Bandar Lampung, Kompas- Sutradara dan penulis lakon teater perempuan di Indonesia terbilang sangat sedikit. Akan tetapi, kegelisahan untuk menambah jumlah dan meregenerasi sutradara dan penulis lakon lebih banyak muncul dari kalangan pelaku teater sendiri. Sementara itu, peran pemerintah untuk menumbuhkembangkan perteateran sama sekali tak ada.
Imas Sobariah, Kepala Bidang Operasional Program Kala Sumatera, Gelar Karya Teater Panggung Perempuan Se-Sumatera, Selasa (28/4), mengatakan, dalam aktivitas teater, pelaku perempuan cenderung lebih banyak mendapat peran kecil, bukan peran besar atau peran kunci seperti sutradara atau penulis lakon.
Hal tersebut menjadikan jumlah sutradara dan penulis lakon teater di Indonesia amat minim. Kondisi ini memprihatinkan karena pelaku teater perempuan di Indonesia juga memiliki kemampuan dan keahlian yang sama dengan sutradara ataupun penulis lakon teater laki-laki.
Kegelisahan tersebut memunculkan ide bagi para pelaku teater Lampung, khususnya Teater Satu, untuk memelopori penggalian potensi pelaku teater perempuan Indonesia, khususnya Sumatera. Kegiatan penggalian terangkum dalam program Kala Sumatera.
Iswadi Pratama, pemimpin umum Teater Satu Lampung sekaligus pemateri pada program Kala Sumatera, mengatakan, penggalian potensi pelaku teater perempuan di Sumatera dilakukan melalui diskusi dan pelatihan penyutradaraan dan manajemen pertunjukan pada November 2008. Kegiatan tersebut kemudian diikuti dengan lokakarya penulisan naskah dan penyutradaraan pada Januari 2009.
”Pada April 2009 ini kita menikmati pertunjukan yang digarap para pelaku teater perempuan se-Sumatera,” ujar Iswadi.
Ags Aryadipayana, pengamat teater Indonesia yang turut mencermati gelar karya teater panggung perempuan se-Sumatera, 25-28 April 2009, mengatakan, potensi pelaku teater perempuan di Sumatera sangat luar biasa. Sebagian besar sutradara dan penulis lakon hasil pelatihan sudah bisa menangkap aspek dan teknis pemanggungan.
”Mereka bisa menghadirkan detail dan sisi artistik sebuah pertunjukan,” ujar Ags Aryadipayana.
Menurut Ags Aryadipayana, kalaupun ada pertunjukan yang kurang mengalir, itu lebih karena faktor manajemen pertunjukan dari sutradara.
Dia memandang, cara-cara penggalian potensi semacam itu sangat menunjang munculnya sutradara dan penulis naskah perempuan baru di Indonesia. Ia berpandangan, model demikian merupakan model yang bagus untuk menambah jumlah dan meregenerasi pelaku teater perempuan, khususnya sutradara dan penulis lakon.
Namun, yang sangat disayangkan, untuk program semacam itu, pemerintah sama sekali tidak terlibat. Pemerintah seharusnya bisa terlibat melalui kegiatan pelatihan. Melalui program-programnya, pemerintah bisa mendatangkan sutradara atau penulis untuk membagi ilmu. (hln)
Sumber: Kompas, Rabu, 29 April 2009
No comments:
Post a Comment