BADAK sumatera adalah satwa yang sangat dilindungi karena terancam punah. Salah satu habitat hewan dengan nama latin Dicerorhinus sumatrensis ini di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Rhino Protection Unit (RPU) menjadi salah satu pengawal kelestarian si kulit tebal ini. Wartawan Lampung Post Sayuti sempat ikut patroli RPU beberapa waktu lalu.
Sekelompok orang berseragam serbahitam, dengan bawaan standar pasukan militer itu bergerak tegap menyusuri jalan setapak menuju hutam. Mereka adalah unit khusus yang tergabung dalam penyelamat badak sumatera yang dibentuk Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BBTNBBS).
Rhino Protection Unit (RPU), demikian nama unit khusus itu. Tim ini rutin berpatroli di hutan untuk menangkap pemburu satwa yang terancam punah itu di kawasan TNBBS yang membentang dari Tanggamus—Lampung Barat—Bengkulu.
Tugas-tugas yang diemban personel RPU yang identik dengan satuan antiperburuan di kawasan hutan TNBBS ini sungguh sangat berbahaya. Arif Rubiyanto, koordinator RPU Balai Besar TNBBS, mendeskripsikan kehidupan sehari-harinya personel RPU ini seperti mission impossible.
Bagaimana tidak, selain bertugas memantau habitat dan keberadaan badak sumatera dengan melakukan patroli menembus belantara hutan perawan selama berhari-hari bahkan berminggu, tidur beratapkan awan, berselimut embun, dengan hiburan kicauan burung dan lengkingan satwa serta sonata hutan lainnya.
Personel RPU ini tidak pernah menyerah. Mereka biasa bertarung melawan penebang liar, baku tembak dengan pemburu, berhasil bertahan selama berhari-hari di hutan tanpa makanan, dan bahkan menyamar sebagai pembeli produk hewan liar ilegal.
Ketika banyak konservasionis bekerja dengan bicara dari kantor-kantor, para anggota bekerja di lapangan. Mereka di hutan, di banjir hujan, di bebatuan, dan di lautan yang tak terprediksi. Sering merisikokan keselamatan hidupnya sendiri untuk menyelamatkan hewan-hewan liar Sumatera yang luar biasa unik dan sangat terancam itu.
RPU yang dibentuk tahun 1991 itu memiliki 16 unit patroli terlatih yang tersebar di tiga taman nasional. Masing-masing 8 unit di Bukit Barisan Selatan, 5 unit di Way Kambas, dan 3 unit di Ujung Kulon. Setiap unit terdiri dari seorang polisi kehutanan ditambah tiga penduduk lokal.
Di TNBBS ada 36 orang yang terlatih menjaga badak dan habitatnya. Dalam berpatroli, anggota tim antiperburuan ini tidak pernah kenal kompromi terhadap segala bentuk penyimpangan dalam kawasan konservasi. Mereka bukan hanya mengejar dan menangkap orang yang berniat berburu, juga para perambah hutan.
Dengan demikian, pasukan ini bukan cuma melindungi badak, tetapi hutan dan isinya.
Perjalanan patroli bukan perkara mudah. Meskipun disebut patroli, tim tidak selalu bertemu dengan satwa yang dijaganya. Tim hanya menemukan jejak-jejak berupa tapak kaki atau bekas makan, serta lintasan hewan yang sering dianalogikan sebagai wajah yang tak tahu malu itu.
Bekerja sambil menikmati alam yang luar biasa ini bukan tanpa risiko. Bagi Lampung Post, perjalanan ikut patroli adalah rekreasi, meskipun berisiko. Namun, bagi anggota tim, ini adalah tugas rutin mulia dengan dua sisi manfaat. Satu sisi mereka beribadah mendapatkan nafkah untuk keluarga, di sisi lain mereka mengabdi kepada negara untuk kelestarian alam.
Menjaga kelestarian satwa ini jelas bukan tugas mudah. Sebab, para pengganggu, baik sengaja atau tidak, adalah manusia. Mereka adalah para pencari burung, pencari rotan, pencari gaharu, pencari getah damar, dan kegiatan ilegal lain.
Kondisi medan yang berbukit dan dan jurang terjal, serta cuaca yang selalu lembap dan hampir selalu hujan merupakan tantangan tersendiri saat bertugas. Sering jika tim RPU melintasi satu bukit ke bukit lainnya setelah menyeberangi sungai, tim harus memanjat dan merayap ditebing yang curam dan licin. Bahkan salah satu personel RPU terjatuh dan luka di kaki dan tangannya.
Jika tim menyeberangi sungai, formasi tim harus selalu siap. Personel yang kuat harus menjaga personel yang lemah atau sakit karena sungai berbatu licin dan arus deras.
Kehati-hatian dalam menjaga keselamatan tim terhadap satwa predator, satwa berbisa, serta mamalia besar lainnya juga harus selalu diperhatikan. Itu semua merupakan tugas dan tantangan yang harus diselesaikan.
Pada patroli November lalu, tim menemukan jejak anak badak yang berusia sekitar 1—1,5 tahun. Temuan tersebut setelah melalui bukit-bukit curam dan menyeberangi sungai besar yang setiap hari terjadi banjir tiba-tiba. Temuan berada di daerah lembah sepi, di tepi sungai kecil yang di kelilingi bukit terjal. “Menemukan jejaknya berupa tapak kaki dan bekas kotorannya saja, kami sudah bangga. Sebab, satwa itu memang sudah sangat langka. Artinya, penemuan itu menandakan bahwa keberadaan badak ini masih ada,” kata dia.
Keringat dan darah kami terus menetes karena banyak digigit pacet. Kaki yang selalu lembap, rawan terserang kutu air.
Mengikuti patroli bersama tim RPU TNBBS itu timbul rasa syukur kepada Sang Khalik. Ternyata Bumi Indonesia dikaruniai wilayah yang memiliki keindahan alam yang luar biasa dan kekayaan kehidupan fauna (satwa) dan flora (tumbuhan) yang beraneka ragam dan khas.
Dalam kehidupan satwa misalnya, Indonesia adalah negara dan bangsa yang satu-satunya yang memiliki jenis badak terlengkap. Dari 5 (lima) jenis yang tersisa di dunia, Indonesia memiliki dua jenis badak, yaitu badak bercula satu (badak jawa) dan badak bercula dua (badak sumatera). Sedangkan Benua Afrika yang luas pun, walaupun memiliki dua jenis badak (badak hitam dan badak putih) keduanya bercula dua dan India hanya memiliki badak bercula satu (badak india).
Badak sumatera yang dijumpai di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan badak terkecil dan jenis yang paling primitif dari kelima jenis badak yang masih hidup di dunia.
Ciri-ciri yang khas dari badak sumatera, antara lain mempunyai bibir atas lengkung-mengait ke bawah (hooked upped), bercula dua, warna kulit cokelat kemerahan, serta lipatan kulit hanya terdapat pada pangkal bahu, kaki depan maupun kaki belakang. Kekhasan yang menonjol dari badak sumatera daripada jenis badak lainnya adalah kulitnya yang berambut. Waktu bayi seluruh kulit badannya ditutupi rambut yang lebat (gondrong) dan semakin jarang seiring dengan bertambahnya usia. (SAYUTI/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 15 Januari 2012
Alhamdulilah ... kami panjatkan Kehadirat tuhan yang maha Kuasa yang mana dengan keindahan cipta'an-cipta'annya untuk lebih mantap menambah keimanan kita kehadirat Allah SWT,
ReplyDeleteSelanjutnya trimakasih saya ucapkan kepada Tim Patroli hutan yang selalu menjaga kelesterian Alaam kita dari pemburu maupun pembalakan liar yang mana sangat antusias tanpa ada rasa kendur sedikitpun semangatnya " kepada para satria saya bangga kepada kalian semua, semoga perjuangan kalian mendapat Amal ibadah dari Allah SWT, MERDEKA INDONESIAKU, JAYA HIDUPKU,LESTARI ALAMKU "MERDEKAAAAAAAAAA"