TAMAN tidak hanya sekadar menjadi tempat rekreasi. Ruang publik ini akan menjadi wadah segala macam aktifitas sosial. Public space akan menjadi perekat sosial yang bisa meredam potensi konflik.
Rafael, balita subur itu berlarian menghindari kejaran Eva, ibunya yang memegang mangkok. Derai tawa seolah tak henti dalam canda tarik ulur dalam rangka makan sore sang bocah di Lapangan Kalpataru, Rabu ((3-4) sore lalu.
Eva merasakan betul manfaat lapangan yang bisa dipakai oleh semua orang. Halaman rumah yang terbatas tidak memungkinkan Rafael, putranya untuk bebas bermain. Adanya Lapangan Kalpataru membuat anak-anak bebas berjalan dan berlari-lari sambil menghabiskan sore.
Menurut Eva, banyak orang tua yang datang bersama anaknya. Saat sesama orang tua bertemu di lapangan, muncullah obrolan ringan seputar anak. Dari situlah ada interaksi dan saling bertukar informasi antarorang tua yang sebelumnya sama sekali tidak kenal. “Kadang ada orang tua yang cerita tentang anaknya yang sulit makan. Yang lain bisa kasih masukan dan pengalaman soal anak-anak,” kata dia.
Lapangan Kalpataru yang juga menjadi taman di tengah kawasan permukiman padat di Kemiling ini menjadi tempat Eva mengenal orang-orang baru. Dia bisa bertemua dengan ibu-ibu rumah tangga lain dan bertukar informasi mengenai cara merawat anak.
Tak berbeda, di sudut lain di Bandar Lampung, hampir setiap sore, Suhartono (45) mengajak isteri dan putrinya bermain di Taman Dipangga, Telukbetung Barat. Alternatif tempat lain yang diakai Suhartono sebagai tempat bermain untuk anaknya adalah Lapangan Korpri, di Depan Kantor Gubernur Lampung.
Di kedua tempat itulah, dia menamani anaknya menghabiskan sore hingga menjelang malam. Taman dan ruang terbuka menjadi satu-satunya hiburan yang mudah diakses dan murah. Lokasi rumah Suhartono memang tidak jauh dari taman Dipangga.
Suhartono, isteri dan anaknya, duduk di kursi panjang di taman. Puterinya, Nila yang baru dua tahun ini begitu menikmati pemandangan di taman. Saat Nila berjalan, orang tuanya selalu mengamati dan tidak dibiarkan bermain terlalu jauh.
“Tempatnya kurang aman untuk anak-anak. Banyak tangga curam dan posisi tanah yang miring. Kalau tidak hati-hati, anak bisa jatuh,” kata warga Kelurahan Talang ini.
Meskipun menilai kondisi taman tidak ramah anak, Suhartono tidak punya pilihan tempat lain sebagai area bermain untuk anaknya. Dia berhapa pemerintah bisa menyediakan taman bermain yang lebih aman untuk anak. Kebersihan taman pun harus diperhatikan supaya anak lebih betah bermain.
Antonius Cepi selalu menunggu anaknya pulang les di Taman Dipangga. Sambil menunggu, dia menemani putra kecilnya bermain di taman. “Anak saya suka sekali main di taman. Sambil nunggu kakaknya pulang, dia bermain disini,” kata dia.
Taman Dipangga tidak hanya menjadi tempat Antonius menunggu saat menjemput anaknya. Terkadang, dia menjadikan taman sebagai tempat bertemu teman-temannya untuk sekedar mengobrol santai.
Pria 45 tahun itu merasakan betul keberadaan taman. Di taman itulah dia bisa bersantai bersama anak-anaknya. Suasana taman yang sejuk dan indah, bisa menjadi wahana untuk refresing dan rekreasi.
Jika tidak ke taman, Antonius mengajak keluarganya ke pantai. Dia yang tinggal di Kelurahan Kota Karang ini menjadikan taman dan pantai sebagai tempat bermain bersama kaluarga. “Kalau pantai kan harus bayar masuknya. Kalau taman ngga harus bayar,” katanya.
Eka Anita memanfaatkan Lapangan Kalpataru, Kemiling, untuk tempat olahraga. Sebelumnya, dia harus pergi ke Stadion Pahoman atau Lapangan PKOR Way Halim untuk olahraga pagi atau sore. Kini, wanita 39 tahun ini tidak perlu lagi pergi jauh-jauh untuk berolahraga.
“Olahraga sudah jadi kebutuhan. Waktu belum ada lapangan di dekat rumah, harus pergi ke PKOR atau stadion,” kata ibu rumah tangga ini.
Meskipun kondisinya belum memuaskan, kata Eka, Lapangan Kalpataru sudah cukup layak untuk dijadikan tempat olahraga. Setelah pemanasan dan melakukan sit up, dia langsung jogging berkeliling lapangan. “Sudah cukup nyaman walaupun masih kotor. Tapi tidak air di kamar mandinya. Pengunjung sulit untuk buang air. Padahal sudah ada kamar mandi,” kata warga Kemiling ini.
Eka menilai, keberadaan lapangan dan ruang terbuka menjadi tempat rekreasi dan hiburan. Di ruang terbuka seperti Lapangan Kalpataru inilah orang yang awalnya tidak saling kenal bisa mulai berinteraksi. Lama-lama bisa saling kenal karena sering bertemu dan berinteraksi di lapangan. (PADLI RAMDAN/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 7 April 2013
Rafael, balita subur itu berlarian menghindari kejaran Eva, ibunya yang memegang mangkok. Derai tawa seolah tak henti dalam canda tarik ulur dalam rangka makan sore sang bocah di Lapangan Kalpataru, Rabu ((3-4) sore lalu.
Eva merasakan betul manfaat lapangan yang bisa dipakai oleh semua orang. Halaman rumah yang terbatas tidak memungkinkan Rafael, putranya untuk bebas bermain. Adanya Lapangan Kalpataru membuat anak-anak bebas berjalan dan berlari-lari sambil menghabiskan sore.
Menurut Eva, banyak orang tua yang datang bersama anaknya. Saat sesama orang tua bertemu di lapangan, muncullah obrolan ringan seputar anak. Dari situlah ada interaksi dan saling bertukar informasi antarorang tua yang sebelumnya sama sekali tidak kenal. “Kadang ada orang tua yang cerita tentang anaknya yang sulit makan. Yang lain bisa kasih masukan dan pengalaman soal anak-anak,” kata dia.
Lapangan Kalpataru yang juga menjadi taman di tengah kawasan permukiman padat di Kemiling ini menjadi tempat Eva mengenal orang-orang baru. Dia bisa bertemua dengan ibu-ibu rumah tangga lain dan bertukar informasi mengenai cara merawat anak.
Tak berbeda, di sudut lain di Bandar Lampung, hampir setiap sore, Suhartono (45) mengajak isteri dan putrinya bermain di Taman Dipangga, Telukbetung Barat. Alternatif tempat lain yang diakai Suhartono sebagai tempat bermain untuk anaknya adalah Lapangan Korpri, di Depan Kantor Gubernur Lampung.
Di kedua tempat itulah, dia menamani anaknya menghabiskan sore hingga menjelang malam. Taman dan ruang terbuka menjadi satu-satunya hiburan yang mudah diakses dan murah. Lokasi rumah Suhartono memang tidak jauh dari taman Dipangga.
Suhartono, isteri dan anaknya, duduk di kursi panjang di taman. Puterinya, Nila yang baru dua tahun ini begitu menikmati pemandangan di taman. Saat Nila berjalan, orang tuanya selalu mengamati dan tidak dibiarkan bermain terlalu jauh.
“Tempatnya kurang aman untuk anak-anak. Banyak tangga curam dan posisi tanah yang miring. Kalau tidak hati-hati, anak bisa jatuh,” kata warga Kelurahan Talang ini.
Meskipun menilai kondisi taman tidak ramah anak, Suhartono tidak punya pilihan tempat lain sebagai area bermain untuk anaknya. Dia berhapa pemerintah bisa menyediakan taman bermain yang lebih aman untuk anak. Kebersihan taman pun harus diperhatikan supaya anak lebih betah bermain.
Antonius Cepi selalu menunggu anaknya pulang les di Taman Dipangga. Sambil menunggu, dia menemani putra kecilnya bermain di taman. “Anak saya suka sekali main di taman. Sambil nunggu kakaknya pulang, dia bermain disini,” kata dia.
Taman Dipangga tidak hanya menjadi tempat Antonius menunggu saat menjemput anaknya. Terkadang, dia menjadikan taman sebagai tempat bertemu teman-temannya untuk sekedar mengobrol santai.
Pria 45 tahun itu merasakan betul keberadaan taman. Di taman itulah dia bisa bersantai bersama anak-anaknya. Suasana taman yang sejuk dan indah, bisa menjadi wahana untuk refresing dan rekreasi.
Jika tidak ke taman, Antonius mengajak keluarganya ke pantai. Dia yang tinggal di Kelurahan Kota Karang ini menjadikan taman dan pantai sebagai tempat bermain bersama kaluarga. “Kalau pantai kan harus bayar masuknya. Kalau taman ngga harus bayar,” katanya.
Eka Anita memanfaatkan Lapangan Kalpataru, Kemiling, untuk tempat olahraga. Sebelumnya, dia harus pergi ke Stadion Pahoman atau Lapangan PKOR Way Halim untuk olahraga pagi atau sore. Kini, wanita 39 tahun ini tidak perlu lagi pergi jauh-jauh untuk berolahraga.
“Olahraga sudah jadi kebutuhan. Waktu belum ada lapangan di dekat rumah, harus pergi ke PKOR atau stadion,” kata ibu rumah tangga ini.
Meskipun kondisinya belum memuaskan, kata Eka, Lapangan Kalpataru sudah cukup layak untuk dijadikan tempat olahraga. Setelah pemanasan dan melakukan sit up, dia langsung jogging berkeliling lapangan. “Sudah cukup nyaman walaupun masih kotor. Tapi tidak air di kamar mandinya. Pengunjung sulit untuk buang air. Padahal sudah ada kamar mandi,” kata warga Kemiling ini.
Eka menilai, keberadaan lapangan dan ruang terbuka menjadi tempat rekreasi dan hiburan. Di ruang terbuka seperti Lapangan Kalpataru inilah orang yang awalnya tidak saling kenal bisa mulai berinteraksi. Lama-lama bisa saling kenal karena sering bertemu dan berinteraksi di lapangan. (PADLI RAMDAN/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 7 April 2013
No comments:
Post a Comment