BANDAR LAMPUNG (Lampost): Biaya pendidikan di sekolah negeri lebih mahal dibandingkan swasta. Meskipun telah menikmati subsidi pemerintah, pengelola sekolah negeri tetap menarik pungutan dari orang tua murid.
Anggaran dari pemerintah yang dialokasikan untuk sekolah negeri meliputi gaji guru, dana alokasi khusus (DAK), serta dana lain dari APBD. Jika dikalkulasi, setiap tahun sekolah negeri menerima dana miliaran rupiah dari pemerintah. Dana tersebut disalurkan guna memenuhi anggaran minimal 20% untuk sektor pendidikan, baik dari APBN, APBD provinsi, maupun APBD kabupaten/kota.
Kendati sudah disubsidi miliaran rupiah, sekolah negeri tetap memungut biaya dari orang tua murid. Di beberapa sekolah, nilai pungutannya hanya berselisih tipis dengan swasta, yang sebagian besar biaya operasionalnya ditanggung orang tua murid. Itu sebabnya, setiap memasuki tahun ajaran baru seperti sekarang sekolah negeri bagai menyambut masa panen.
SMAN 1 Bandar Lampung, misalnya, memungut biaya Rp1,6 juta dari siswa baru, SMAN 12 (Rp1,8 juta), dan SMAN 7 (Rp1,2 juta). Pungutan itu akan dipakai untuk biaya komite sekolah, seragam, pramuka, dan buku tata tertib. "Kalau untuk rutin, anggaran dari pemerintah sudah cukup. Tapi untuk pengembangan, perlu dana lebih dan itu ditetapkan berdasarkan kesepakatan rapat komite," kata Kepala SMAN 7 Bandar Lampung Suharto, Minggu (25-7).
Suharto mempersoalkan anggaran pendidikan 20% yang dinilainya hanya angka politis, bukan angka riil. Ia mempertanyakan persentase anggaran yang disalurkan ke sekolah dan ke satuan kerja di luar Dinas Pendidikan.
Suharto memaparkan berdasar pada data Dinas Pendidikan Lampung, setiap siswa SMA di Bandar Lampung (kota) memerlukan biaya Rp4 juta/tahun, sementara untuk kabupaten Rp3,75 juta/siswa/tahun. Untuk menutupi kekurangan biaya, sekolah memungut uang dari orang tua murid. "Pembiayaan pendidikan juga menjadi tanggung jawab masyarakat," kata dia.
Beli Perabotan
Dengan berdalih bahwa masyarakat pun berkewajiban menanggung biaya pendidikan, beberapa sekolah negeri memungut uang dari orang tua murid untuk perbaikan prasarana. SMAN 3 Bandar Lampung, misalnya, mengutip uang komite Rp500 ribu/siswa untuk perbaikan gedung, perabotan, dan paving block. "Maklumlah sekolah kami kan tergolong sekolah tua. Jadi banyak yang harus diperbaiki," kata Kepala SMAN 3 Bandar Lampung Henardi.
Besarnya pungutan di sekolah negeri mengindikasikan terjadinya inefisiensi dalam pengelolaan anggaran. Dugaan inefisiensi mulai terlihat jika dibandingkan dengan sekolah swasta. SMA Fransiskus, misalnya, memungut biaya masuk sekitar Rp4 juta yang bisa diangsur selama 3 tahun, sedangkan besar SPP Rp200 ribu/bulan. Besaran biaya masuk dan uang SPP tidak dipatok pasti, tetapi disesuaikan dengan kemampuan orang tua murid.
Sementara itu, SMA Al Kautsar memungut biaya masuk Rp3,5 juta untuk uang pembangunan, seragam, OSIS, dan biaya lain. "Kami tidak menarik biaya lain. Semua sudah tercakup dalam biaya masuk," kata Kepala SMA Al Kautsar Sunardi.
Sepintas, pungutan di sekolah swasta lebih besar. Tetapi semua dipakai untuk membayar gaji guru dan karyawan, pembangunan/rehabilitasi gedung, perabotan, listrik, serta biaya operasional lain. Sementara sekolah negeri yang lebih banyak menikmati subsidi dari pemerintah masih memungut biaya tinggi dari orang tua murid. Besaran pungutan jauh lebih tinggi untuk sekolah negeri berstatus rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI). (UNI/MG14/U-1)
Sumber: Lampung Post, Senin, 26 Juli 2010
No comments:
Post a Comment