Liwa, Kompas - Gebyar Pesona Lombok Ranau atau Festival Danau Ranau keempat yang diadakan di Lampung Barat, 9-10 Oktober lalu, dipadati warga lokal. Kegiatan ini untuk mempromosikan potensi wisata di Lampung Barat yang sangat besar.
Dalam festival ini, pengunjung disuguhi sejumlah acara tontonan, antara lain tarik tambang jukung, lomba triatlon yang terdiri atas mendayung, berenang, dan lari, serta lomba cakak buah, yaitu mengambil hadiah menggunakan penutup wajah di pohon pinang.
Kegiatan ini adalah bagian dari adat istiadat warga Lampung pesisir yang merupakan penghuni asli kawasan Danau Ranau di Lampung Barat (Lambar). Acara juga dimeriahkan dengan parade pawai hias perahu mengelilingi danau. Danau Ranau berada di perbatasan antara Lambar dan Ogan Komering Ulu Selatan, Sumatera Selatan.
Acara pamungkas dari festival ini adalah sendratari berjudul Kelekup Gangsa. Sendaratari yang dibawakan sekitar 30 orang ini dimainkan di atas panggung terbuat dari ponton yang melayang di atas danau. Sendratari ini baru pertama kali diadakan. Ratusan warga lokal menunggu untuk menyaksikan acara ini.
Bupati Lambar Mukhlis Basri mengatakan, kegiatan ini bertujuan mengenalkan potensi wisata di Danau Ranau dan umumnya di Lambar. Apalagi, Desa Lombok yang ada di pinggir Ranau ditetapkan sebagai salah satu desa wisata di Lambar.
Sejumlah rumah warga yang mayoritas berupa rumah kayu panggung telah ditetapkan untuk tempat menginap (homestay) wisatawan. Pariwisata di Danau Ranau, Lambar, terus menggeliat. Setelah mendirikan hotel, Pemkab Lambar telah mendirikan sebuah dermaga khusus untuk wisata dan lalu lintas danau.
Desa Lombok merupakan salah satu dari empat pekon atau desa yang akan ditetapkan sebagai desa wisata. Tiga desa lainnya adalah Desa Tanjung Setia (tempat selancar), Desa Muara Tembulih (penangkaran penyu), dan Desa Kenali (rumah kuno).
”Lampung Barat punya potensi luar biasa untuk wisata. Ada Batubrak tempat situs prasejarah, Kenali yang terdapat rumah adat berusia ratusan tahun, Danau Ranau, dan pantai sepanjang 210 kilometer yang, katanya, ombaknya terbaik nomor tiga di dunia,” papar Mukhlis.
Menurut Kepala Seksi Ketenagakerjaan Dinas Pariwisata dan Budaya Lambar Marhasan Saba, pariwisata idealnya berkorelasi langsung pada peningkatan produk domestik regional bruto masyarakat setempat, tidak hanya segelintir pengusaha.
Desa wisata ini juga menjadi salah satu solusi untuk mengatasi persoalan lambatnya investasi yang masuk. ”Sampai kapan kita menunggu terus? Wisata kan tidak bisa menunggu,” ujar Marhasan. Investasi pemda setempat sudah cukup banyak. (jon)
Sumber: Kompas, Selasa, 12 Oktober 2010
No comments:
Post a Comment