KOMITE Film Dewan Kesenian Lampung (DKL) membuat program Film Masuk Desa di Pulau Pahawang, Punduhpidada, Pesawaran, 2—5 Oktober 2011. Agenda utamanya adalah produksi film dokumenter dan pemutaran film bersama masyarakat.
Rombongan “Film Masuk Desa” memasuki dermaga di Pulau Pahawang. Keindahan dan kelestarian alam pulau ini menjadi daya pikat utama komunitas film DKL untuk berproduksi di sini. (FOTO: DOK DKL)
Memutar tubuh di atas ketinggian bukit di atas Pulau Pahawang sambil melepas pandang di siang hari, seolah berada di dunia lain. Angin yang bertiup sepoi lembut meraba tubuh sehingga pori-pori terisi partikel yang menyegarkan.
Pulau yang berada di Kecamatan Punduhpidada, Kabupaten Pesawaran, ini seperti sepotong surga yang turun ke bumi. Tumbuh-tumbuhan hijau lestasi, air laut membiru bening, dan lekuk-liku bangun pulau yang dibordir pasir putih, seperti gambaran dalam dunia khayal.
FOTO-FOTO: DOKUMEN DKL
Pulau Pahawang memang sudah cukup dikenal sebagai pulau lestari. Bukan hanya alamnya, masyarakatnya juga relatif masih murni dari pengaruh keserakahan duniawi. Tak heran jika banyak komunitas ingin hadir, menikmati, dan mengabadikan setiap detail pulau ini.
Itu juga yang membuat ketertarikan Komite Film Dewan Kesenian Lampung (DKL). Para seniman gambar bergerak ini menfasilitasi beberapa komunita film mengeksplorasi gumuk besar yang amat subur itu, 2—5 Oktober 2011 lalu. Kegiatan ini bertajuk Film masuk desa.
Kegiatannya, antara lain produksi film dokumenter dan pemutaran film bersama masyarakat setempat.
Produksi film dilakukan tiga komunitas film Lampung yang memang sudah memiliki prestasi di tingkat lokal maupun nasional, yaitu SMK Negeri 5 Bandar Lampung, SMK Bhakti Utama, dan Komunitas Escord. Tiga komunitas tersebut hasil dari seleksi yang dilakukan Komite Film Dewan Kesenian Lampung.
“Ini adalah salah satu agenda Komite Film DKL. Tujuannya supaya komunitas film melakukan kreativitasnya dalam berkarya, serta mampu berinteraksi dengan masyarakat setempat dalam melakukan proses hunting lokasi, riset, dan shooting,” kata Dede S. Wijaya, ketua Komite Film DKL.
Meskipun diberi kebebasan berekspresi dan kreativitas, kata Dede, pembuatan film ini juga diberi tema, yakni Mengembangkan potensi lokal melalui media film. Dari tema itu, masing-masing komunitas bisa mengembangkan ide setelah melihat kondisi lapangan.
Komunitas Film SMKN 5 Bandar Lampung mengambil subtema tentang pendidikan dan kesehatan. Komunitas Film Bhakti Utama, yang memang pernah menjuarai Festival Film Dharmajaya 2011, membuat subtema tentang mangrove dan lingkungan hidup. Dan Komunitas Escord subtemanya tentang pariwisata, sosial, dan budaya.
Selama proses produksi berlangsung, para filmmaker berdecak kagum, karena banyak hal yang dapat diangkat secara sinematik. Pertama, keindahan alam di Pahawang, keragaman suku yang ada di pulau tersebut, dan kelestarian mangrove tumbuh secara alamiah dengan berbagai macam jenis.
Film-film dokmenter yang mereka buat diharapkan mampu berbagi informasi tentang potensi, arah pengembangan, dan rencana penataan desa Pulau Pahawang. Film ini juga memberikan gambarkan kodisi existing Desa Pulau Pahawang. “Dengan film yang berkualitas dari segi artistik dan konten, kami bisa ikutkan ke kancah festival film nasional dan internasional, kata Firdaus Rusmil, ketua panitia kegiatan ini.
Selain produksi film, malam harinya seluruh komunitas film berbaur bersama masyarakat setempat dengan memberikan hiburan nonton film bareng. Ini sebagai apresiasi masyarakat dalam membantu terhadap kegiatan komunitas film selama produksi berlangsung. n (REL/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 9 Oktober 2011
No comments:
Post a Comment