Oleh Y. Wibowo
TAHUN 2009 ini, Pemerintah Provinsi Lampung mencanangkan tema Visit Lampung Years. Gebrakan dan upaya positioning Lampung sebagai daerah tujuan pariwisata layak diacungi dua ibu jari. Perlu didukung dengan semangat proaktif masyarakat luas, perlu disokong pendanaan yang memadai guna menyambut "tamu" domestik dan wisatawan asing.
Sejatinya, konsep Visit Lampung Years 2009 merupakan upaya mematenkan Lampung sebagai daerah tujuan wisata, menjadi daerah yang tidak saja dilirik, tapi juga harus "dijamah". Pertanyaannya kemudian, positioning Lampung sebagai daerah pariwisata macam apa yang dimaksud dalam Visit Lampung Years 2009?
Apakah embel-embel daerah tujuan wisata selanjutnya diartikan sebagai objek wisata yang mengedepankan berbagai produk atraksi kesenian tradisional yang dipadatkan penyajiannya sebagai unggulan daya tarik wisata? Atau para pelaku pariwisata diwajibkan menggenakan busana tradisional Lampung yang terdiri dari kain tapis dan pakai mahkota siger?
Lampung sampai hari ini masih belum "tergarap" baik itu peninggalan bangunan heritage-nya, kesenian tradisi-nya, olahan culinary atau adat istiadat yang adiluhung dengan nilai-nilai kultur sebagai mahakarya nenek moyang. Sedangkan sebagai daerah wisata prasyarat dasarnya juga belum tergarap; mentalitas masyarakat yang berbudaya dan bermartabat sehingga tamu merasa kerasan dan kangen karena keramah-tamahannya.
Untuk menjadi berbudaya dan bermartabat, Lampung mesti hadir sebagai "masyarakat yang terdidik" dan teruji dalam dimensi ruang dan waktu yang berhasil menghantarkan masyarakat didiknya menjadi masyarakat intelektual tulen yang religius, humanis, berbudaya, dan bermartabat.
Lalu bagaimana dengan kondisi penyajian objek wisata itu sendiri? Kumuh, kotor penuh coretan graffiti liar, ala kadarnya, bersih, unik, menarik, menawan? Bagaimana pula dengan pola pelayanan dan citra kenyamanan yang didedikasikan kepada para wisatawan?
Sudah siapkah Pemprov Lampung menyediakan sarana prasarana, SDM, dan lingkungan yang menunjang keberadaan objek wisata tersebut?
Terlepas dari berbagai pertanyaan di atas, seyogianya sebelum mencanangkan kembali Lampung sebagai daerah pariwisata, lebih dahulu perlu mempersiapkan berbagai objek wisata di seantero Lampung lengkap dengan sarana prasarana yang memadai, nyaman, aman, ngangeni, dan khas Lampung.
Langkah yang dilakukan: Membuat zonasi atas objek wisata yang ada di Lampung. Zona satu, terdiri dari: Wisata pendidikan dan konferensi, wisata culinary sajian beragam jenis makanan khas Lampung dan sekitarnya. Wisata belanja kerajinan di sepanjang kawasan jalan-jalan perkampungan budaya.
Wisata heritage yang terdiri dari bangunan peninggalan nenek-moyang seperti Kepaksian Buay Pernong, bangunan arsitek kolonial yang ada dan mengandung "story" yang masih berdiri megah hingga sekarang, seperti beberapa benteng Jepang di Kalianda, arsitektur Masjid Agung yang unik dan indah. Selain itu juga bangunan yang sengaja dijadikan ikon Lampung; menara siger, dengan ditunjang sarana dan prasarananya hingga memadai.
Serta wisata seni rupa, seni pertunjukan tradisional dan kontempoter dilengkapi museum, galeri, ruang pamer, gedung pertunjukan dengan dukungan kreativitas seniman yang berjibun jumlahnya.
Zona dua, wisata sejarah, dan wisata religius. Semuanya itu bisa didapatkan di daerah Lampung Timur: Pugung Raharjo dan sekitarnya dengan berbagai bangunan kuno dan makam leluhur peninggalan kerajaan. Kalianda, dengan bangunan peninggalan Radin Intan, Liwa yang menyimpan riwayat agung Paksi Phak juga alamnya nan molek sehingga menunjang wisata Bumi Kedaton dan Lembah Hijau dengan atraksi wisata dan koleksi berbagai binatang dan tumbuhan langka.
Konsep zonasi objek wisata ini akan menjadi pedoman dalam mempromosikan objek wisata kepada masyarakat luas lewat berbagai media komunikasi visual dan memudahkan pelaku pariwisata untuk mengagendakan berbagai atraksi unggulan di setiap zonasi objek wisata daerah Lampung. Dengan demikian, para wisatawan akan tersebar ke berbagai objek wisata sesuai dengan minat masing-masing tanpa harus menumpuk dan terkonsetrasi di kawasan Kota Bandar Lampung yang dari hari ke hari wajahnya pun mulai cemberut.
Zonasi objek wisata semacam itu menjadi penting bagi wisatawan yang akan mengunjungi Lampung. Dengan zonasi objek wisata seperti itu lebih memudahkan wisatawan mengunjungi objek wisata di Lampung sesampainya mereka turun dari kereta api, pesawat terbang, bus pariwisata atau kendaraan pribadi.
Mereka tidak akan kebingungan karena memiliki panduan dalam bentuk buku objek wisata Lampung atau denah lokasi, sistem pertandaan yang dengan cermat dan unik akan memandu wisatawan menuju objek wisata yang diinginkan.
Identitas Visual Kota
Setelah zonasi objek wisata ditentukan, sekarang gilirannya memanjakan para pelancong dengan menyuguhkan identitas visual yang representatif sebagai pengeling-eling pernah mengunjungi objek pariwisata Lampung.
Dalam konteks ini, sejatinya para pelancong sangat memerlukan media informasi yang menggunakan simbol-simbol desain grafis dalam menggambarkan posisi suatu tempat, arah menuju ke objek wisata, petunjuk atau instruksi tentang suatu agenda acara. Para wisatawan itu memerlukan misalnya: Peta lokasi keberadaan potensi kultural Lampung lengkap dengan sign system yang unik dan artistik agar mampu menuntun mereka menuju lokasi yang diinginkan. Serta memberikan pemahaman yang komprehensif terkait dengan objek wisata tersebut.
Melihat kebutuhan identitas visual dan infografis lingkungan semacam itu, sudah selayaknya Pemprov Lampung memelopori pembuatan identitas visual, sistem pertandaan yang terintegrasi antarlokasi wisata yang ada di seantero Lampung. Sebab, dengan adanya identitas visual dan sistem pertandaan yang dirancang secara terpadu akan meningkatkan citra Lampung sebagai sebuah daerah yang memiliki keunikan objek pariwisata berbasis budaya.
Desain sistem pertandaan yang dibutuhkan untuk mewujudkan identitas visual kawasan wisata kota dan daerah Lampung adalah desain grafis lingkungan dan infografis berwujud tanda-tanda komunikasi visual yang komunikatif.
Setiap unsur tersebut, baik teks verbal ataupun citra visual dihubungkan sedemikian rupa dengan memanfaatkan konsep gestalt (sosok, latar, bentuk positif dan negatif) yang dikemas secara dekoratif dengan ramuan komposisi, ritme dan kontras yang senantiasa terjaga keseimbangannya.
Kesadaran Pelaku Pariwisata
Konsentrasi berikutnya adalah mempersiapkan, menata, dan mendidik SDM pelaku pariwisata, pejabat publik, dan masyarakat luas agar memiliki kesadaran akan pentingnya dunia pariwisata bagi kota dan daerah Lampung dengan mengedepankan aspek historis dan produk kebudayaan mutakhir.
Wujud nyata yang dapat segera diejawantahkan salah satunya dengan memberikan jaminan kepada wisatawan untuk mendapatkan kemudahan dalam hal sirkulasi keluar-masuk objek wisata, rasa aman dan nyaman, serta menemukan suasana khas yang bersifat rekreatif.
Selain itu perlu pula dilakukan penataan rute jalan wisata yang nyaman, kendaraan yang dirancang khusus untuk mengangkut wisatawan keliling Lampung, street furniture di ruang publik sebagai wahana melepas lelah, tempat parkir yang tertata rapi, membunuh premanisme juru parkir nakal, membersihkan sampah, menata PKL dan taman kota lengkap dengan patung-patung kota yang dapat menimbulkan kesan indah, bersih, nyaman, dan ngangeni. Semuanya itu sangat didambakan wisatawan dalam rangka mendapatkan pengalaman dan kenangan khusus ketika mereka melancong di kawasan tersebut.
Implementasi Identitas Visual Kota
Kesadaran masyarakat luas, pejabat publik, dan SDM pelaku pariwisata perlu senantiasa ditumbuhkan dengan mengedepankan aspek budaya local yang menjadi saka guru bagi perkembangan emosi dan intelektualitas masyarakat Lampung. Budaya Lampung piil pesenggiri, (Rizani Puspawijaya) dapat terwujud sebagai karakter building yang sosialisasinya atau pengajarannya dapat diajarkan dalam kegiatan keluarga dan sosial, melalui upacara daur hidup yang dimulai dari masa kanak, remaja, dewasa, perkawinan, upacara kehamilan, kelahiran, sampai kematian.
Manakala implementasi konsep identitas visual kota dan daerah Lampung sudah mangejawantah, maka mewujudkan pariwisata Lampung berbasis budaya dengan serta-merta akan mulus menancap di benak dan sanubari para pelancong yang mengunjungi Lampung. Kesemua konsepsi tersebut mengajarkan kepada kita untuk menjunjung harga diri dan kesetaraan, bersedia melayani dan menolong siapa pun yang membutuhkan. Sabar, ramah tamah, dan murah senyum. Memelihara dan menjaga lingkungannya agar senantiasa teduh, nyaman, aman, bersih, serta sehat. Senantiasa memelihara keberagaman dengan selalu memunculkan keunikan-keunikan khas masyarakat Lampung.
* Y. Wibowo, arsitek-penyair, tinggal di Bandar Lampung
Sumber: Lampung Post, Minggu, 31 Mei 2009
No comments:
Post a Comment