KETERTARIKANNYA pada dunia graffiti mengantarkan David Irawan menjadi seniman yang diakui dan dikenal di kalangan street art. Sudah berbagai lomba dari lokal hingga nasional yang dia menangkan.
Bahkan saking seringnya David memenangi lomba, dia diminta teman-teman yang lain untuk tidak lagi jadi peserta. ”Sekarang hanya jadi juri saja,” kata mahasiswa FISIP Unila ini di Pasar Seni Enggal, Bandar Lampung, Jumat (6-1).
Dalam perlombaan di Bali dan Palembang, dia selalu menjadi juara I atau the best. Pernah David tidak sengaja ikut dalam perlombaan graffiti di Banten dan berhasil meraih juara I. ”Waktu itu lagi touring dan kebetulan motor mogok di Banten. Karena ada lomba graffiti jadi ikutan dulu dan akhirnya menang,” kata David.
Keahlian menggambar di tembok dengan menggunakan cat semprot didapat David dengan belajar sendiri dan mengamati orang lain. Saat masih kuliah di Inter Studi di Jakarta, dia terlibat aktivitas sebagai bomber, sebutan untuk kegiatan menggambar di tembok-tembok kosong.
”Waktu di Jakarta, di kampus memang ada tembok yang disediakan khusus untuk digambar. Ada dosen yang juga hobi graffiti dan mengajak mahasiswa gambar di tembok,” kata dia.
Dia pun rajin mengasah kemampuannya menggambar graffiti dengan berlatih membuat gambar pada tembok indekos. Awalnya membuat pola di kertas, kemudian dituangkan dalam gambar nyata di tembok.
Keahlian gambar street art ini memang dibentuk di jalanan. Jalanan yang menempa David sehingga mahir membuat graffiti. Dia pun kini bisa mural menggambar dengan kuas dengan media tembok. Bahkan kini menggambar ukuran besar tanpa harus membuat pola dahulu di kertas.
Kemampuan yang dia nilai sebagai anugerah ini berusaha untuk ditularkan pada yang orang lain. Graffiti bukan hal yang negatif dan berbeda dengan vandalisme. Menurutnya, seniman sudah banyak mengakui bahwa graffiti dan mural sebagai bagian dari seni rupa. Meskipun masih ada yang menolak untuk mengategorikan graffiti sebagai seni rupa.
David tertarik untuk mengembangkan graffiti di Lampung. Setelah pulang dari Jakarta, tahun 2004, dia dan beberapa temannya membuat komunitas Flash Squad tempat berkumpulnya para bomber. Namun, setelah Flash Squad vakum, tahun 2007 David dan Saktia Wicaksono membentuk Lampung Street Art (LAS) yang kini sudah cukup terkenal dan kerap diundang untuk hadir pada acara di daerah lain.
LSA kini cukup berkibar sebagai komunitas graffiti yang dikenal luas. Bahkan, Unila sempat menggandeng LSA untuk mengadakan lomba graffiti dengan menggambar tembok kolam renang. Pada saat acara Pameran Pembangunan yang diadakan Pemprov Lampung tahun 2011, graffiti diakomodasi sebagai salah satu perlombaan. ”Ini sebagai salah satu kesuksesan dunia graffiti di Lampung, bahwa Pemprov mengakui keberadaan graffiti sebagai sebuah seni,” kata dia.
David menegaskan graffiti sebagai seni menggambar di dinding, jauh berbeda dengan aktivitas vandal. Graffiti menghadirkan keindahan dan membantu agar wajah kota lebih menarik. Bukan untuk mengotori dan merusak keindahan kota.
Pemuda kelahiran Bandar Lampung, 28 Juni 1985 ini menilai dunia graffiti Lampung tidak jauh tertinggal dengan daerah Jawa. Bahkan kalangan street art di Jawa mengakui dan memuji kalangan seniman graffiti Lampung.
Kini LSA aktif membina beberapa ekstrakurikuler (ekskul) di sekolah. Beberapa sekolah yang sudah memiliki ekskul adalah SMAN 1 Bandar Lampung, SMAN 7 Bandar Lampung, dan SMAN 10 Bandar Lampung. LSA masuk ke sekolah-sekolah atas inisiatif pribadi. Mereka tanpa bayaran mengajarkan anak-anak SMA untuk berkesenian menggambar yang lebih ngepop.
Menurut David, anak-anak SMA perlu diarahkan untuk menyalurkan kegiatan pada hal yang lebih positif. Daripada hanya nongkrong-nongkrong saja, atau malah tawuran, lebih baik menyalurkan kreativitas. Graffiti bila ditekuni bisa menghasilkan pemasukan yang lumayan.
Kini beberapa SMA minta untuk diajarkan membuat graffiti. LSA pernah mendapat proyek menggambar tembok sampah di PT Nestle Panjang. David dkk. menggambar dunia bawah laut di tembok tersebut. Sebelumnya tembok tempat sampah menjadi hal yang menjijikkan. Namun, saat ini acara-acara gathering keluarga diadakan di dekat tembok sampah. Bahkan ada yang mau foto-foto dekat tembok itu.
Ini menunjukkan graffiti menjadi seni sekaligus pekerjaan yang menggiurkan. ”Kami dapat puluhan juta dari proyek itu,” kata dia.
LSA pun memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan nasionalisme di acara peringatan Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus. Sejak 2007 LSA memperingati Hari Kemerdekaan RI dengan membuat graffiti di tembok-tembok kosong dengan tema nasional.
Awalnya David belum berani terang-terangan sehingga menggambar pada malam hari. Namun, tahun 2008, sudah berani memperingati 17 Agustus dengan menggambar pada siang hari di salah satu tembok kosong di Jalan Raden Intan.
”Pernah ada polisi yang negor. Kami sampaikan bahwa LSA ngadain peringatan 17 Agustus dengan gambar. Akhirnya kami dibiarkan,” kata David.
Komunitas graffiti menunjukkan jiwa sosial dengan ikut berbagai kegiatan tanpa dibayar. Misalnya ikut acara donor darah dan kegiatan musik dengan demonstrasi menggambar dengan cat semprot yang disebut performance. Orang bisa menikmati demonstrasi LSA sambil menunggu giliran untuk donor darah.
Komunitas graffiti di Lampung hanya menggambar di tembok-tembok kosong yang memang layak untuk digambar. Fasilitas umum tidak akan pernah diganggu. ”Kami hanya gambar pada tembok kosong yang kami sebut sebagai polusi visual jika hanya dibiarkan kosong. Inilah bedanya grafiti dan vandalisme. Grafiti coba memunculkan sisi seni untuk memperindah kota, bukan hanya sekadar coret-coret,” kata dia.
David menilai pemerintah di Lampung lebih cuek soal graffiti. Di Lampung memang tidak ada pelarangan untuk membuat gambar di tembok. Di Yogyakarta, dunia graffitinya maju dan berkembang karena didukung pemda. Pemda menyediakan ruang publik khusus bagi para bomber. Bahkan saat ini ada wisata mural bagi wisatawan asing yang berkunjung ke Yogyakarta.
Kini komunitas graffiti dan mural sudah mulai banyak tumbuh di Lampung. Graffiti menjadi hal positif dan memperindah kota. David pun ingin menularkan semangat bahwa kota akan semakin hidup jika ditunjang dengan aktivitas graffiti. (PADLI RAMDAN/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 7 Januari 2012
No comments:
Post a Comment