PERJALANAN jauh dengan kendaraan bermotor identik dengan lelah dan pemandangan yang menjemukan. Namun, Anda akan menemukan nuansa lain jika melakukan trip dari Martapura, OKU Timur menuju Belitang dan seterusnya. Sejauh lebih 50 kilometer, Anda akan ditemani air irigasi yang menyegarkan.
Adalah Sungai Komering, sungai terbesar kedua di wilayah Sumatera Selatan yang berhulu di daerah Ranau, OKU Selatan. Sungai itu terus menggelontorkan miliaran meter kubik air yang dikumpulkan dari sungai-sungai kecil yang bermuara di kali itu, juga dari akar pepohonan yang masih lestari.
Di bagian hilir, yakni di sekitar Kabupaten OKU Timur, wilayah yang berbatasan dengan Provinsi Lampung, air sungai sudah sangat besar. Apalagi saat musim hujan tiba.
Adalah "mata" Belanda, yang membuka pintu-pintu rahmat bagi bangsa ini yang kemudian menciptakan koloni sebagai transmigran di daerah Belitang, Sumatera Selatan. Londo penjajah itu membangun bendungan komering (BK) di sungai itu (saat ini berlokasi di BK 0) pada masa penjajahan.
Bersamaan dengan itu, para pekerja kasar yang didatangkan dari Jawa dipekerjakan untuk membangun saluran irigasi ke arah Belitang. Itu menjadi cikal bakal kisah kejayaan Belitang sebagai daerah lumbung padi Sumatera Selatan, bahkan Indonesia, dan menjadi daerah yang berkembang.
Zaman berubah. Masa kemerdekaan, daerah itu terus maju dengan pertaniannya. Dan pada masa Orde Baru, pemerintah melihat potensi yang lebih besar pada kali Komering itu. Maka, sejak 1989, satu bendungan besar dibangun sekitar 10 kilometer di atas bendungan lama yang dibangun Belanda. Bendungan Perjaya namanya.
Bendungan itu diresmikan pada 1991. Saat itu, bendungan yang didirikan tak jauh dari permukiman warga pribumi itu menjadi bendungan terbesar di Sumatera. Tak heran, proyek besar itu berfungsi ganda. Selain untuk pengairan sawah, juga menjadi tempat rekreasi bagi warga sekitar, bahkan dari luar daerah.
Kini, bendungan itu kokoh berdiri membentang sepanjang sekitar 100 meter memotong Kali Komering. Di atas pintu-pintu air yang dikendalikan dengan sistem hidrolik dan bangunannya dibuat dengan seperti pos-pos pengawasan itu, membentang jembatan yang dapat dilalui dua kendaraan roda empat bersimpangan.
Dari atas jembatan ini, gilar air Komering di waduk menjadi pemandangan seperti danau tak akan kering. Sedangkan di bawahnya, setara dengan seberapa besar pintu dibuka, sederas itulah gerojok air membentur permukaan sungai di di hilir yang bertumpuk batu-batu besar.
Pemandangan seperti itu adalah daya tarik. Tak heran jika sore menjelang, muda-mudi menikmati indahnya alam dan merasakan dinamisnya air menerjuni wahana. Beberapa sudut bendungan juga menjadi tempat bersantai dan bercengkerama.
Dari atas bendungan itu, para pemancing mengadu gapah "menipu" ikan jelabat yang sedang bermain di bawah air dengan umpan berduri. Juga warga yang menebar jalan untuk menjebak ikan-ikan seluang yang sedang bercanda ria dengan debur air. Ditambah lagi ibu-ibu muda yang menjajakan ikan hasil tangkapan para pemancing dan penjala kepada pelintas.
Jika musim buah durian dan duku, bendungan ini adalah lokasi transaksi yang ramai. Untuk diketahui, duku yang dikenal di seantero tempat sebagai duku palembang atau duku komering, yang dikenal sangat manis dan berbiji tipis, berasal dari daerah tak jauh dari sini. Yakni, daerah Rasuan. Demikian juga durian yang dikenal legit, berasal dari Rasuan.
Bangunan Bendungan Perjaya sudah cukup memukau dengan pintu-pintu pembagi air yang sedemikian rupa. Lebih dari itu, saluran irigasi yang dibangun membuntut ke bawah juga memberi suasana amat berbeda. Di atas tanggul irigasi itu, dibangun jalan hotmix mulus selebar dua kendaraan roda empat bisa berpapasan dengan mudah.
Panjang jalan yang langsung bersentuhan dengan saluran air ini lebih dari 13 kilometer. Jika saja ada speed boat yang beroperasi di air irigasi itu, boleh jadi ada adu balap dengan mobil di atasnya. Sayangnya, transportasi air itu tidak bisa sejauh jalan daratnya. Sebab, setiap beberapa kilometer, ada jembatan atau pintu air untuk membagi ke saluran sekunder.
Jika Anda melanjutkan perjalanan ke arah Kayuagung atau menuju jalan lintas timur, mulai dari Bendungan Perjaya hingga sejauh 50 kilometer akan didampingi irigasi ini di sisi kiri. Setiap beberapa kilometer, terdapat pintu pembagi air yang dikenal dengan sebutan BK. Ada beberapa versi tentang singkatan dari BK ini. Yakni, Bendungan Komering dan Bangunan Komering. Jumlahnya ada 35 BK, hingga hilir di Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Irigasi Komering ini adalah pintu berkah bagi warga Belitang dan sekitarnya. Bahkan, pengembangan Bendungan Perjaya kini telah mengalirkan airnya ke wilayah Lampung. Yakni, di Kecamatan Bahuga, Way Kanan, dan sekitarnya. Pembangunan perluasan jangkauan ini dibiayai Japan Bank for International Cooperation (JBIC) senilai Rp1,5 triliun.
Secara keseluruhan, Bendungan Perjaya ini mengaliri sekitar 21 ribu hektare sawah. Daerah yang semula hanya panen sekali setahun, dengan irigasi ini bisa panen minmal dua kali, bahkan tiga kali. Dengan air irigasi ini, produktivitas pertanian, terutama padi juga tinggi. Belitang dicatat oleh Deptan dapat menghasilkan 314 ribu ton beras per tahun.
Limpahan air yang mengalir di wilayah ini sangat luar biasa. Sayangnya, belum ada event-event olah raga atau atraksi budaya daerah setempat yang memanfaatkan keunggulan ini. Memang, pada setiap bendungan dan saluran irigasi, selalu tertancap tulisan peringatan agar tidak melakukan aktivitas seperti berenang dan lainnya. Meskipun, warga sekitar saluran menggunakan air irigasi untuk berbagai keperluan. n SUDARMONO
Sumber: Lampung Post, Minggu, 22 Maret 2009
No comments:
Post a Comment