari aksara Dewanagari di India. Persis sama halnya dengan aksara Latin dan aksara Rusia yang sama-sama diturunkan dari aksara Yunani, yang pada mulanya berasal dari aksara Phoenisia. Jadi di dunia ini tidak ada aksara yang murni, sebab pembauran antarbudaya di muka bumi berlangsung sepanjang masa.
Bahwa bahasa Lampung banyak menyerap kosakata dari bahasa-bahasa lain, hal itu merupakan hal yang positif, dan Asarpin tidak usah merasa rendah diri dengan mengatakan bahasa nenek moyangnya merupakan “bahasa cangkokan (hibrid)”. Bahasa Indonesia, bahkan bahasa Inggris pun, banyak sekali menyerap kosakata dari luar. Pada abad sains dan teknologi sekarang, suatu bahasa jika mau berkembang harus mampu menyerap istilah-istilah modern dan kontemporer.
Jika Asarpin menjumpai banyak orang tua yang tidak mengenal aksara Lampung, bukanlah berarti harus meragukan Lampung tidak punya aksara sendiri, melainkan karena yang diwawancarai Asarpin adalah kelompok jelma tuha gonjor!
Irfan Anshory
Jl. Kayu Agung I No. 6
Bandung 40264
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 15 Maret 2008
No comments:
Post a Comment