TAMAN Nasional Way Kambas (TNWK) memiliki keindahan alam yang luar biasa. Selain tempat Pusat Latihan Gajah (PLG), hutan alamnya yang perawan begitu menakjubkan.
Mungkin Anda sering memasuki kawasan Pusat Latihan Gajah (PLG), tempat latihan gajah-gajah jinak yang "dijual" sebagai pertunjukan rekreasi untuk melihat atraksi gajah. Namun, bagi Anda yang hobi melihat panorama keindahan hutan, Kali Biru, bantaran sungai liar yang berada di kawasan TNWK, adalah surga lain di dunia.
Kali Biru ini eksklusif. Sebab, untuk memasukinya harus memiliki surat izin tertulis dari Balai TWNK dengan alasan yang tepat dan positif. Bukan sekadar izin omongan, izin alasan tepat dan positif juga harus dibuktikan dengan dokumen-dokumen yang mendukung alasan itu. Misalnya, untuk penelitian atau lainnya.
Lampung Post sempat menikmati spektakulasi Kali Biru yang memang benar-benar perawan beberapa waktu lalu. Tujuan dari kunjungan ke Kali Biru adalah mempromosikan indahnya hutan TNWK melalui tulisan Perjalanan yang terbit setiap hari Minggu.
Setelah Lampung Post diberi izin dari pihak Balai TNWK, sekitar pukul 08.00 kami menuju masuk di Pondok Way Kanan dengan menggunakan sepeda motor. Dari balai menuju Pondok Way Kanan membutuhkan waktu sekitar 1 jam, dengan jarak tempuh sekitar 30 kilometer.
Dalam perjalanan sepanjang 25 kilometer melewati hutan yang begitu rindang dan jarang dijamah orang umum. Itu terlihat masih leluasanya berbagai jenis binatang seperti kera, kancil, menjangan, dan sejumlah burung?burung cantik yang menghiasi pinggiran jalan menuju Pondok Way Kanan.
Tepat pukul 09.05 kami tiba di Pondok Way Kanan. Pondok tersebut memiliki keindahan yang alami, dan dilengkapi dengan semacam hotel mini, yang biasanya digunakan para tamu dari mancanegara untuk bermalam di sana.
Sembari beristirahat sejenak, karyawan TNWK yang ditugaskan di Pondok Way Kanan menyiapkan perahu speed yang akan dipergunakan untuk mengelilingi keindahan Kali Biru bersama Lampung Post.
Sekitar pukul 10.00, kami yang berjumlah enam orang mulai menaiki perahu kecil itu dan menuju Kali Biru. Sepanjang sungai Way Kanan menuju Kali Biru yang jaraknya sekitar 28 kilometer, dipenuhi pohon-pohon yang begitu teduh dan terkesan masih liar.
Selain itu, burung-burung pemakan ikan banyak berterbangan dan menyambar mangsanya di dalam Sungai Way Kanan.
Sekitar pukul 11.00, tiba di Kali Biru atau biasa
disebut dengan Kali Tempuran. Dengan panasnya terik matahari yang memanggang kepala kami, tidak menyurutkan niat kawan-kawan untuk menikmati keindahan kali tersebut.
Kejutan sempat membuat jantung kami berdegub keras saat kapal yang kami tumpangi seperti melakukan manuver slalom di pertemuan sungai atau dekat muara itu. Namun, tampaknya itu adalah kejutan oleh pengemudi perahu yang ingin menunjukkan sekawanan buaya yang sedang berdiam santai di pinggiran sungai dengan mata tanpa berkedip melihat kami melintas.
Setelah mencari tempat yang aman dan tempat yang layak untuk menyandarkan perahu, kami mulai merakit pancing yang sengaja kami siapkan dari rumah. Kali sedalam 17 meter itu memang menyimpan kekayaan alam berupa ikan yang sangat luar biasa. Yakni, ikan baung, kekes, gabus, dan kakap.
Namun, kegiatan memancing kami bukan untuk eksploitasi. Sebab, mengambil ikan di sungai ini tergolong illegal fishing. Artinya, kami diberi izin membawa pancing hanya untuk mengetahui potensi ikan di sungai yang masih sangat lestari itu. Hasil pancingan berupa ikan baung, gabus, dan kakap itu hanya untuk dikonsumsi sekadarnya.
Sekitar pukul 16.00, kami kembali menju Pondok Way Kanan. Dalam perjalanan dari Kali Biru ke Sungai Way Kanan, kami merasa puas bercampur ngeri. Betapa tidak, keindahan hutan dengan panorama pepohonan yang menunjang tinggi dan begitu besarnya, puas melihat keindahan sungai yang di hiasi dengan sinar matahari senja.
Namun, perasaan ngeri saat mendengar suara-suara binatang yang terdengar dari dalam hutan. Selama di hutan, udara dipenuhi suara beruang, gajah, siamang, dan sebagainya yang bersahutan. Juga ketakutan akan sejumlah buaya yang sedang menunggu mangsanya di pinggiran sungai.
Sekitar pukul 17.30 kami tiba di Pondok Way Kanan. Selanjutnya, kami kembali ke luar Taman Nasional Way Kambas. (AGUS SUSANTO/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 11 November 2012
Mungkin Anda sering memasuki kawasan Pusat Latihan Gajah (PLG), tempat latihan gajah-gajah jinak yang "dijual" sebagai pertunjukan rekreasi untuk melihat atraksi gajah. Namun, bagi Anda yang hobi melihat panorama keindahan hutan, Kali Biru, bantaran sungai liar yang berada di kawasan TNWK, adalah surga lain di dunia.
Kali Biru ini eksklusif. Sebab, untuk memasukinya harus memiliki surat izin tertulis dari Balai TWNK dengan alasan yang tepat dan positif. Bukan sekadar izin omongan, izin alasan tepat dan positif juga harus dibuktikan dengan dokumen-dokumen yang mendukung alasan itu. Misalnya, untuk penelitian atau lainnya.
Lampung Post sempat menikmati spektakulasi Kali Biru yang memang benar-benar perawan beberapa waktu lalu. Tujuan dari kunjungan ke Kali Biru adalah mempromosikan indahnya hutan TNWK melalui tulisan Perjalanan yang terbit setiap hari Minggu.
Setelah Lampung Post diberi izin dari pihak Balai TNWK, sekitar pukul 08.00 kami menuju masuk di Pondok Way Kanan dengan menggunakan sepeda motor. Dari balai menuju Pondok Way Kanan membutuhkan waktu sekitar 1 jam, dengan jarak tempuh sekitar 30 kilometer.
Dalam perjalanan sepanjang 25 kilometer melewati hutan yang begitu rindang dan jarang dijamah orang umum. Itu terlihat masih leluasanya berbagai jenis binatang seperti kera, kancil, menjangan, dan sejumlah burung?burung cantik yang menghiasi pinggiran jalan menuju Pondok Way Kanan.
Tepat pukul 09.05 kami tiba di Pondok Way Kanan. Pondok tersebut memiliki keindahan yang alami, dan dilengkapi dengan semacam hotel mini, yang biasanya digunakan para tamu dari mancanegara untuk bermalam di sana.
Sembari beristirahat sejenak, karyawan TNWK yang ditugaskan di Pondok Way Kanan menyiapkan perahu speed yang akan dipergunakan untuk mengelilingi keindahan Kali Biru bersama Lampung Post.
Sekitar pukul 10.00, kami yang berjumlah enam orang mulai menaiki perahu kecil itu dan menuju Kali Biru. Sepanjang sungai Way Kanan menuju Kali Biru yang jaraknya sekitar 28 kilometer, dipenuhi pohon-pohon yang begitu teduh dan terkesan masih liar.
Selain itu, burung-burung pemakan ikan banyak berterbangan dan menyambar mangsanya di dalam Sungai Way Kanan.
Sekitar pukul 11.00, tiba di Kali Biru atau biasa
disebut dengan Kali Tempuran. Dengan panasnya terik matahari yang memanggang kepala kami, tidak menyurutkan niat kawan-kawan untuk menikmati keindahan kali tersebut.
Kejutan sempat membuat jantung kami berdegub keras saat kapal yang kami tumpangi seperti melakukan manuver slalom di pertemuan sungai atau dekat muara itu. Namun, tampaknya itu adalah kejutan oleh pengemudi perahu yang ingin menunjukkan sekawanan buaya yang sedang berdiam santai di pinggiran sungai dengan mata tanpa berkedip melihat kami melintas.
Setelah mencari tempat yang aman dan tempat yang layak untuk menyandarkan perahu, kami mulai merakit pancing yang sengaja kami siapkan dari rumah. Kali sedalam 17 meter itu memang menyimpan kekayaan alam berupa ikan yang sangat luar biasa. Yakni, ikan baung, kekes, gabus, dan kakap.
Namun, kegiatan memancing kami bukan untuk eksploitasi. Sebab, mengambil ikan di sungai ini tergolong illegal fishing. Artinya, kami diberi izin membawa pancing hanya untuk mengetahui potensi ikan di sungai yang masih sangat lestari itu. Hasil pancingan berupa ikan baung, gabus, dan kakap itu hanya untuk dikonsumsi sekadarnya.
Sekitar pukul 16.00, kami kembali menju Pondok Way Kanan. Dalam perjalanan dari Kali Biru ke Sungai Way Kanan, kami merasa puas bercampur ngeri. Betapa tidak, keindahan hutan dengan panorama pepohonan yang menunjang tinggi dan begitu besarnya, puas melihat keindahan sungai yang di hiasi dengan sinar matahari senja.
Namun, perasaan ngeri saat mendengar suara-suara binatang yang terdengar dari dalam hutan. Selama di hutan, udara dipenuhi suara beruang, gajah, siamang, dan sebagainya yang bersahutan. Juga ketakutan akan sejumlah buaya yang sedang menunggu mangsanya di pinggiran sungai.
Sekitar pukul 17.30 kami tiba di Pondok Way Kanan. Selanjutnya, kami kembali ke luar Taman Nasional Way Kambas. (AGUS SUSANTO/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 11 November 2012
No comments:
Post a Comment