BANDAR LAMPUNG (Lampost): Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak warisan budaya, termasuk bahasa daerah. Lebih dari 750 bahasa daerah berada di Indonesia, tapi sekitar 200 bahasa terancam punah karena penuturnya tidak lebih dari 500 orang.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unila Bujang Rahman mengatakan hal itu pada pembukaan lokakarya Penelitian dan Penulisan Akademik di Aula K FKIP Unila, Sabtu (3-3). Hadir dalam acara tersebut Ketua Masyarakat Lingusitik Indonesia (MLI) Pusat Faizah Sari, Wakil Ketua MLI Rindu Parulian, dan Tim MLI Pusat Bambang Kaswanti.
Selain untuk mengadakan workshop, kedatangan Tim MLI Pusat ke Unila untuk membicarakan penyelenggaraan Kongres Internasional MLI yang akan diadakan di Unila pada 2014 mendatang. “Unila akan menjadi tuan rumah acara bertaraf internasional yang diadakan setiap 2 tahun ini,” kata ketua MLI Lampung Cucu Sutarsyah.
Workshop yang dihadiri dosen, mahasiswa, dan peneliti ini bertujuan mengembangkan kualitas penelitian bahasa dan keterampilan menulis akademik untuk publikasi ilmiah. “Pelatihan ini adalah upaya mendukung peneliti lokal dan meningkatkan keterampilan menulis para peneliti,” ujar Cucu.
Menurut Bambang, dalam lokakarya ini peserta diajar mengolah data sampai menjadi karya ilmiah, sehingga dapat mengangkat hal menarik dari penelitian yang dibuatnya. “Saat ini banyak peneliti yang mengalami kesulitan mengolah data, padahal mereka sudah memiliki cukup data,” kata Bambang.
Terkait dengan Indonesia yang memiliki beragam bahasa daerah, Bambang menilai hal ini sebagai tantangan untuk dapat melestarikan kekayaan budaya tersebut. Usaha melestarikan bahasa dapat dilakukan melalui penelitian bahasa.
“Saya mendapat informasi bahwa bahasa Lampung merupakan salah satu bahasa yang terancam punah.” Menurutnya, banyak potensi yang dapat dimanfaatkan masyarakat Indonesia untuk melestarikan bahasa daerahnya, salah satunya melalui kawin campur.
Suami-istri yang menikah dan berasal dari suku berbeda memiliki potensi melestarikan bahasa daerahnya lebih besar dengan mengajarkan bahasa daerah masing-masing kepada anak. “Misalnya, ayahnya Batak dan ibunya Manado, ayah dan ibu dapat mengajarkan kedua bahasa tersebut kepada anak mereka,” ujar dia.
Sayangnya, keluarga yang kawin campur justru lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia untuk bercakap-cakap kepada anaknya, padahal bahasa Indonesia pasti akan dimengerti anak melalui pergaulan sehari-harinya.
Menurutnya, anak yang diajari banyak bahasa justru akan memiliki kecerdasan yang lebih tinggi dibanding anak yang hanya diajarkan satu bahasa, terutama usia sebelum sekolah. Pasalnya, masa tersebut merupakan masa emas bagi seorang anak sehingga orang tua dapat memanfaatkan masa ini untuk mengajar banyak bahasa kepada anak, termasuk bahasa daerah.
Terkait dengan Kongres Internasional MLI, Ketua MLI Faziah menjelaskan kongres ini akan dihadiri peneliti linguistik baik dari seluruh Indonesia maupun dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Australia, dan negara lain dari Asia Tenggara.
Terdapat sidang pleno dan paralel yang di dalamnya membahas berbagai hasil penelitian linguistik. Hasil kongres tersebut dimasukkan Jurnal Linguistik Indonesia yang terbit 2 kali setahun dan sudah memiliki versi online. (MG4/S-3)
Sumber: Lampung Post, Senin, 5 Maret 2012
No comments:
Post a Comment