SIAPA bilang menjadi penulis adalah pekerjaan yang berat dan rumit? Menulis pun tidak perlu waktu khusus. Menjadi penulis tidak harus menjadi seorang sastrawan terlebih dahulu.
Rostuti Lusiwati Sitanggang menulis belasan buku di sela-sela kesibukannya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan ibu rumah tangga. Buku-buku yang ditulis Tuti didasarkan pada pengalaman sehari-hari.
Buku yang ditulis lulusan Universitas Hasanudin ini berbagai tema, misalnya cerita anak, pengembangan diri, dan hobi.
Buku yang ditulis solo oleh Tuti bercerita tentang soal tips dan pengalaman merawat hewan peliharaan di rumah. "Kebetulan saya memang punya pengalaman panjang merawat berbagai jenis hewan peliharaan. Jadi ini seputar pengalaman sendiri dan membaca berbagai literatur buku dan di internet," kata dia.
PNS di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung mulai menulis buku sejak 2011. Dia bersama penulis lain bekerja sama dalam membuat sebuah buku. "Kebanyakan buku yang ditulis bersama penulis lain. Hanya satu buku yang ditulis sendiri," kata ibu dua anak ini.
Buku karya Tuti dan beberapa temannya itu diterbitkan oleh penerbit-penerbit besar di Jawa. Buku-buku itu pun kini beredar ke banyak provinsi.
Dia memakai pola beli putus dengan penerbit yang mencetak bukunya. Tuti mendapatkan uang dari penerbit yang membeli bukunya. Selanjutnya, penerbit memiliki hak sepenuhnya untuk mencetak dan menyebarkan buku. "Saya pernah menulis buku sendiri tentang pengalaman memelihara hewan di rumah. Tebal naskah sebanyak 60 halaman Microsoft Word. Saya dibayar dengan beli putus Rp1 juta oleh penerbit," kata dia.
Menurutnya, ibu rumah tangga yang produktif menulis bisa menjadi salah satu sumber pemasukan. Bahan bisa diselesaikan di sela-sela kesibukan pekerjaan rumah dan kantor. Untuk menyiapkan tulisan buku, hanya perlu waktu dua minggu. Jika ditambah perbaikan naskah, perlu satu bulan.
Tuti memang hobi menulis sejak mahasiswa. Namun, dia belum berani untuk mengirimkan atau memublikasikan ke media. Setelah bergabung dengan komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN), kemampuannya makin terasah dan mendapat bimbingan dari beberapa orang yang sudah mahir.
Kolega Tuti di komunitas inilah yang menjadi rekan dalam menulis buku. Banyak ide untuk menulis buku atau tawaran menerbitkan buku dari komunitas yang tersebar di banyak provinsi ini.
Meskipun masih merasa sebagai penulis pemula, Tuti senang karyanya dibeli oleh penerbit nasional yang sudah memiliki jaringan ke banyak daerah.
Menulis menjadi ajang perempuan 36 tahun ini untuk mencari ketenangan di tengah kebisukan rumah dan kantor. Rutinitas pekerjaan membuatnya suntuk dan membutuhkan aktivitas yang menyenangkan dan membuatnya segar. Dia menilai dengan menulis membuat pikirannya terbuka dan lebih segar.
"Berkarya lewat buku menjadi ajang pembuktian diri bahwa saya punya kemampuan lain. Tidak hanya sekadar menulis, buku saya juga punya nilai jual dan layak dibaca sehingga penerbit pun mau mencetaknya,"
kata Tuti. (PADLI RAMDAN/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 3 Maret 2013
Rostuti Lusiwati Sitanggang menulis belasan buku di sela-sela kesibukannya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan ibu rumah tangga. Buku-buku yang ditulis Tuti didasarkan pada pengalaman sehari-hari.
Buku yang ditulis lulusan Universitas Hasanudin ini berbagai tema, misalnya cerita anak, pengembangan diri, dan hobi.
Buku yang ditulis solo oleh Tuti bercerita tentang soal tips dan pengalaman merawat hewan peliharaan di rumah. "Kebetulan saya memang punya pengalaman panjang merawat berbagai jenis hewan peliharaan. Jadi ini seputar pengalaman sendiri dan membaca berbagai literatur buku dan di internet," kata dia.
PNS di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung mulai menulis buku sejak 2011. Dia bersama penulis lain bekerja sama dalam membuat sebuah buku. "Kebanyakan buku yang ditulis bersama penulis lain. Hanya satu buku yang ditulis sendiri," kata ibu dua anak ini.
Buku karya Tuti dan beberapa temannya itu diterbitkan oleh penerbit-penerbit besar di Jawa. Buku-buku itu pun kini beredar ke banyak provinsi.
Dia memakai pola beli putus dengan penerbit yang mencetak bukunya. Tuti mendapatkan uang dari penerbit yang membeli bukunya. Selanjutnya, penerbit memiliki hak sepenuhnya untuk mencetak dan menyebarkan buku. "Saya pernah menulis buku sendiri tentang pengalaman memelihara hewan di rumah. Tebal naskah sebanyak 60 halaman Microsoft Word. Saya dibayar dengan beli putus Rp1 juta oleh penerbit," kata dia.
Menurutnya, ibu rumah tangga yang produktif menulis bisa menjadi salah satu sumber pemasukan. Bahan bisa diselesaikan di sela-sela kesibukan pekerjaan rumah dan kantor. Untuk menyiapkan tulisan buku, hanya perlu waktu dua minggu. Jika ditambah perbaikan naskah, perlu satu bulan.
Tuti memang hobi menulis sejak mahasiswa. Namun, dia belum berani untuk mengirimkan atau memublikasikan ke media. Setelah bergabung dengan komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN), kemampuannya makin terasah dan mendapat bimbingan dari beberapa orang yang sudah mahir.
Kolega Tuti di komunitas inilah yang menjadi rekan dalam menulis buku. Banyak ide untuk menulis buku atau tawaran menerbitkan buku dari komunitas yang tersebar di banyak provinsi ini.
Meskipun masih merasa sebagai penulis pemula, Tuti senang karyanya dibeli oleh penerbit nasional yang sudah memiliki jaringan ke banyak daerah.
Menulis menjadi ajang perempuan 36 tahun ini untuk mencari ketenangan di tengah kebisukan rumah dan kantor. Rutinitas pekerjaan membuatnya suntuk dan membutuhkan aktivitas yang menyenangkan dan membuatnya segar. Dia menilai dengan menulis membuat pikirannya terbuka dan lebih segar.
"Berkarya lewat buku menjadi ajang pembuktian diri bahwa saya punya kemampuan lain. Tidak hanya sekadar menulis, buku saya juga punya nilai jual dan layak dibaca sehingga penerbit pun mau mencetaknya,"
kata Tuti. (PADLI RAMDAN/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 3 Maret 2013
No comments:
Post a Comment