Judul
Teknokra, Jejak Langkah Pers Mahasiswa
Penulis
Abdul Gofur dkk.
Editor
Budisantoso Budiman
Udo Z. Karzi
Rancang sampul/ilustrasi
Sani Kurniawan
Tata letak
Supendi
Hak cipta dilindungi undang-undang
All right reserved
c Teknokra
Diterbitkan atas kerjasama
Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) Teknokra
Universitas Lampung
Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Lt. 1
Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1
Gedungmeneng, Bandar Lampung 35145
Telp. (0721) 788717
http://teknokra-unila.com
Pustaka LaBRAK
Perum Wismamas Kemiling
Jl. Teuku Cik Ditiro
Blok S12A No. 16
Bandar Lampung
Cetakan I, Maret 2010
xvii + 325 hlm., 14 x 21 Cm
ISBN: 978-602-96731-0-4
TIM PENYUSUN
Penulis Sejarah
Abdul Gofur, Andri Kurniawan, Iskandar Saputra,
Padli Ramdan, Yudi Nopriansyah
Kontributor
Anton Bahtiar Rifa’i, Budiyanto Dwi Prasetyo, Budisantoso Budiman, Fadilasari, Ferry Fathurokhman, Heri Kurniawan, Hersubeno Arief, Idi Dimyati, Juwendra Asdiansyah, Machsus Thamrin, M.A. Irsan Dalimunthe, Maspril Aries, Maulana Mukhlis, M. Fakhruriza Pradana, M. Thoha B. Sampurna Jaya, Muhajir Utomo, Muhammad Ma’ruf, M. Yamin Panca Setia, Roni Sepriyono, Taufik Jamil Alfarau, Turyanto, Zulkarnain Zubairi
Dari Penerbit
BILA ditilik dari makna leksikal, pers mahasiswa (persma) terdiri dari dua kata berbeda, pers dan mahasiswa. Pers dalam arti sempitdiartikan sebagai segala macam media informasi baik cetak maupun elektronik. Dalam arti luas, pers dimaknai sebagai media penyampai informasi berupa fakta atas realitas.
Sementara itu, kata mahasiswa mereposisikan sosok intelektual muda yang digadang-gadang memiliki idealisme, juga sebagai agen perubahan (agent of change) negeri ini. Jadi, secara utuh persma dimaknai sebagai media penyampai informasi yang dikelola langsung oleh mahasiswa sebagai motor penggerak organisasi.
Berbicara persma tak lepas dari berbicara soal romantisme gerakan mahasiswa di negeri ini. Bila menilik sejarah, persma memiliki peran strategis sebagai media penyulut semangat gerakan mahasiwa. Bukan main perannya, persma hadir sebagai alat dan corong kekuatan aktivis gerakan mahasiswa. Melalui tulisan–tulisannya, aktivis persma mencoba menghadirkan nuansa propaganda dengan tujuan menyatukan semangat mahasiswa di seantero negeri ini.
Tak hanya itu, persma sebagai wujud organisasi kampus juga dijuluki sebagai media alternatif yang bebas menyampaikan kritik soal bobroknya kebijakan pemerintah. Itu tak lain karena pers umum dalam masa pemerintahan otoriter mengalami distorsi kebebasan menyampaikan informasi dan kritik pada pemerintah.
Seiring berjalannya waktu, persma kemudian mulai kehilangan arah. Tujuan awal dibentuknya persma sebagai media propaganda mulai mengalami pembiasan makna. Ini tak lepas dari campur tangan pemerintah terhadap normalisasi organisasi kampus. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef pada tahun 1978 kala itu menerapkan peraturan tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan membentuk Badan Koordinasi Kampus (BKK).
Peraturan NKK/BKK yang merupakan pengganti Dewan Mahasiswa (DEMA) mensyaratkan adanya peran serta dosen sebagai pemimpin dalam sebuah organisasi kemahasiswaan termasuk persma. Wacana soal pembatasan ruang gerak aktivitas mahasiswa pun mencuat kala itu. Pemberlakuan aturan baru ini menyebabkan persma menjadi lebih sulit bergerak dalam menyampaikan informasi.
Terlepas dari hal tersebut, persma tetaplah berkiprah layaknya pers umum–bahkan dalam beberapa hal memiliki kelebihan sebagai konsekuensi dari eksistensi mahasiswa yang mengelolanya--sebagai media penyaji informasi dan pengungkap fakta. Prinsip yang diterapkan pun tetap mengacu pada paham jurnalisme, kode etik jurnalistik dan Undang-Undang Pers.
Dalam elemen kedua jurnalisme, pers haruslah setia pada warga dalam menyampaikan informasi sekaligus penjaring aspirasi menyoal kepentingan warga. Persma dalam hal ini sangat jelas perannya, yakni sebagai media penyampai aspirasi dan penyedia informasi kepada komunitasnya, mahasiswa dan lingkungan internal kampus.
Inilah yang kemudian membedakan persma dan pers umum. Ranah audience/pembaca persma fokus pada internal kampus. Sedangkan pers umum mengarah pada masyarakat secara luas. Namun tak dimungkiri, kiprah persma pun terkadang berkecimpung dalam ranah masyarakat umum baik dalam sekup daerah maupun nasional.
Aktivis persma memang terbilang unik. Penggiatnya memiliki peranan ganda, selain sebagai mahasiswa juga sebagai aktivis persma/jurnalis kampus. Selain itu, aktivitas persma pun dilakukan secara sosial, tidak dibayar layaknya pers umum yang menggaji wartawannya. Ini karena memang persma sebagai wadah organisasi kemahasiswaan lebih dijadikan sebagai tempat pembelajaran berorganisasi, khususnya dalam menambah wawasan jurnalistik.
Namun tak dimungkiri, fenomena ini terkadang membuat persma kurang profesional dalam menjalankan rutinitasnya. Sebut saja soal deadline terbitan yang sering “molor“ dan kontinuitas terbitan yang tak sesuai dengan yang diagendakan di awal kepengurusan. Kesibukan aktivitas kuliah terkadang menjadi alasan yang sulit terbantahkan. Belum lagi embel-embel kepentingan pribadi dan keluarga.
Persma meski hidup dalam “cengkraman” birokrat kampus juga tetap konsisten pada penerapan prinsip jurnalisme dalam mengungkap fakta. Berbagai permasalahan menyangkut kepentingan mahasiswa, dosen dan kebijakan kampus tetap disajikan secara konfrehensif melalui proses jurnalistik (mencari, menulis, menyunting hingga menyebarkan informasi).
Prinsip inilah yang mewarnai aktivitas persma saat ini, tak terkecuali Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) Teknokra Unila. Teknokra yang sedari 1 Maret 1977 berdiri turut menjadi pelaku sejarah dalam romantisme persma Indonesia. Sebagai salah satu persma tertua di Indonesia, Teknokra juga banyak menghasilkan bibit-bibit unggul penggiat pers, baik di tingkat daerah maupun nasional.
Banyak kisah menarik dan mengharukan mewarnai jejak langkah perjalanan panjang Teknokra terangkum dalam buku ini. Sebut saja dalam momentum tragedi UBL Berdarah 28 September tahun 1999. Salah seorang fotografer Teknokra, alm. Saidatul Fitria kala itu gugur dalam proses peliputan karena terkena popor senjata dari aparat keamanan.
Buku ini selain menyajikan sekelumit kisah perjalanan Teknokra, juga menampilkan secercah kesaksian para penggiatnya. Selamat Membaca!
Tetap berpikir merdeka!
Gedongmeneng, Maret 2010
Kru Teknokra
Antaran Editor
SEJARAH panjang (1975-2009) perjalanan Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) Teknokra Universitas Lampung (Unila), di Provinsi Lampung telah menginspirasi banyak mantan aktivisnya untuk menuangkan dalam sebuah buku agar terdokumentasi secara utuh. Ide besar yang lama terpendam itu, akhirnya berujung, menyusul gelombang dukungan dari para tokoh kunci setiap zaman ketika mereka tampil mengelola pers mahasiswa ini. Disokong pula para pengurus aktif Teknokra, ide besar itu akhirnya dikonkretkan.
Walaupun ternyata untuk mewujudkannya tak cukup hanya dengan semangat besar semata, karena memerlukan waktu sampai bertahun-tahun. Mafhum saja, banyak orang dari generasi yang berbeda dengan kesibukan masing-masing, serta tempat tinggal dan pekerjaan yang bertebar di mana-mana, harus pula dihubungi untuk memberikan kontribusi demi kelengkapan dan aktualitas buku ini. Para tokoh ini pun harus menuangkan pengalaman pada era masing-masing dengan panduan umum yang diberikan. Ibarat membuka memori lama, dengan kadar ingatan yang serba terbatas dan dokumentasi yang berceceran. Tapi akhirnya, benang merah perjalanan Teknokra itu pun terkuakkan juga.
Sekali lagi, tekad kuat belaka tak cukup dalam mewujudkan impian besar bersama itu, dan ternyata untuk mewujudkan buku sejarah Teknokra ini perlu napas dan stamina yang panjang serta kuat. Semula banyak orang bersemangat terlibat aktif di dalamnya, tapi akhirnya mengerucut sendiri, dan beberapa saja yang merasa berkewajiban terus menyelesaikan tugas besar bersama itu, dengan segala keterbatasannya, hingga akhir. Jadilah buku ini tersaji ke publik, juga berkat partisipasi pimpinan Unila yang sejak awal memberikan dukungan penuh termasuk pendanaannya.
Alur buku ini merupakan dua bagian besar episode jejak sejarah pers mahasiswa Teknokra, yaitu episode pertama yang berkisah tentang realitas sejarah jejak langkah perjalanan Teknokra dengan segala lika-likunya, berdasarkan penuturan dan penulisan aktualitas dari para saksi sejarahnya masing-masing. Episode berikutnya, merupakan aneka ragam (bunga rampai) pengalaman luar biasa, aneh, unik, menarik, lucu, mengerikan, menakjubkan dan paling berkesan yang ditulis oleh saksi sejarah para tokoh di Teknokra dimaksud dengan ”langgam”, versi dan logat serta lagak gaya masing-masing.
Editor akhir (Budisantoso Budiman dan Udo Z. Karzi)—setelah dibantu tim/panitia buku sebelumnya—berhasil menghimpun pengalaman, data dan tulisan yang berserak itu, sehingga meneruskan semuanya itu, untuk mensinkronkan bahan baku buku ini yang telah tersedia dan sempat bertahun-tahun mengendap, memolesnya di sana-sini seperlunya, dan berusaha menghadirkannya menjadi satu bagian utuh perjalanan sejarah Teknokra dengan segala pernak-perniknya ini.
Waktu editing dan target deadline penerbitan yang relatif singkat—seperti biasanya kerja jurnalistik berlaku--menjadi kendala untuk dapat menampilkan buku ini secara lebih komprehensif dan lengkap lagi. Keterbatasan bahan awal menjadi salah satu kendala utamanya. Jadilah, buku ini walaupun dengan susah payah dan lama baru bisa diterbitkan, pada akhirnya tetaplah akan menjadi sangat terbuka untuk dikoreksi, diperbaiki, ditambah dan dikurangi serta mungkin saja untuk ditulis kelanjutan episode perjalanan sejarah Teknokra selanjutnya, melalui penerbitan revisi atau menerbitkan edisi baru berikutnya sebagai sebuah bagian dokumentasi pengalaman mengelola sebuah penerbitan pers mahasiswa.
Buku ini dipersembahkan tidak lain untuk para alumni Unila yang pernah aktif di Teknokra secara keseluruhan, juga bagi seluruh sivitas akademika Unila dan para alumninya, bagi seluruh aktivis pers mahasiswa, dan mahasiswa umumnya di kampus-kampus seluruh Indonesia, termasuk para intelektual dan pegiat prodemokrasi dan pers bebas, serta masyarakat dan bangsa ini keseluruhannya.
Bagi pengurus aktif Teknokra saat ini, buku ini menjadi persembahan besar menyambut peringatan HUT ke-33 Teknokra, 1 Maret 2010, untuk sekaligus membuktikan aktivis pers mahasiswa Teknokra Unila sampai kini masih terus berbuat dan berkarya menjadi yang terbaik pada zaman masing-masing.
Mudah-mudahan isi buku ini dapat menginspirasi dan memberi manfaat yang besar bagi semua pembacanya tanpa kecuali.
Selamat membaca.
Palembang-Bandar Lampung, Maret 2010
Budisantoso Budiman
Udo Z. Karzi
Daftar Isi
Dari Penerbit
Antaran Editor
Tentang Penulis
BAGIAN PERTAMA
LINTASAN SEJARAH TEKNOKRA
1. Pembuka
2. Terjal Merintis Jalan (1975-1985)
3. Pencarian Jati Diri (1986-1992)
4. Metamorfosis Pers Alternatif (1993-1998)
5. Pergulatan Pascareformasi (1999-2009)
6. Meneruskan ‘Kegilaan’
BAGIAN KEDUA
TEKNOKRA DALAM CATATAN ALUMNI
1. Dua Bulan Ditahan di Korem - Muhajir Utomo
2. Catatan yang Tercecer di Teknokra - M. Thoha B. Sampurna Jaya
3. Tantangan Merevitalisasi Teknokra - M.A. Irsan Dalimunthe
4. Teknokra, Rumah Kedua… - Hersubeno Arief
5. Makan Siang Dibayar Kaset - Maspril Aries
6. Cerita Zaman Pers Mahasiswa: Catatan Ringan Seputar Teknokra - Machsus Tamrin
7. Fakultas” Teknokra Membentuk Profesionalisme Kepenulisan - Budisantoso Budiman
8. Manusia Terkutuk Itu... - Zulkarnain Zubairi
9. Menggapai Mimpi Melalui Pers Alternatif - Anton Bahtiar Rifa’i
10. Merintis Hidup dari Pojok PKM - Fadilasari
11. Anak-Anak Malam - Heri Kurniawan
12. Tepuk Tangan dalam Keheningan - Juwendra Asdiansyah
13. Kegagalan Terbesar Hidup Manusia adalah Keengganan untuk Berani Mencoba - Maulana Mukhlis
14. Teknokra itu Candu - Idi Dimyati
15. Perjalanan Seorang Manusia di Teknokra - M. Fakhruriza Pradana
16. Menantang Slogan Berpikir Merdeka - Muhammad Ma’ruf
17. Mengais Masa Depan dari Pojok PKM - M. Yamin Panca Setia
18. Buku, Pesta, dan Cinta - Budiyanto Dwi Prasetyo
19. Sekeping Perjalanan di Teknokra - Ferry Fathurokhman
20. Bara Cinta di Bilik Ruang Berita - Turyanto
21. Super- Man! - Roni Sepriyono
22. Sepenggal Cerita di Pojok PKM - Taufik Jamil Alfarau
No comments:
Post a Comment