BANDAR LAMPUNG (Lampost): Untuk menumbuhkan minat baca, musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia mengadakan hari wajib membaca di sekolah masing-masing.
Hal itu agar para siswa mampu mengapresiasi dan mengadopsi berbagai pengetahuan dari berbagai buku yang mereka baca. "Kami juga berharap dengan membaca buku minat siswa untuk menulis dan mengapresiasi sastra makin meningkat," kata Ketua MGMP Bahasa Indonesia SMP Kota Bandar Lampung Abdul Hanif.
Menurut Abdul Hanif yang juga guru Bahasa Indonesia SMPN 30 Bandar Lampung, pihaknya bekerja sama dengan perpustakaan daerah dan beberapa perusahaan untuk penambahan koleksi buku dan pembenahan perpustakaan.
"Di sekolah kami hari wajib baca digilir setiap kelas," kata Abdul Hanif di sela-sela lokakarya peningkatkan kompetensi guru Matematika dan Bahasa Indonesia di aula SMPN 16 Bandar Lampung, Rabu (4-8).
Kegiatan ini diikuti 150 peserta berasal dari guru Bahasa Indonesia (100) dan guru Matematika (50). Pemateri dalam kegiatan ini berasal dari Unila, MGMP, dan dari Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP).
Sedang materi yang disampaikan, antara lain pengembangan kurikulum satuan tingkat pendidikan (KTSP), silabus, pembuatan rancangan program pembelajaran (RPP), penelitian tindakan kelas (PTK), dan pengembangan profesi. Kegiatan berlangsung selama tiga pekan, dan digelar setiap Rabu sejak dua pekan lalu.
Dia mengatakan selain mengadakan hari wajib membaca, sekolahnya juga menghadirkan para pembahasa dan pecinta sastra dari Kantor Bahasa dan Taman Budaya. Mereka dihadirkan untuk mengajak siswa mengapresiasi sastra melalui pembacaan puisi, cerpen, dan karya sastra lainnya.
"Perkembangannya cukup signifikan, saat ini setiap hari perpustakaan minimal dikunjungi 80�90 siswa," kata dia.
Untuk itu, pihaknya mengajak sekolah lain untuk melakukan hal serupa. Hal itu agar Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan sastra untuk mewadahi minat dan bakat siswa bisa berkembang dengan baik di sekolah.
Sebelumnya, Mustakim dari Pusat Bahasa Depdiknas dalam seminar nasional bahasa mengatakan dalam menjalani kehidupan pada era global saat ini, jati diri lokal ataupun jati diri nasional merupakan suatu hal yang amat penting untuk dipertahankan agar dapat menunjukkan eksistensi kita sebagai suatu bangsa.
Menurut Mustakim, jati diri itu sama pentingnya dengan harga diri. Oleh karena itu, jika tanpa jati diri, berarti tidak akan ada harga diri. Atas dasar itu, agar menjadi suatu bangsa yang bermartabat, jati diri bangsa itu perlu diperkuat, baik yang berupa bahasa dan sastra, seni budaya, adat istiadat, ataupun perilaku budaya, dan kearifan lokalnya.
Ia mengatakan untuk memperkuat jati diri itu, baik jati diri lokal maupun nasional, diperlukan peran serta berbagai pihak dan dukungan aturan serta sumber daya yang memadai. Dengan jati diri yang kuat, bangsa akan makin bermartabat sehingga mampu berperan dalam kehidupan global. Dalam konstelasi seperti itu, kita tidak berharap hanya menjadi penonton, tetapi berupaya agar bisa ikut bermain peran di dalamnya..
Setiap bahasa pada dasarnya merupakan simbol identitas atau jati diri penuturnya. Begitu pula halnya dengan bahasa Indonesia. Sudah tentu bagi bangsa Indonesia, bahasa Indonesia merupakan simbol identitas bangsa.
Oleh karena itu, sebagai simbol identitas bangsa, bahasa Indonesia harus senantiasa kita jaga, lestarikan, dan secara terus-menerus harus kita bina dan kembangkan agar dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana komunikasi modern yang mampu membedakan bangsa Indonesia dari bangsa-bangsa lain di dunia.
"Satu hal lagi yang dapat menjadi simbol jati diri adalah kearifan lokal. Terkait dengan ini, hampir tiap daerah di Indonesia memiliki kearifan lokal yang merupakan pencerminan sikap, perilaku, dan tata nilai komunitas pendukungnya," kata dia.
Kearifan lokal ini, menurut dia, dapat digali dari berbagai sumber yang hidup di masyarakat, yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi leluhurnya dalam bentuk pepatah, tembang, dolanan, syair, kata-kata bijak, dan berbagai bentuk lainnya.
"Kearifan lokal ini sarat nilai yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan masa kini yang dapat memperkuat kepribadian masyarakat dan sekaligus sebagai penapis pengaruh budaya dari luar," kata Mustakim. (UNI/MG14/S-2)
Sumber: Lampung Post, Kamis, 5 Agustus 2010
No comments:
Post a Comment