BANDAR LAMPUNG (Lampost): Melestarikan bahasa Lampung tidak harus menunggu langkah pemerintah. Masyarakat harus melakukan langkah-langkan nyata untuk terus-menerus menghidupkan spirit berbahasa Lampung dan mengajak orang ikut berbahasa Lampung.
Hal tersebut mengemuka dalam focus group discussion (FGD) Pengembangan Bahasa-Sastra Lampung yang diselenggarakan Lampung Post dan Kantor Bahasa Provinsi Lampung di Kantor Bahasa, Jumat (27-2). Diskusi tersebut diselenggarakan untuk memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional yang jatuh pada 21 Februari. Diskusi yang berlangsung selama satu setengah jam tersebut dihadiri para jurnalis, dosen, sastrawan, penyair, dan penggiat budaya Lampung.
"Jangan hanya menunggu pemerintah dalam melestarikan bahasa Lampung. Lakukan apa yang bisa kita lakukan," kata Pemimpin Redaksi Lampung Post Djadjat Sudradjat.
Dia mengatakan ada tiga faktor utama untuk melestarikan bahasa Lampung; penutur bahasa, regulasi pemerintah, dan dunia usaha. Orang Lampung sebagai penutur bahasa masih enggan membumikan bahasa Lampung. Peran pemerintah mempunyai adalah membuat peraturan yang menjamin kelestarian bahasa Lampung.
Menurut Djadjat, promosi bahasa Lampung dapat dilakukan melalui dunia usaha. Kini, unsur-unsur lokal sangat diminati. Indonesia pun memilih untuk mengembangkan ekonomi kreatif yang berbasis pada usaha kecil menengah, seperti kerajinan dan musik. "Lokalitas menjadi hal yang penting dan digemari di dunia modern."
Bersatu
Djadjat juga mengingatkan orang Lampung Saibatin dan Pepadun, serta bahasa Lampung dialek a (api) dan dialek o (nyow), untuk bersatu. Hingga kini, Lampung Saibatin dan Pepadun belum mau beriringan untuk memajukan budaya Lampung.
Saibatin-Pepadun masih terjebak pada egoisme masing-masing. Orang Lampung hendaknya bisa belajar dari suku Jawa yang bisa sepakat dan bersatu pada akar budaya yang telah disepakati.
Senada dengan Djadjat, Ketua AJI Bandar Lampung Juwendra Asdiansyah juga mengingatkan Lampung Saibatin dan Pepadun untuk bersatu dan menyelesaikan masah internal yang selama ini ada. Saibatin dan Pepedun masih menonjolkan egosime masing-masing. Hal itulah yang menyebabkan Lampung sulit mengembangkan budayanya. Antara Saibatin dan Pepadun tidak saling mendukung.
"Saat pemerintah akan membuatkan patung pengantin Saibatin di Bandar Lampung, kelompok Pepadun memprotes. Ini membuktikan egoisme Saibatin dan Pepadun masih sangat nampak," kata Juwendra.
Menurut Juwendra, ada dua hal yang menyebakan bahasa Lampung makin terkucilkan. Pertama, orang Lampung belum mampu mengajak orang luar untuk mau dan bisa berbahasa Lampung. Kedua, penutur bahasa lampung makin berkurang karena ada rasa enggan untuk menggunakan bahasa Lampung. Harus ada upaya nyata untuk melestariakn bahasa Lampung.
Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung Agus Sri Danardana mengatakan, harus ada upaya yang lebih sistematis untuk mengembangkan bahasa Lampung. Misalnya, menetapkan ejaan yang baku yang dengan itu semua pihak lebih mudah mempelajari bahasa Lampung. "Harus ada prioritas dalam penhajaran bahasa Lampung. Saya pikir lebih baik bahasanya diprioritaskan, sedangkan aksara lebih dikhususkan buat mereka yang benar-benar sudah menguasi bahasa Lampung," ujarnya.
Penyair Panji Utama mengatakan untuk melestarikan bahasa Lampung harus ada aturan yang memuat sanksi yang tegas. Kini sudah ada perda yang mengatur tentang pelestarian budaya Lampung. Namun, dalam perda itu belum memuat sanksi yang tegas.
Agar perda tersebut bisa berjalan dengan baik, maka harus memuat sanksi. Dengan demikian, orang mau berbahasa Lampung. Memasyarakatkan bahasa Lampung dengan mekanisme yang sedikit memaksa.
Koordinator Bidang Bahasa dan Budaya Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) Farida Aryani mengatakan sudah ada ruang untuk pelestarian budaya dan bahasa Lampung. Kini sudah ada Kantor Bahasa dan sudah ada Jurusan Bahasa Lampung di Unila. n MG2/K-2
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 28 Februari 2009
No comments:
Post a Comment