BANDAR LAMPUNG (Lampost): Mamak Kenut merupakan salah satu tokoh dalam kumpulan tulisan Udo Z. Karzi yang diluncurkan di Toko Buku Fajar Agung, Bandar Lampung, Sabtu, (14-7). Buku terbitan Indepth Publishing ini merupakan kumpulan kolom yang sebelumnya dimuat di rubrik Nuansa surat kabar harian Lampung Post.
BUKU "MAMAK KENUT". Buku Mamak Kenut, Orang Lampung Punya Celoteh karya Udo Z. Karzi (kiri) diluncurkan dengan pembahas budayawan Iwan Nurdaya-Djafar (tengah) dan sastrawan Iswadi Pratama. (FOTO: M. REZA)
Dalam kesempatan tersebut, juga digelar diskusi buku Mamak Kenut: Orang Lampung Punya Celoteh yang memuat 101 tulisan ini. “Mamak Kenut saya angkat dari khazanah budaya atau tradisi lisan Lampung. Mamak Kenut dkk saya pakai untuk mengkritisi, mengkitik-kitik, dan mengingatkan hal-hal yang tidak pada tempatnya, tidak sesuai norma umum, atau perbuatan yang tidak etis,” kata Udo.
Wartawan ini tergerak menyatukan tulisannya dalam satu buku agar memudahkan masyarakat yang ingin membaca buah pikirannya itu. “Tulisan di koran biasanya hanya dibaca pada saat terbit. Tapi, kalau buku bisa lebih enak dibaca dan lebih mudah didokumentasikan,” kata dia.
Diskusi tersebut menghadirkan pembahas budayawan Iwan Nurdaya-Djafar dan sastrawan Iswadi Pratama dengan moderator Tri Purna Jaya dari Indepth Publishing.
Iwan berpendapat buku Mamak Kenut lebih tepat disebut nirbuku atau nonbook karena harus terdapat benang merah pada setiap tulisan dari awal sampai akhir. “Saya ingin menggarisbawahi, sifat khas nonbook yaitu berupa kompilasi, dalam hal ini bisa juga berupa kompilasi kolom,” kata Iwan.
Ia menilai tulisan-tulisan kolom Udo tersebut lahir dari semangat menyindir yang tidak menggunakan perumpamaan, tapi langsung pada pokok masalah khas Sumatera.
“Saya mengapresiasi buku ini karena kritis dan analitis terhadap masalah ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang terjadi di sekitar tokoh Mamak Kenut, Minan Tinja, Pithagiras, Radin Mak Iwoh, Paman Takur, Udien, dan nama-nama lainnya,” ujar Iwan.
Menutup pemaparannya, Iwan meminjam istilah Gus Dur yang menyebut tempe enak dibacem dan perlu, demikian pula tulisan Udo Z. Karzi tersebut yang enak dibaca dan perlu.
Sementara itu, Iswadi mengatakan buku ini adalah bacaan ringan tapi memiliki daya usik. “Maksudnya, buku ini mengusik pemikiran masyarakat untuk terus merefleksikan semua hal yang terjadi terutama masalah politik,” kata Iswadi.
Ia mengibaratkan buku ini sebagai oasis yang dapat menyegarkan di tengah-tengah dinamika kehidupan sehari-hari. Semoga buku ini dapat menjadi salah satu referensi bacaan masyarakat luas. (MG4/S-3)
Sumber: Lampung Post, Senin, 16 Juli 2012
BUKU "MAMAK KENUT". Buku Mamak Kenut, Orang Lampung Punya Celoteh karya Udo Z. Karzi (kiri) diluncurkan dengan pembahas budayawan Iwan Nurdaya-Djafar (tengah) dan sastrawan Iswadi Pratama. (FOTO: M. REZA)
Dalam kesempatan tersebut, juga digelar diskusi buku Mamak Kenut: Orang Lampung Punya Celoteh yang memuat 101 tulisan ini. “Mamak Kenut saya angkat dari khazanah budaya atau tradisi lisan Lampung. Mamak Kenut dkk saya pakai untuk mengkritisi, mengkitik-kitik, dan mengingatkan hal-hal yang tidak pada tempatnya, tidak sesuai norma umum, atau perbuatan yang tidak etis,” kata Udo.
Wartawan ini tergerak menyatukan tulisannya dalam satu buku agar memudahkan masyarakat yang ingin membaca buah pikirannya itu. “Tulisan di koran biasanya hanya dibaca pada saat terbit. Tapi, kalau buku bisa lebih enak dibaca dan lebih mudah didokumentasikan,” kata dia.
Diskusi tersebut menghadirkan pembahas budayawan Iwan Nurdaya-Djafar dan sastrawan Iswadi Pratama dengan moderator Tri Purna Jaya dari Indepth Publishing.
Iwan berpendapat buku Mamak Kenut lebih tepat disebut nirbuku atau nonbook karena harus terdapat benang merah pada setiap tulisan dari awal sampai akhir. “Saya ingin menggarisbawahi, sifat khas nonbook yaitu berupa kompilasi, dalam hal ini bisa juga berupa kompilasi kolom,” kata Iwan.
Ia menilai tulisan-tulisan kolom Udo tersebut lahir dari semangat menyindir yang tidak menggunakan perumpamaan, tapi langsung pada pokok masalah khas Sumatera.
“Saya mengapresiasi buku ini karena kritis dan analitis terhadap masalah ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang terjadi di sekitar tokoh Mamak Kenut, Minan Tinja, Pithagiras, Radin Mak Iwoh, Paman Takur, Udien, dan nama-nama lainnya,” ujar Iwan.
Menutup pemaparannya, Iwan meminjam istilah Gus Dur yang menyebut tempe enak dibacem dan perlu, demikian pula tulisan Udo Z. Karzi tersebut yang enak dibaca dan perlu.
Sementara itu, Iswadi mengatakan buku ini adalah bacaan ringan tapi memiliki daya usik. “Maksudnya, buku ini mengusik pemikiran masyarakat untuk terus merefleksikan semua hal yang terjadi terutama masalah politik,” kata Iswadi.
Ia mengibaratkan buku ini sebagai oasis yang dapat menyegarkan di tengah-tengah dinamika kehidupan sehari-hari. Semoga buku ini dapat menjadi salah satu referensi bacaan masyarakat luas. (MG4/S-3)
Sumber: Lampung Post, Senin, 16 Juli 2012
No comments:
Post a Comment