-- Budisantoso Budiman
Bandarlampung - Indonesia sebagai negara hukum dan memiliki konstitusi, semestinya berkewajiban melindungi hak-hak konstitusional seluruh warga negaranya, termasuk warga Moromoro yang bermukim di kawasan hutan Register 45, Kabupaten Mesuji, Lampung.
Bandarlampung - Indonesia sebagai negara hukum dan memiliki konstitusi, semestinya berkewajiban melindungi hak-hak konstitusional seluruh warga negaranya, termasuk warga Moromoro yang bermukim di kawasan hutan Register 45, Kabupaten Mesuji, Lampung.
Oki Hajiansyah Wahab, penulis buku Terasing di Negeri Sendiri, saat pembahasan bukunya di Moromoro, Mesuji, Lampung (FOTO: ANTARA LAMPUNG/Dok. Indepth Publishing)
Namun, menurut Oki Hajiansyah Wahab, penulis buku "Terasing di Negeri Sendiri", justru warga Moromoro itu merupakan potret fakta selama belasan tahun telah kehilangan hak-hak konstitusional mereka.
Pemda setempat tidak pernah mengakui keberadaan sebagai penduduk yang sah, hanya karena mereka berdiam di dalam kawasan hutan yang kini pengelolaannya di tangan pihak swasta itu.
"Akibatnya, hak yang seharusnya dinikmati dan dirasakan sebagai warga negara, tidak dapat dirasakan warga Moromoro ini," ujar Oki, penulis yang sedang melanjutkan studi doktor di Universitas Diponegoro Semarang itu pula.
Padahal, kata dia, hak-hak konstitusional merupakan hak setiap warga negara yang seharusnya dijamin penuh oleh konstitusi di negeri ini.
Aktivis yang juga aktif di Yayasan Bimbingan Mandiri (Yabima) dan juga pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung itu pun, terinspirasi untuk menuliskan kisah kepahitan yang dialami masyarakat Moromoro dalam sebuah buku yang kemudian diterbitkan pula dalam edisi bahasa Inggris, "Alienated in Their Own Homeland".
Dia pun mengutip pendapat Prof Wertheim, Indonesianis, dalam bukunya "Elite dan Massa", untuk menggambarkan secara sistematis perlakuan para elite terhadap massa rakyat.
Sadar atau tidak, para elite seringkali mengabaikan dan menyingkirkan keberadaan massa rakyat.
Para elite, baik pejabat maupun ilmuwan, seringkali menganggap rakyat dan kaum yang paling miskin sebagai "orang biasa yang tak perlu dianggap penting dan massa rakyat yang bodoh dan tak tahu apa-apa," kata Oki, mengutip buku tersebut.
Mereka menutup mata terhadap apa yang terjadi maupun dirasakan rakyatnya.
Para elite itu pun cenderung mengabaikan, membiarkan, dan meminggirkan atau bahkan menindas rakyatnya sendiri.
Oki mengakui, penulisan buku "Terasing di Negeri Sendiri" itu, terinspirasi dari kenyataan sosial dan juga pengalamannya selama membantu mendampingi masyarakat Moromoro dalam memperjuangkan hak mereka, menghadapi konflik yang boleh jadi terpanjang di Provinsi Lampung, berlangsung belasan tahun dan sudah melahirkan banyak korban, serta terdedah luas diekspose media massa nasional dan dunia.
Namun permasalahan yang dihadapi warga Moromoro itu, hingga kini belum juga dapat diselesaikan dengan baik.
Perlindungan Warga Negara
Saat membahas buku "Terasing di Negeri Sendiri" yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Umitra, di Bandarlampung, belum lama ini, terungkap benang merah bahasan bahwa konstitusi itu tidak begitu saja identik dengan konstitusionalisme.
Menurut Rudi, doktor ilmu hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung, lulusan Kobe University di Jepang, semangat perlindungan seluruh warga negara Indonesia yang ada dalam konstitusi tidak serta-merta berarti otomatis jaminan itu tersedia.
Kondisi perlindungan warga negara yang belum berjalan dengan baik itulah yang dialami warga Moromoro di Mesuji, Lampung, kata dia.
Rudi menggambarkan bahwa negara demokrasi modern, seperti Amerika Serikat, juga membutuhkan waktu untuk mewujudkan apa yang disebut dengan konstitusionalisme itu.
Selaku pembahas buku itu, dia menilai pengabaian hak-hak warga negara seperti yang terjadi di Moromoro adalah potret belum terinternalisasinya semangat konstitusionalisme di kalangan para penyelenggara negara.
Sedangkan Andi Surya, politikus yang juga pimpinan Perguruan Tinggi Umitra Lampung menyatakan keprihatinannya atas apa yang dialami oleh masyarakat Moromoro selama belasan tahun itu.
Dia berharap akan adanya perubahan kebijakan dialami warga Moromoro itu di bawah kepemimpinan Bupati Mesuji yang baru, Khamamik.
"Saya juga akan mencoba menanyakan kepada Pak Khamamik yang kebetulan dulu rekan saya di DPRD Lampung agar kiranya segera ada solusi yang memadai bagi masyarakat Moromoro itu," ujar politikus Partai Hanura Lampung itu pula.
Khamamik, Bupati Mesuji yang sebelumnya adalah anggota DPRD Lampung, diharapkan dapat mengambil kebijakan yang tidak lagi diskriminatif dan terus saja mengabaikan hak-hak warga Moromoro itu.
Oki Hajiansyah, selaku penulis buku itu, mengungkapkan bahwa penulisannya merupakan bagian dari upaya advokasi dan kampanye terhadap apa yang terjadi dan dialami warga Moromoro, di samping juga merupakan bagian dari rencana penelitian disertasinya.
Ia berharap buku itu kelak akan menjadi "general knowledge" bagi masyarakat Moromoro yang berjuang untuk pemenuhan hak-haknya.
Dr Tisnanta SH MHum, pakar hukum Unila mengungkapkan, perlu adanya hati nurani dalam menjalankan negara hukum.
Hukum hendaknya membahagiakan bagi rakyat, ujar doktor lulusan Universitas Diponegoro ini pula.
Dalam pengantar buku ini, Tisnanta mengutip jaminan konstitusi (Pembukaan UUD 1945) bahwa negara wajib melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa...dan seterusnya sebagai rumusan pesan dari para pendiri bangsa Indonesia yang diletakkan dalam kerangka Negara Hukum Pancasila.
"Namun, ketika atas nama hukum, pedang keadilan dihujamkan ke jantung hati anak negeri, maka menjadi kewajiban bagi semua orang untuk menggugat tindakan itu," kata dia pula.
Menurut dia, buku karya Oki ini adalah sebagian kecil gugatan penulisnya atas kehilangan hurani negara di Register 45 Mesuji, Lampung.
Dia menegaskan bahwa hidup di atas tanah sengketa itu, bukan berarti hak-hak yang dijamin konstitusi menjadi hilang atau bahkan dikriminalisasikan.
"Moral Negara Hukum Pancasila harus tetap meletakkan martabat warga negaranya dalam nurani atau kepedulian," ujar dia.
Menurut Tisnanta, bila para petinggi negara ini memahami konsep "a state with conscience and compassion", maka warga negara yang "terasing" di negerinya sendiri ini tak akan ada.
Namun sekalipun tidak menikmati jasa negara (terutama dalam bentuk pemenuhan hak politik dan pelayanan publik), warga Moromoro tetap melakukan kewajiban sebagai warga untuk mematuhi hukum, kata dia pula.
Buku ini memberikan gambaran bahwa sebenarnya warga Moromoro tidak merasa bahagia dengan menjadi warga negara Indonesia.
Tapi, mereka menyadari dan memahami bahwa negara bukan satu-satunya faktor yang memberi manfaat bagi warga negara, tertib sosial sebagai kerangka terciptanya keadilan sosial, mereka bangun melalui pelaksanaan kewajiban natural bagi sesama.
Tisnanta berharap buku yang merupakan sebuah bentuk tanggung jawab akademis dari penulisnya atas proses advokasi yang telah dilakukan, dapat membuat para petinggi negeri ini dapat belajat bagaimana mengelola negeri dan sekaligus belajar apa yang akan terjadi bila mereka gagal.
Doktor yang juga memberikan kata pengantar dalam buku itu, mengungkapkan bahwa sudah sepatutnya masyarakat Moromoro mendapatkan hak-hak konstitusionalnya, mengingat mereka juga warga negara Indonesia.
Kehilangan Hak
Selama belasan tahun masyarakat Moromoro kehilangan hak-haknya sebagai warga negara, akibat berdomisili di kawasan hutan Register 45 yang dikuasai oleh PT Sylva Inhutanni Lampung.
Laporan Akhir Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Mesuji, juga menyatakan bahwa terjadi pengabaian hak-hak konstitusional selama belasan tahun di Moromoro.
Akibatnya, tidak seperti warga negara lainnya, warga Moromoro kehilangan hak-hak dasarnya.
Semua fasilitas sosial dan umum di sini dibangun secara swadaya oleh masyarakat, ujar Syahrul Sidin, Sekjen Persatuan Petani Moromoro Way Serdang (PPMWS).
Oki Hajiansyah menjelaskan bahwa penjualan buku itu, termasuk di luar negeri ini, untuk mendukung keberadaan Pos Kesehatan Masyarakat Moromoro sebagai bentuk kontribusi bagi mereka.
Sebulan setelah peluncuran buku "Terasing di Negeri Sendiri", penerbit Indepth Publishing Bandarlampung meluncurkan edisi Inggris buku tersebut dengan judul "Alienated in Their Own Homeland", kemudian mendistribusikannya ke beberapa negara.
Manager Indepth Publishing, Tri Purna Jaya, menjelaskan bahwa pihaknya kini mencoba peruntungan dengan mendistribusikan buku-buku terbitannya itu ke luar negeri.
"Khusus untuk buku 'Alienated in Their Own Homeland' karya Oki Hajiansyah Wahab, jejaring kami di Hong Kong, Macau, Taiwan, dan Belanda, sudah menyatakan kesediaannya untuk mendistribusikan buku tersebut," kata dia.
Tri menjelaskan bahwa beberapa negara, seperti Kanada, Amerika Serikat, dan Australia, masih dalam tahap penjajakan mengingat semua masih terkendala dengan mekanisme pengiriman buku.
Khusus negara-negara yang sudah tidak ada masalah lagi, pihaknya memanfaatkan jaringan organisasi swadaya masyarakat dan juga mahasiswa Indonesia yang tengah studi di Belanda dan kebetulan pulang mudik pada Lebaran kali ini, ujar dia pula.
Menurut dia, buku edisi Inggris itu sedikit berbeda dengan edisi bahasa Indonesia sebelumnya.
Dalam buku itu, kata dia, pihaknya melengkapi dengan peta Kabupaten Mesuji, Register 45, posisi masyarakat Moromoro dan foto-foto dokumentasi masyarakat Moromoro.
"Kami mencetak 1.000 eksemplar edisi bahasa Inggris," ujar Tri.
Menurut dia, di Hong Kong, buku itu akan dipasarkan dengan harga 100 dolar Hong Kong (Rp118 ribu), dan di Eropa akan dijual 10 Euro (Rp120 ribu).
Penulis buku tersebut, Oki Hajiansyah Wahab, menjelaskan bahwa penerbitan buku edisi bahasa Inggris itu adalah upaya untuk menggalang dukungan bagi keberlanjutan Pos Kesehatan Masyarakat Moromoro yang dananya diperoleh dari hasil penjualan buku tersebut.
Selain itu, dia berharap buku sederhana itu akan menjadi pengantar untuk memahami apa yang terjadi di Moromoro di Register 45 Mesuji, Lampung.
Rudi, doktor di Fakultas Hukum Unila, lulusan Kobe University Jepang yang beberapa kali menjadi pembahas buku ini berharap, isi buku tersebut akan terus dikembangkan sehingga menjadi sumbangan bagi pengembangan ilmu hukum di Indonesia.
Rudi berharap pula, akan semakin banyak lagi penulis yang berani mempublikasikan karyanya di luar negeri.
Buku ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak, dan segera pula mendorong negara dan pemerintah untuk mengoreksi kebijakan diskriminatif terhadap warga Moromoro, agar tidak menjadi terus berkepanjangan tanpa akhir seperti sekarang ini. n
Sumber: Antara, Minggu, 5 Agustus 2012
Namun, menurut Oki Hajiansyah Wahab, penulis buku "Terasing di Negeri Sendiri", justru warga Moromoro itu merupakan potret fakta selama belasan tahun telah kehilangan hak-hak konstitusional mereka.
Pemda setempat tidak pernah mengakui keberadaan sebagai penduduk yang sah, hanya karena mereka berdiam di dalam kawasan hutan yang kini pengelolaannya di tangan pihak swasta itu.
"Akibatnya, hak yang seharusnya dinikmati dan dirasakan sebagai warga negara, tidak dapat dirasakan warga Moromoro ini," ujar Oki, penulis yang sedang melanjutkan studi doktor di Universitas Diponegoro Semarang itu pula.
Padahal, kata dia, hak-hak konstitusional merupakan hak setiap warga negara yang seharusnya dijamin penuh oleh konstitusi di negeri ini.
Aktivis yang juga aktif di Yayasan Bimbingan Mandiri (Yabima) dan juga pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung itu pun, terinspirasi untuk menuliskan kisah kepahitan yang dialami masyarakat Moromoro dalam sebuah buku yang kemudian diterbitkan pula dalam edisi bahasa Inggris, "Alienated in Their Own Homeland".
Dia pun mengutip pendapat Prof Wertheim, Indonesianis, dalam bukunya "Elite dan Massa", untuk menggambarkan secara sistematis perlakuan para elite terhadap massa rakyat.
Sadar atau tidak, para elite seringkali mengabaikan dan menyingkirkan keberadaan massa rakyat.
Para elite, baik pejabat maupun ilmuwan, seringkali menganggap rakyat dan kaum yang paling miskin sebagai "orang biasa yang tak perlu dianggap penting dan massa rakyat yang bodoh dan tak tahu apa-apa," kata Oki, mengutip buku tersebut.
Mereka menutup mata terhadap apa yang terjadi maupun dirasakan rakyatnya.
Para elite itu pun cenderung mengabaikan, membiarkan, dan meminggirkan atau bahkan menindas rakyatnya sendiri.
Oki mengakui, penulisan buku "Terasing di Negeri Sendiri" itu, terinspirasi dari kenyataan sosial dan juga pengalamannya selama membantu mendampingi masyarakat Moromoro dalam memperjuangkan hak mereka, menghadapi konflik yang boleh jadi terpanjang di Provinsi Lampung, berlangsung belasan tahun dan sudah melahirkan banyak korban, serta terdedah luas diekspose media massa nasional dan dunia.
Namun permasalahan yang dihadapi warga Moromoro itu, hingga kini belum juga dapat diselesaikan dengan baik.
Perlindungan Warga Negara
Saat membahas buku "Terasing di Negeri Sendiri" yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Umitra, di Bandarlampung, belum lama ini, terungkap benang merah bahasan bahwa konstitusi itu tidak begitu saja identik dengan konstitusionalisme.
Menurut Rudi, doktor ilmu hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung, lulusan Kobe University di Jepang, semangat perlindungan seluruh warga negara Indonesia yang ada dalam konstitusi tidak serta-merta berarti otomatis jaminan itu tersedia.
Kondisi perlindungan warga negara yang belum berjalan dengan baik itulah yang dialami warga Moromoro di Mesuji, Lampung, kata dia.
Rudi menggambarkan bahwa negara demokrasi modern, seperti Amerika Serikat, juga membutuhkan waktu untuk mewujudkan apa yang disebut dengan konstitusionalisme itu.
Selaku pembahas buku itu, dia menilai pengabaian hak-hak warga negara seperti yang terjadi di Moromoro adalah potret belum terinternalisasinya semangat konstitusionalisme di kalangan para penyelenggara negara.
Sedangkan Andi Surya, politikus yang juga pimpinan Perguruan Tinggi Umitra Lampung menyatakan keprihatinannya atas apa yang dialami oleh masyarakat Moromoro selama belasan tahun itu.
Dia berharap akan adanya perubahan kebijakan dialami warga Moromoro itu di bawah kepemimpinan Bupati Mesuji yang baru, Khamamik.
"Saya juga akan mencoba menanyakan kepada Pak Khamamik yang kebetulan dulu rekan saya di DPRD Lampung agar kiranya segera ada solusi yang memadai bagi masyarakat Moromoro itu," ujar politikus Partai Hanura Lampung itu pula.
Khamamik, Bupati Mesuji yang sebelumnya adalah anggota DPRD Lampung, diharapkan dapat mengambil kebijakan yang tidak lagi diskriminatif dan terus saja mengabaikan hak-hak warga Moromoro itu.
Oki Hajiansyah, selaku penulis buku itu, mengungkapkan bahwa penulisannya merupakan bagian dari upaya advokasi dan kampanye terhadap apa yang terjadi dan dialami warga Moromoro, di samping juga merupakan bagian dari rencana penelitian disertasinya.
Ia berharap buku itu kelak akan menjadi "general knowledge" bagi masyarakat Moromoro yang berjuang untuk pemenuhan hak-haknya.
Dr Tisnanta SH MHum, pakar hukum Unila mengungkapkan, perlu adanya hati nurani dalam menjalankan negara hukum.
Hukum hendaknya membahagiakan bagi rakyat, ujar doktor lulusan Universitas Diponegoro ini pula.
Dalam pengantar buku ini, Tisnanta mengutip jaminan konstitusi (Pembukaan UUD 1945) bahwa negara wajib melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa...dan seterusnya sebagai rumusan pesan dari para pendiri bangsa Indonesia yang diletakkan dalam kerangka Negara Hukum Pancasila.
"Namun, ketika atas nama hukum, pedang keadilan dihujamkan ke jantung hati anak negeri, maka menjadi kewajiban bagi semua orang untuk menggugat tindakan itu," kata dia pula.
Menurut dia, buku karya Oki ini adalah sebagian kecil gugatan penulisnya atas kehilangan hurani negara di Register 45 Mesuji, Lampung.
Dia menegaskan bahwa hidup di atas tanah sengketa itu, bukan berarti hak-hak yang dijamin konstitusi menjadi hilang atau bahkan dikriminalisasikan.
"Moral Negara Hukum Pancasila harus tetap meletakkan martabat warga negaranya dalam nurani atau kepedulian," ujar dia.
Menurut Tisnanta, bila para petinggi negara ini memahami konsep "a state with conscience and compassion", maka warga negara yang "terasing" di negerinya sendiri ini tak akan ada.
Namun sekalipun tidak menikmati jasa negara (terutama dalam bentuk pemenuhan hak politik dan pelayanan publik), warga Moromoro tetap melakukan kewajiban sebagai warga untuk mematuhi hukum, kata dia pula.
Buku ini memberikan gambaran bahwa sebenarnya warga Moromoro tidak merasa bahagia dengan menjadi warga negara Indonesia.
Tapi, mereka menyadari dan memahami bahwa negara bukan satu-satunya faktor yang memberi manfaat bagi warga negara, tertib sosial sebagai kerangka terciptanya keadilan sosial, mereka bangun melalui pelaksanaan kewajiban natural bagi sesama.
Tisnanta berharap buku yang merupakan sebuah bentuk tanggung jawab akademis dari penulisnya atas proses advokasi yang telah dilakukan, dapat membuat para petinggi negeri ini dapat belajat bagaimana mengelola negeri dan sekaligus belajar apa yang akan terjadi bila mereka gagal.
Doktor yang juga memberikan kata pengantar dalam buku itu, mengungkapkan bahwa sudah sepatutnya masyarakat Moromoro mendapatkan hak-hak konstitusionalnya, mengingat mereka juga warga negara Indonesia.
Kehilangan Hak
Selama belasan tahun masyarakat Moromoro kehilangan hak-haknya sebagai warga negara, akibat berdomisili di kawasan hutan Register 45 yang dikuasai oleh PT Sylva Inhutanni Lampung.
Laporan Akhir Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Mesuji, juga menyatakan bahwa terjadi pengabaian hak-hak konstitusional selama belasan tahun di Moromoro.
Akibatnya, tidak seperti warga negara lainnya, warga Moromoro kehilangan hak-hak dasarnya.
Semua fasilitas sosial dan umum di sini dibangun secara swadaya oleh masyarakat, ujar Syahrul Sidin, Sekjen Persatuan Petani Moromoro Way Serdang (PPMWS).
Oki Hajiansyah menjelaskan bahwa penjualan buku itu, termasuk di luar negeri ini, untuk mendukung keberadaan Pos Kesehatan Masyarakat Moromoro sebagai bentuk kontribusi bagi mereka.
Sebulan setelah peluncuran buku "Terasing di Negeri Sendiri", penerbit Indepth Publishing Bandarlampung meluncurkan edisi Inggris buku tersebut dengan judul "Alienated in Their Own Homeland", kemudian mendistribusikannya ke beberapa negara.
Manager Indepth Publishing, Tri Purna Jaya, menjelaskan bahwa pihaknya kini mencoba peruntungan dengan mendistribusikan buku-buku terbitannya itu ke luar negeri.
"Khusus untuk buku 'Alienated in Their Own Homeland' karya Oki Hajiansyah Wahab, jejaring kami di Hong Kong, Macau, Taiwan, dan Belanda, sudah menyatakan kesediaannya untuk mendistribusikan buku tersebut," kata dia.
Tri menjelaskan bahwa beberapa negara, seperti Kanada, Amerika Serikat, dan Australia, masih dalam tahap penjajakan mengingat semua masih terkendala dengan mekanisme pengiriman buku.
Khusus negara-negara yang sudah tidak ada masalah lagi, pihaknya memanfaatkan jaringan organisasi swadaya masyarakat dan juga mahasiswa Indonesia yang tengah studi di Belanda dan kebetulan pulang mudik pada Lebaran kali ini, ujar dia pula.
Menurut dia, buku edisi Inggris itu sedikit berbeda dengan edisi bahasa Indonesia sebelumnya.
Dalam buku itu, kata dia, pihaknya melengkapi dengan peta Kabupaten Mesuji, Register 45, posisi masyarakat Moromoro dan foto-foto dokumentasi masyarakat Moromoro.
"Kami mencetak 1.000 eksemplar edisi bahasa Inggris," ujar Tri.
Menurut dia, di Hong Kong, buku itu akan dipasarkan dengan harga 100 dolar Hong Kong (Rp118 ribu), dan di Eropa akan dijual 10 Euro (Rp120 ribu).
Penulis buku tersebut, Oki Hajiansyah Wahab, menjelaskan bahwa penerbitan buku edisi bahasa Inggris itu adalah upaya untuk menggalang dukungan bagi keberlanjutan Pos Kesehatan Masyarakat Moromoro yang dananya diperoleh dari hasil penjualan buku tersebut.
Selain itu, dia berharap buku sederhana itu akan menjadi pengantar untuk memahami apa yang terjadi di Moromoro di Register 45 Mesuji, Lampung.
Rudi, doktor di Fakultas Hukum Unila, lulusan Kobe University Jepang yang beberapa kali menjadi pembahas buku ini berharap, isi buku tersebut akan terus dikembangkan sehingga menjadi sumbangan bagi pengembangan ilmu hukum di Indonesia.
Rudi berharap pula, akan semakin banyak lagi penulis yang berani mempublikasikan karyanya di luar negeri.
Buku ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak, dan segera pula mendorong negara dan pemerintah untuk mengoreksi kebijakan diskriminatif terhadap warga Moromoro, agar tidak menjadi terus berkepanjangan tanpa akhir seperti sekarang ini. n
Sumber: Antara, Minggu, 5 Agustus 2012
No comments:
Post a Comment