Oleh Agus Wira Sukarta
BANDAR LAMPUNG - Provinsi Lampung yang merupakan penghasil kopi robusta terbesar di Tanah Air dengan produksi rata-rata 140 ribu ton per tahun, terancam tidak dapat mengekspor komoditas andalannya.
Kopi Robusta Lampung selama ini diekspor ke negara konsumen seperti Jepang, namun ekspor biji kopi kini ditolak oleh Negeri Sakura tersebut.
Negara konsumen itu beberapa waktu lalu sempat menolak sebanyak 130 kontainer biji kopi asal Lampung karena berdasarkan hasil tes kandungan bahan kimia biji kopinya melebihi yang disyaratkan negara Sakura tersebut yakni 0,01 miligram per kilogram.
Tim pembina perkopian Provinsi Lampung, yang terdiri atas Pemerintah Provinsi Lampung, akademisi, dan Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indoensia (AEKI) Lampung mencermati penolakan ekspor biji kopi daerah itu oleh Jepang dengan melakukan beberapa langkah konkrit seperti meningkatkan mutu dan mengurangi penggunaan bahan kimia untuk tanaman itu.
"Kami akan tingkatkan kembali pengawasan dan berupaya memenuhi persyaratan yang diminta oleh negara konsumen sehingga ekspor kopi Lampung tidak di'reject',' kata Wakil Gubernur Lampung MS Joko Umar Said di Bandarlampung, beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan bahwa beberapa waktu lalu ekspor kopi Lampung sempat ditolak Jepang karena biji kopinya mengandung bahan kimia karbaril yang melebihi ambang batas yang ditetapkan negara itu.
Jepang memberikan batas minimum kandungan karbaril pada kopi 0,01 miligram per kilogram. Sementara kandungan bahan kimia itu pada kopi di Lampung rata-rata 0,1 miligram per kilogram bahkan ada yang lebih.
Namun demikian, lanjutnya, negara konsumen juga harus 'fair' dalam menetapkan persyaratan yang diminta sehingga mereka tidak langsung menolak ekspor biji kopi Lampung.
Di sisi lain pelaku usaha atau eksportir juga harus jujur dengan kualitas barang yang akan diekspor tersebut.
Karena itu, lanjut dia, pihaknya juga akan meminta badan pengawasan dan sertifikasi mutu barang untuk meningkatkan fungsinya sehingga relugasi terkait ekspor kopi berjalan dengan baik.
Wakil Gubernur Lampung itu juga mengatakan tim pembina perkopian Lampung akan terus berupaya meningkatkan mutu dan produktivitas kopi daerah ini termasuk melengkapi persyaratan yang diminta oleh negara konsumen.
"Kuncinya agar ekspor kita tidak ditolak yakni dengan melengkapi persyaratan yang diminta negara konsumen sehingga dapat melindungi aktivitas perkopian Lampung sekaligus petani," katanya menambahkan.
Ketua Renlitbang AEKI Lampung Muchtar Lutfie, mengatakan ekspor biji kopi Lampung ke negara-negara yang menerapkan standar mutu barang seperti Jepang, AS dan Eropa harus melakukan uji kandungan karbaril terlebih dahulu sebelum dikirim agar tidak ditolak.
"Negara tersebut menerapkan syarat kandungan bahan kimia itu pada kopi, jika melebihi ambang batas maka komoditas kopi kita yang telah dikirim ke negara tujuan akan ditolak,' katanya.
Ia mengungkapkan sejak tiga tahun lalu ekspor kopi robusta dari Sumatera melalui Pelabuhan Panjang ke Jepang sering ditolak karena kandungan zat kimia pada kopi melebihi ambang batas yang disyaratkan negara tersebut.
Kini Amerika Serikat berdasarkan pemberitaan di media massa juga menolak ekspor kopi dari Sumatera khususnya Lampung karena komoditas itu juga mengandung karbaril dan bahan kimia lain seperti pestisida yang melebihi syarat yang telah ditentukan.
Menurut dia, penolakan tersebut bukan karena kesalahan petani saja dalam perlakuan terhadap tanaman kopi seperti pemberian pupuk dan penggunaan bahan kimia seperti pestisida dan karbaril yang tidak sesuai. Namun, eksportir juga harus bertanggung jawab atas penolakan tersebut karena seharusnya komoditas kopi yang akan diekspor ke negara tujuan melakukan uji kandungan bahan kimia tersebut.
Tim pembina perkopian Provinsi Lampung juga akan meningkatkan pengawasan terhadap ekspor biji kopi dengan melakukan pengawasan mulai dari sentra perkebunan kopi saat panen serta mengambil contohnya untuk diteliti apakah mengandung toksin, bahan kimia atau tidak, kata Ketua AEKI Lampung Sumita.
Ia menyebutkan, tim pembina perkopian juga meminta badan pengawasan sertifikasi dan mutu barang baik yang ada di Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Lampung dan Universitas Lampung dapat berperan untuk melakukan uji kandungan bahan kimia terhadap barang yang akan diekspor.
Selain itu lanjutnya, tim pembina perkopian juga meminta eksportir untuk melakukan uji kandungan bahan kimia terhadap barang yang akan di ekspor tersebut.
Di sisi lain menurut dia, petani juga harus terus meningkatkan kualitas tananam kopinya dan tidak terlalu banyak menggunakan bahan pestisida untuk membunuh insektisida karena bahan kimia tersebut akan masuk ke biji kopi.
Ia mengatakan bahwa ekspor biji kopi Lampung ke negara-negara yang menerapkan standar mutu barang seperti Jepang, AS dan Eropa harus melakukan uji kandungan karbaril terlebih dahulu sebelum dikirim agar tidak ditolak.
"Negara tersebut khususnya Jepang menerapkan syarat ketat kandungan bahan kimia itu pada kopi, jika melebihi ambang batas maka komoditas kopi kita yang telah dikirim ke negara tujuan akan ditolak," katanya.
Ia mengungkapkan beberapa tahun lalu ekspor kopi robusta dari Sumatera melalui Pelabuhan Panjang ke Jepang sering ditolak karena kandungan zat kimia pada kopi melebihi ambang batas yang disyaratkan negara tersebut.
Produksi kopi Lampung mencapai 142.000 ton per tahun dengan luas areal tanaman kopi 163.000 hektare dan sekitar 230.000 kepala keluarga menggantungkan hidupnya di sektor tersebut. n
Sumber: Antara, Senin, 24 Juni 2013
BANDAR LAMPUNG - Provinsi Lampung yang merupakan penghasil kopi robusta terbesar di Tanah Air dengan produksi rata-rata 140 ribu ton per tahun, terancam tidak dapat mengekspor komoditas andalannya.
Petani menjemur kopi di Blambangan Umpu, Waykanan, Lampung. (FOTO ANTARA/Gatot Arifianto) |
Negara konsumen itu beberapa waktu lalu sempat menolak sebanyak 130 kontainer biji kopi asal Lampung karena berdasarkan hasil tes kandungan bahan kimia biji kopinya melebihi yang disyaratkan negara Sakura tersebut yakni 0,01 miligram per kilogram.
Tim pembina perkopian Provinsi Lampung, yang terdiri atas Pemerintah Provinsi Lampung, akademisi, dan Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indoensia (AEKI) Lampung mencermati penolakan ekspor biji kopi daerah itu oleh Jepang dengan melakukan beberapa langkah konkrit seperti meningkatkan mutu dan mengurangi penggunaan bahan kimia untuk tanaman itu.
"Kami akan tingkatkan kembali pengawasan dan berupaya memenuhi persyaratan yang diminta oleh negara konsumen sehingga ekspor kopi Lampung tidak di'reject',' kata Wakil Gubernur Lampung MS Joko Umar Said di Bandarlampung, beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan bahwa beberapa waktu lalu ekspor kopi Lampung sempat ditolak Jepang karena biji kopinya mengandung bahan kimia karbaril yang melebihi ambang batas yang ditetapkan negara itu.
Jepang memberikan batas minimum kandungan karbaril pada kopi 0,01 miligram per kilogram. Sementara kandungan bahan kimia itu pada kopi di Lampung rata-rata 0,1 miligram per kilogram bahkan ada yang lebih.
Namun demikian, lanjutnya, negara konsumen juga harus 'fair' dalam menetapkan persyaratan yang diminta sehingga mereka tidak langsung menolak ekspor biji kopi Lampung.
Di sisi lain pelaku usaha atau eksportir juga harus jujur dengan kualitas barang yang akan diekspor tersebut.
Karena itu, lanjut dia, pihaknya juga akan meminta badan pengawasan dan sertifikasi mutu barang untuk meningkatkan fungsinya sehingga relugasi terkait ekspor kopi berjalan dengan baik.
Wakil Gubernur Lampung itu juga mengatakan tim pembina perkopian Lampung akan terus berupaya meningkatkan mutu dan produktivitas kopi daerah ini termasuk melengkapi persyaratan yang diminta oleh negara konsumen.
"Kuncinya agar ekspor kita tidak ditolak yakni dengan melengkapi persyaratan yang diminta negara konsumen sehingga dapat melindungi aktivitas perkopian Lampung sekaligus petani," katanya menambahkan.
Ketua Renlitbang AEKI Lampung Muchtar Lutfie, mengatakan ekspor biji kopi Lampung ke negara-negara yang menerapkan standar mutu barang seperti Jepang, AS dan Eropa harus melakukan uji kandungan karbaril terlebih dahulu sebelum dikirim agar tidak ditolak.
"Negara tersebut menerapkan syarat kandungan bahan kimia itu pada kopi, jika melebihi ambang batas maka komoditas kopi kita yang telah dikirim ke negara tujuan akan ditolak,' katanya.
Ia mengungkapkan sejak tiga tahun lalu ekspor kopi robusta dari Sumatera melalui Pelabuhan Panjang ke Jepang sering ditolak karena kandungan zat kimia pada kopi melebihi ambang batas yang disyaratkan negara tersebut.
Kini Amerika Serikat berdasarkan pemberitaan di media massa juga menolak ekspor kopi dari Sumatera khususnya Lampung karena komoditas itu juga mengandung karbaril dan bahan kimia lain seperti pestisida yang melebihi syarat yang telah ditentukan.
Menurut dia, penolakan tersebut bukan karena kesalahan petani saja dalam perlakuan terhadap tanaman kopi seperti pemberian pupuk dan penggunaan bahan kimia seperti pestisida dan karbaril yang tidak sesuai. Namun, eksportir juga harus bertanggung jawab atas penolakan tersebut karena seharusnya komoditas kopi yang akan diekspor ke negara tujuan melakukan uji kandungan bahan kimia tersebut.
Tim pembina perkopian Provinsi Lampung juga akan meningkatkan pengawasan terhadap ekspor biji kopi dengan melakukan pengawasan mulai dari sentra perkebunan kopi saat panen serta mengambil contohnya untuk diteliti apakah mengandung toksin, bahan kimia atau tidak, kata Ketua AEKI Lampung Sumita.
Ia menyebutkan, tim pembina perkopian juga meminta badan pengawasan sertifikasi dan mutu barang baik yang ada di Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Lampung dan Universitas Lampung dapat berperan untuk melakukan uji kandungan bahan kimia terhadap barang yang akan diekspor.
Selain itu lanjutnya, tim pembina perkopian juga meminta eksportir untuk melakukan uji kandungan bahan kimia terhadap barang yang akan di ekspor tersebut.
Di sisi lain menurut dia, petani juga harus terus meningkatkan kualitas tananam kopinya dan tidak terlalu banyak menggunakan bahan pestisida untuk membunuh insektisida karena bahan kimia tersebut akan masuk ke biji kopi.
Ia mengatakan bahwa ekspor biji kopi Lampung ke negara-negara yang menerapkan standar mutu barang seperti Jepang, AS dan Eropa harus melakukan uji kandungan karbaril terlebih dahulu sebelum dikirim agar tidak ditolak.
"Negara tersebut khususnya Jepang menerapkan syarat ketat kandungan bahan kimia itu pada kopi, jika melebihi ambang batas maka komoditas kopi kita yang telah dikirim ke negara tujuan akan ditolak," katanya.
Ia mengungkapkan beberapa tahun lalu ekspor kopi robusta dari Sumatera melalui Pelabuhan Panjang ke Jepang sering ditolak karena kandungan zat kimia pada kopi melebihi ambang batas yang disyaratkan negara tersebut.
Produksi kopi Lampung mencapai 142.000 ton per tahun dengan luas areal tanaman kopi 163.000 hektare dan sekitar 230.000 kepala keluarga menggantungkan hidupnya di sektor tersebut. n
Sumber: Antara, Senin, 24 Juni 2013
No comments:
Post a Comment