Oleh Edy Irawan Arief
SAYA masyarakat Lampung, asli suku Lampung, besar dan berkiprah di Lampung, sangat mencintai Lampung, dan berharap kedamaian terjadi di Lampung. Sejak tahun 1980-an berprofesi di dunia kampus, dunia yang masih terpancar sinar kejujuran dan objektivitas. Ketika itu saya mencoba menyuarakan pemikiran konstruktif melalui seminar/diskusi, komentar, maupun artikel dalam membangun daerah tercinta ini, tetapi suara itu berlalu saja, bahkan barangkali tidak terdengar.
Oleh karena itu, pada 2004, saya masuk ke dalam sistem dalam peran sebagai legislator dari Partai Golkar. Beberapa saat lagi tugas itu akan berakhir, dan saya telah masuk kembali ke habitat semula. Demi kebaikan dan atas nama kebenaran, saya menulis ini terlepas dari kepentingan dan tekanan, partisipatif studi saya lakukan, dengan melakukan generalisasi menuju representasi.
Tokoh Fenomenal
Siapa tidak kenal, atau siapa yang belum pernah mendengar nama Sjachroedin Z.P. (SZP) dan Alzier Dianis Thabranie (ADT), barangkali kenal dan pernah mendengar pasti jawabnya. Dua tokoh ini selalu menjadi buah bibir masyarakat dan wajahnya selalu ada di surat kabar Lampung. Dua tokoh ini hampir mempunyai karakter dan latar belakang yang tidak jauh berbeda, pragmatis, ceplas ceplos, dan berasal dari keturunan pemimpin di Lampung. Mungkin yang membedakan adalah perjalanan kariernya, yang satu menempuh jalur kepolisian, dan yang satu wiraswasta, tapi akhirnya sama-sama dalam memimpin partai politik.
Sejak tidak berkarier lagi di kepolisian, SZP mencalonkan diri sebagai gubernur Lampung, sangat pantas dan masuk hitungan. ADT ketika itu masih muda dan belum menjadi tokoh provinsi, tiba-tiba muncul sebagai calon gubernur. Dengan kerja keras, dengan semangat yang menggebu, pandai memanfaatkan jaringan, serta efektif memanfaatkan potensi, ADT akhirnya terpilih menjadi gubernur dengan mengalahkan SZP, bahkan Oemarsono yang pada waktu itu sangat kuat.
Kondisi ini menjadi titik awal tarik menarik antara SZP dan ADT. Walau menang, ternyata ADT tidak dilantik. Kemudian dilakukan pemilihan ulang, akhirnya SZP menang dan yang dilantik. Dari wiraswasta, ADT mulai bergeser menjadi politisi papan atas, dengan segala kepiawaiannya ADT menjadi ketua Partai Golkar yang notabene sebagai partai pemenang pemilu.
Dalam perjalanannya SZP tidak kalah gigih, dengan posisinya yang berkuasa saat itu dan latar belakang orientasi politik orang tuanya, SZP menjadi ketua PDI-P yang notabene partai besar di provinsi ini. Seru dan sangat kompetitif keduanya melakukan manuver, masyarakat Lampung terperangah, para tokoh terdiam, akademisi hilang kearifan, makelar politik dan para pendemo mengais keuntungan.
Lampung Prihatin
SK 15, mungkin satu-satunya Surat Keputusan DPRD Lampung yang paling populer, banyak yang menyimpan dan ribuan yang membacanya. SK ini menghebohkan Lampung, SK ini menjadi pemicu pertarungan eksekutif dan legislatif. ADT wajar saja berada pada satu sisi pertarungan, sebab ADT ingin mendapatkan hak-hak politiknya yang ditempuh melalui jalur hukum. SZP juga wajar berada pada sisi yang lain, apa salah dan dosanya kemudian di SK 15 kan.
SZP dan ADT sama-sama berjuang, segala kekuatan digunakan, dan terjadi adu jaringan di sentral kekuasaan. Sayang sungguh sayang, kejadian itu sampai mengenyampingkan kepentingan masyarakat Lampung, pertumbuhan tersendat, kemiskinan menjadi bertambah. Lampung sangat prihatin ketika itu. Pemerintah pusat sebagai juri terasa lambat menuntaskannya, bahkan semua dibiarkan berlalu hingga bergesernya kekuatan politik di legislatif.
Situasi ini tidak ada penyelesaikan hingga Pilgub 2008 dilaksanakan, sehingga SZP dan ADT masih terus berhadapan, baik dalam situasi frontal, gerilya, tusuk kiri maupun tusuk kanan dalam metode kompetisinya.
Pilgub sebagai Wasit
Walau terdapat 7 pasang calon, ternyata pasangan SZP (UJ) dan ADT (Abang) yang paling tinggi tingkat sentimennya. Masyarakat Lampung dengan harap-harap cemas menggantungkan pilgub sebagai wasit atau Al-Furqon (pemisah) untuk semua harus legowo menerima apa pun hasilnya. Benar saja, SZP ranking pertama dan ADT ranking kedua, dan SZP keluar sebagai pemenang. Masyarakat sorak gembira menyambut pilgub yang relatif damai, kita terima hasilnya dengan lapang dada. Rupanya tidak demikian karena proses pelantikan yang begitu lama dilakukan, ternyata ada proses hukum yang berjalan, yaitu money politics dan dana APBD untuk incumbent.
Dalam proses hukum money politics, ada keputusan PN, diperkuat dengan keputusan PT, bahkan ada fatwa Mahkamah Agung, kemudian ditindaklanjuti dengan SK KPU. Kasus APBD untuk incumbent, ada pleno Panwaslu, dan ada SK pembatalan KPU. Isu beredar SZP tidak dilantik, tapi banyak juga yang mengatakan SZP pasti dilantik. Ada isu ADT bisa dilantik, tetapi juga ada yang bilang karteker.
Seminggu sebelum pelantikan (2 Juni), isu pelantikan menjadi obrolan warung kopi, semua berandai-andai, tetapi tidak seorang pun (kecuali SZP barangkali) yang tahu kepastian pelantikan 2 Juni tersebut. Sampai-sampai sebagian besar anggota DPRD termasuk PDI-P masih harap-harap cemas sebelum rapat paripurna berlangsung. Kepastian baru muncul setelah SZP datang ke gedung DPRD, dan tidak lama menyusul Mendagri. Wasit menentukan SZP sebagai gubernur lampung.
Lampung Damai
Saya dalam setiap kali diskusi dengan kawan-kawan, dan bahkan saya sempat minta sampaikan kepada SZP melalui orang dekatnya, agar ada konferensi pers seusai pelantikan. Jika saja SZP mengatakan, permainan sudah berakhir, semua sudah selesai, lupakan masa yang lalu, masa lalu hanya merupakan dinamika politik dan kehidupan, kepada masyarakat Lampung saya mohon maaf bila ada kata dan tindakan selama pilgub ada yang tidak berkenan, mari bersama kita membangun Lampung, kepada para calon termasuk ADT mari kita bekerja sama, kepada PNS dan elemen masyarakat diminta tenang, tidak ada politik balas dendam, semua akan ditata sesuai aturan. Manis terdengar, indah terucap, santun dirasakan, dan damai untuk dilaksanakan, itulah skenario itu bila terjadi.
Mungkin suasana batin SZP pada waktu itu berbeda, kenyataan lain, tetapi sudahlah, yang penting jangan terus menerus seperti ini, tidak baik untuk masyarakat Lampung. Kita menginginkan kedamaian, apa yang tidak bisa kita kompromikan. Pada dasarnya SZP dan ADT sama-sama ingin membangun Lampung, semua punya potensi untuk itu, mungkin hanya kesempatan.
Wahai SZP
Perkenankan saya berucap, kami bangga SZP menjadi gubernur Lampung yang demokratis, yang punya semangat tinggi, dan mampu menggerakkan segenap potensi. Fokuskan pembangunan Lampung untuk kesejahteraan rakyat, JSS dan pembangunan Natar dinanti masyarakat, tata dan tempatkan PNS dalam jabatan yang sesuai dengan kemampuan dan pengalamannya, saya yakin SZP tidak mempunyai sikap yang ingin menyakiti orang lain termasuk ADT.
Jika SZP dan ADT duduk dalam satu meja menjadi sejarah dan amal keduanya. Golkar dan PDI-P serta partai lainnya saling mengisi, PNS yang terpecah dirajut kembali. Waktu masih terbuka, saya siap mempertaruhkan segalanya untuk kedamaian itu. Wahai SZP, secara praktis kami berharap muncul kesejukan pada setiap kali memberi pengarahan atau berpidato, kami siap menjaga eksistensi kepemimpinan SZP, ini ucapan jujur dan ikhlas, bacalah tulisan ini dengan derai senyuman yang terlukis.
Wahai ADT
Pengabdian bisa di mana saja, semua hanya kesempatan. ADT merupakan pemimpin masa depan, Allah Mahaadil, 5 tahun lagi tidak lama, masyarakat Lampung masih menanti 2014. Wahai ADT, pimpinanlah Partai Golkar dengan kearifan, terus berkarya untuk masyarakat, saya yakin SZP akan mendukung pada saatnya nanti. Duduk satu meja dengan SZP mudah-mudahan dapat terwujud. Tidak ada persyaratan, sebab semua demi kebaikan dan kedamaian Lampung tercinta. ADT adalah ADT, sosok yang pantang menyerah dan dermawan. Wahai ADT, munculkan kedamaian setiap kali berkomentar, sadari bahwa komentar yang keluar akan mempunyai dampak yang luas.
SZP gubernur saat ini, ADT pemimpin masa depan, tidak ada masalah, apalagi saling mendukung, kalaupun ada perbedaan selesaikan dengan baik dan berdasarkan hukum yang berlaku, Lampung damai harapan masyarakat Lampung.
* Edy Irawan Arief, Direktur Program Pascasarjana Universitas Saburai
Sumber: Lampung Post, Kamis, 18 Juni 2009
No comments:
Post a Comment