Pertanyaan yang mengusik sejak awal -- ketika ahli filologi Suryadi menemukan naskah kuno Syair Lampung Karam yang ditulis Mohammad Saleh dari enam negara Inggris, Belanda, Jerman, Rusia, Malaysia, dan Indonesia serta mengumumkan ke publik -- adalah benarkah Mohammad Soleh yang dimaksud adalah Mohammad Soleh yang merintis pembangunan Masjid Jami’ Al Anwar dan pernah menjadi Regent Telukbetung.
Ketika kami menanyakan hal ini kepada Tjek Mat Zen, dia menyatakan belum tahu. Dia kemudian membuka-buka dokumen. Sebuah testemen berbahasa Belanda, berangka bertanggal 24 Agustus 1864, yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menyebutkan soal pewarisan harta dari Tomonggong Mohammad Ali, Regent dari Telok Betong. Salah satu ahli waris penerima bernama Mohammad Salah, umur 50 tahun.
Kalau pada 1864 Mohammad Saleh berusia 50 tahun, maka pada 1883 ketika Gunung Krakatau meletus dan Syair Lampung Karam ditulis tiga bulan setelah itu, Mohammad Saleh berusia 69 tahun. Dua tahun kemudian, Mohammad Saleh meninggal. Kalau melihat data ini, mungkin saja Mohammas Saleh ini yang menulis.
Namun, bukankah Mohammad Saleh menjadi pemimpin dan ulama di Telukbetung? Sementara dalam naskah Syair Lampung Karam sebagaimana diungkap Suryadi menyebutkan, Mohammad Saleh memang sedang berada di Lampung saat letusan dahsyat Gunung Krakatau itu terjadi. Dan, dia selamat dan setelah itu dia pergi ke Singapura. “Saya menduga bahwa dia salah seorang pengungsi dari letusan itu dan dia mengatakan bahwa dia menulis itu di kampung Bangkahulu di Singapura. Sekarang menjadi Bengkulen Stree. Itu Singapura lama,” kata Suryadi seperti dikutip dari website Radio Nederland Wereldomroep.
“Ya, bisa jadi,” kata Johan Sapri (54), warga Gunung Kunyit yang mengaku keturunan ketujuh Mohammad Soleh. Dia menjelaskan, salah satu istri Mohammad Ali, saudara Mohammad Saleh, yaitu Intjik Halimah merupakan saudara Tuanku Lingga dari Malaysia.
Kami mencoba menelusuri naskah-naskah kuno yang tersimpan di Masjid Jami’ Al Anwar. Sayang sekali, 400-an kitab yang ditulis dengan aksara Arab Melayu (huruf Jawi) diletakkan di dua lemari di dalam gudang kurang terawat. Kondisinya sangat memprihatinkan. Padahal, kitab-kitab itu adalah “harta karun” yang tak ternilai harganya.
Berbekal sedikit kemampuan membaca huruf Arab Melayu (huruf Jawi), kami mencoba membaca beberapa kitab. Dari sampel itu, kami menemukan kitab-kitab itu masih bisa dibaca. Walaupun ada yang lepas dari jilidannya, tulisan-tulisannya masih sangat jelas. Beberapa buku yang kami coba lihat berangka tahun 1300-an berisi pengajaran agama, baik yang berbahasa Melayu maupun bahasa Arab.
Mungkinkah ada kitab Syair Lampung Karang? Sayang sekali, kondisi buku yang sudah rapuh dan penataan buku yang tumpang-tindih, membuat kami tidak berani melihat satu per satu kitab-kitab kuno tersebut. Agaknya, perlu waktu untuk meneliti kitab-kitab yang disimpan di perpustakaan (lebih tepatnya gudang) Masjid Jami’ Al Anwar.
Jadi, benarkah Mohammad Saleh, pemimpin dan ulama di Telukbetung yang merintis pendirian Masjid Jami’ Al Anwar ini yang menulis Syair Lampung Karam? Wallahu ‘alam. (ZULKARNAIN ZUBAIRI/IYAR JARKASIH)
Sumber: Lampung Post, Selasa, 31 Agustus 2010
Postingan yang bagus. Perkenankan kami posting info juga, barangkali ada manfaatnya.
ReplyDelete1. Sarang semut papua
2. Madu alam super
3. Name chemistry
4. Foto jadi kartu lebaran
5. Umroh, haji dan investasi
6. Reklame & percetakan
7. Privat English & sertifikat
8. Freeware - shopping cart
9. Freeware - mesin email
10. Kursus gratis
11. Iklan bonafid
Info selengkapnya: http://sutaryo.net/promosi.htm
Terima kasih informasinya, Mas.
ReplyDeleteTerima kasih, informasi ini menambah wawasan sejarah masjid terua di lampung. Ditunggu tulisan yang lain.
ReplyDeleteWww.abadikonsultan.com
Www.trahkami.blogspot.com