LEMBARAN kisah asal mula Provinsi Lampung mungkin tidak akan lengkap tanpa membicarakan sosok Zainal Abidin Pagaralam. Ia termasuk orang yang melobi berdirinya pemerintahan di Sang Bumi Ruwa Jurai.
Gubernur Lampung (1966-1972) Zainal Abidin Pagaralam (IST)
Meski termasuk tokoh penting, tetapi hingga kini belum ada referensi yang merinci secara detail perjalanan hidup gubernur Lampung pertama ini.
Terusik keinginan untuk mengabadikan kisah hidup ZA Pagaralam, sejumlah kalangan bekerjasama menerbitkan buku 'Jejak Perjalanan Gubernur Lampung Periode 1966- 1972 Zainal Abidin Pagar Alam'.
Mereka masing-masing seniman Anshori Djausal, penulis Hermansyah, serta akademisi Fakultas Teknik Universitas Lampung yang juga cucu Zainal Abidin Pagaralam, Diza Noviandi.
Buku tersebut rencananya diluncurkan di Hotel Sheraton, Jumat (25/6) malam.
Anshori, dalam silaturahmi ke redaksi Tribun, Rabu (23/6) malam, menuturkan, kehadiran buku kisah hidup ZA Pagaralam sangat penting, terutama bagi generasi muda, di tengah pengaruh modernisasi.
"Buku ini menjadi pengingat histori bagi generasi sekarang, bagaimana seluruh Bandar Lampung terbangun di setiap sudutnya," ujar Anshori. "Seperti asal kata Enggal, Pasir Gintung, Tanjungkarang, dan lainnya."
Anshori menceritakan, upaya merajut kembali riwayat ZA Pagaralam seperti mengumpulkan kepingan puzle yang tercecer. Meski sudah mengetahui secara garis besar, tetapi pihaknya mesti berusaha melengkapi kisah tersebut.
Status Diza selaku cucu ZA Pagaralam, menurut Anshori, merupakan kunci utama dalam penyusunan buku semi biografi ini. Selain itu, sambung akademisi Unila ini, catatan-catatan pribadi, baik tulisan tangan maupun hasil ketikan, juga menjadi pedoman ketiga untuk mencari data penguat selanjutnya.
Ada hal paling ironis bagi Hermansyah saat mengumpulkan catatan pribadi ayah kandung Gubernur Lampung Sjachroedin ZP itu. Catatan tersebut, tutur dia, tergeletak dan terbengkalai begitu saja pada sebuah tumpukan di gudang, bahkan hampir saja terbuang. "Untung masih sempat kami selamatkan. Mungkin lewat setahun saja sudah terbuang," ungkapnya.
Padahal, ujar Herman, dalam catatan itulah semua kegiatan ZA Pagaralam, seperti aktivitas birokrasi hingga lobi-lobi mendirikan Provinsi Lampung, tertuang dengan lengkap.
Dalam catatan tersebut, sambung Herman, perjalanan hidup ZA Pagaralam terungkap, mulai saat ia menempuh pendidikan, semangat dalam membangun Lampung, hingga konfliknya dengan tokoh Lampung lain, Mr Gele Harun.
Tak hanya catatan pribadi yang terbengkalai. Piala dan piagam, kata Herman, bernasib serupa. Kesibukan kerabat, imbuh dia, membuat kenang-kenangan itu tak terurus.
Sisi human interest juga hadir dalam buku itu. Para penulis mewawancarai empat anak kandung ZA Pagaralam, masing-masing Syafariah Widianti, Sjachroedin, Sjahrazad, dan Khaidir Anwar, serta tiga cucunya, yaitu Zenobi Devi Thamrin, Rycko Menoza, dan Diza Noviandi.
Cerita dari kerabat, H Kamarus Zaman dan Sutan Syahrir Oelangan, serta sejumlah kolega, seperti Subki E Harun dan Arief Mahya, juga diharapkan mampu membuat sosok ZA Pagaralam 'hidup' kembali.
Sumber: Tribun Lampung, Kamis, 24 Juni 2010
No comments:
Post a Comment