LABUHANRATU (Lampost): Direktorat Jenderal Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Kehutanan RI bersama Balai Taman Nasional Way Kambas akan mempelajari persoalan mendasar terkait konflik gajah liar dengan manusia sejak puluhan tahun terakhir.
Akibat konflik berkepanjangan itu, selain menimbulkan korban nyawa, petani juga merugi hingga ratusan juta. Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Konservasi Keanekaragaman Hayati Hari Santoso pada lokakarya penanggulangan konflik gajah liar dengan manusia, di ruang pertemuan Balai TNWK Labuhanratu, Selasa (10-8).
Heri Santoso mengatakan konflik gajah liar asal kawasan TNWK dengan warga yang tinggal sekitar hutan penyangga selama ini memang sangat mengkhawatirkan.
Berdasarkan kajian sementara, konflik yang tak jarang menimbulkan korban jiwa itu disebabkan berapa faktor. Seperti terjadinya pertambahan populasi gajah liar di kawasan TNWK serta adanya perubahan pola pakan.
"Untuk mengatasi konflik ini, bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah atau Balai TNWK. Tapi, tanggung jawab bersama, yaitu peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya," kata Heri Santoso.
Untuk itu, kata dia, agar konflik hewan bertubuh tambun dengan manusia tak berlarut-larut, Direktorat Jenderal Konservasi Keanekaragaman Hayati bersama TNWK serta pihak terkait lain akan mengumpulkan data awal dan mencari akar permasalahan terkait konflik tersebut.
"Karena ini merupakan tahap awal atau sedang mencari akar masalahnya, kami tak dapat memastikan kapan konflik satwa liar dengan manusia ini dapat dituntaskan," kata dia.
Puluhan Tahun
Sementara itu, Kepala Balai TNWK John Kennedie mengatakan konflik gajah liar dengan warga sekitar hutan penyangga telah terjadi sejak puluhan tahun silam. Selama enam bulan terakhir ini, paling tidak telah terjadi 333 kali konflik.
Menurut John Kennedie, terjadinya konflik itu disebabkan beberapa hal, seperti terfragmentasinya habitat dan makin sempitnya kawasan jelajah akibat aktivitas dalam hutan yang tak terkendali.
Faktor lain adalah menurunnya daya dukung lingkungan serta areal pertanian warga dianggap kawanan hewan berbelalai itu merupakan daerah jelajah untuk mencari makan.
"Guna mengatasi konflik ini, kami telah melakukan berbagai cara. Seperti merenovasi beberapa titik kanal yang kerap dilintasi gajah liar dan patroli rutin," kata dia.
Guna mengatasi konflik tersebut, kata John Kennedie, diperlukan sebuah kebijaksanaan dalam pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian lingkungan. Kebijakan itu tak semata-mata lahir dari pemerintah atau pengelola TNWK. Tapi, peran aktif warga sekitar hutan penyangga dan sejumlah elemen masyarakat yang ikut terlibat di dalamnya.
"Jika masalah ini selalu diserahkan ke Balai TNWK, saya yakin masalah ini tak kunjung selesai. Jadi, peran serta masyarakat dan LSM sangat kami butuhkan. Dengan bekerja secara bersama-sama, insya Allah konflik gajah liar dengan manusia dapat diselesaikan," kata dia. (DIN/D-3)
Sumber: Lampung Post, Rabu, 11 Agustus 2010
No comments:
Post a Comment