ZAINAL (12) gagal merayu para penumpang kapal untuk melempar uang-uang koinnya. Akan tetapi, dia tidak kehabisan akal. Dengan sigap dia loncat ke kapal feri, meniti jendela-jendela besi, menuju dek atas.
Sejumlah bocah pengamen menggoda penumpang kapal feri untuk melemparkan uang recehnya ke laut di sebuah dermaga di Pelabuhan Bakauheni, Senin (13/9). Tindakan para bocah pengamen penyelam ini sangat berbahaya karena berisiko tergencet kapal ataupun tenggelam. (KOMPAS/YULVIANUS HARJONO)
Tanpa dikomando, tak disangka, dia seketika terjun dari atas dek ke laut biru kehijau- hijauan. ”Byur!” Para pemudik di atas kapal Tribuana yang tersentak dan terpesona dengan aksi bocah berkulit hitam legam ini seketika melemparkan koin-koin dan uang kertas ke laut.
Bocah yang putus sekolah ini sontak menyelam ke bawah laut mengejar koin-koin yang melayang-layang saat tenggelam perlahan di laut. Selama 10-15 menit menyelam, tiba-tiba mulutnya sudah penuh dengan koin dan uang kertas yang basah.
”Lumayan, dapat Rp 11.000,” ujar Zainal kepada rekan sebayanya di sebelahnya. Zainal dan belasan bocah sebayanya adalah para pengamen yang pada hari-hari tertentu, seperti libur sekolah dan Lebaran, melakukan aksi nekat, yaitu menyelam demi uang receh di Pelabuhan Bakauheni, Lampung.
Melompat dari atas dek kapal berketinggian 15 meter atau menyelam di laut sedalam 20 meter adalah atraksi nekat mereka yang penuh risiko. Tenggelam, tersedot baling-baling kapal, tergencet dan terseret tambang kapal adalah risiko besar yang mereka hadapi setiap kali beraksi.
Sudah beberapa orang yang tewas melakukan aksi nekat ini. Terakhir, tahun 2009, seorang bocah penyelam ditemukan tewas mengambang ratusan meter dari Pelabuhan Bakauheni akibat terbelit tambang kapal.
Mereka juga masih harus menanggung risiko lainnya, yaitu dipukuli satpam-satpam pelabuhan jika tertangkap. Mereka sering kali kucing-kucingan dengan satpam pelabuhan. ”Kalau ketangkap, ya dipukulin, ditendangin. Tetapi, kan kami masih bisa lari biar enggak tertangkap,” ujar Zainal.
Meski sadar kegiatan mereka penuh risiko, Zainal dan kawan-kawan tetap nekat melakukannya hingga kini. ”Mau gimana lagi, Om. Namanya usaha, cari duit. Kalau gak begini susah dapat uang,” ujar Doni (11), bocah penyelam lainnya.
Mereka memang tak melulu melakukan aksi berisiko tinggi ini. Sehari-hari, saat penumpang kapal tengah sepi, mereka mencari uang sebagai tukang semir di dermaga pelabuhan. Namun, godaan mencari uang instan, mendorong mereka ”turun” ke laut saat pelabuhan ramai.
Beban hidup
Zainal mengatakan, aksi nekat itu dilakukannya secara sadar demi mengurangi beban hidup kedua orangtuanya. Kedua orangtuanya saat ini masih tidak bekerja, rumah pun harus ngontrak. Ia mengaku sering kali harus menginap, luntang-lantung di pelabuhan. ”Gak enak saja kalau pulang gak bawa duit,” ujarnya.
Mengomentari fenomena bocah penyelam ini, Pemimpin PT ASDP Indonesia-Ferry Cabang Bakauheni Adam Dedhy Indrajit mengatakan, pihaknya sudah berkali-kali menertibkan mereka. ”Tetapi, ya memang agak repot. Mereka terus saja muncul. Jika sekarang mau melarang, mana yang mau dilarang? Penumpang pun masih suka memberi sehingga mereka juga masih muncul,” ujar dia.(jon)
Sumber: Kompas, Kamis, 16 September 2010
No comments:
Post a Comment