RAMADAN tiba. Saatnya kawasan GOR Saburai, Enggal, Bandar Lampung, menjadi pasar takjil. Tidak hanya penganan, tetapi ada aneka barang lain, juga aksi musik cetik asongan.
Merapat ke kawasan Pasar Seni Enggal sore hari, suara musik agak aneh sudah menyambut. Aneka lagu populer, baik berirama pop, jazz, blues, dangdut, bahkan rock dimainkan. Bedanya, dentang-dentang alat musik yang menggema terasa khas.
Ada petikan gitar listrik, rhythm, dan memandu irama dari keyboard, ada drum, tapi ada suara cetik dan rebana. Semua mengalun khas dan indah sebagai live music di pelataran pasar takjil Enggal sejak Ramadan bergulir.
Para pemusik yang menggelar lapak di tengah lapangan hijau itu menjadi daya tarik tersendiri pasar takjil Enggal tahun ini. Tak heran, saat matahari mulai condong ke barat, lokasi yang pada hari biasa dipakai untuk olahraga warga itu berubah menjadi pasar sore.
Lapangan hijau Enggal memang selalu menarik perhatian warga saat sore Ramadan. Sejak lama, pasar makanan menu berbuka puasa itu telah hadir di kawasan ini. Namun, semula berawal dari sepotong halaman lahan parkir bioskop Enggal di ujung Jalan Raden Intan.
Seiring kepadatan lalu lintas, pemerintah kota mengarahkan dan memindahkan pasar takjil ini ke lapangan Saburai. Hingga kini, lokasi itu masih tetap menjadi rujukan orang-orang untuk berbelanja makanan siap saji untuk berbuka puasa. Sebab, selain sekadar makanan, di sini juga dapat mengusir rasa lapar dengan aneka hiburan dan melepas kepenatan.
Aneka Makanan
Sejak pukul 14.30, suasana lapangan Enggal ramai penuh dengan jajanan pasar takjil. Tak ada tiket masuk bagi pengunjung. Cuma ada biaya tarif parkir.
Aneka jenis makanan hampir tersedia di tempat ini. Mulai dari minuman manis hingga sayur dan lauknya. Ada es jeli, serabi bandung, satai padang, kerak telur, kue kering, dan kue basah. Ada aneka makanan yang diolah dengan direbus, goreng, panggang, dan bakar. Ada juga gorengan, aneka sayur, ikan, siomay, semuanya bertumpah ruah di bawah tenda tarup yang biasa digunakan orang kondangan.
Satu tenda ukuran 5 x 4 meter itu berisi empat meja. Tiap mejanya pedagang menyewa ke pengelola pasar takjil Rp250 ribu untuk selama Ramadan.
Beberapa pedagang sibuk menjajakan makanan dari kotak ditaruh ke atas meja. Ibu-ibu rumah tangga yang tak mau repot memasak biasa membelinya di sini. Atau hanya sekadar jalan-jalan sore atau ngabuburit mengunjungi pasar membawa anak-anak mereka.
Pedagang balon dan mainan anak-anak tak ketinggalan mengisi momen keramaian ini. Pedagang menyapa calon pembeli berharap bisa mampir ke meja dan membeli dagangannya.
Sambil menunggu pembeli, pedagang sayur asyik memainkan batangan lidi yang ada lilitan tali plastik untuk menggusah lalat yang mencoba mencuri peruntungan. Pedagang mainan tak henti meneriakkan salah satu dagangannya untuk menarik pembeli.
Pedagang aneka makanan olahan dengan cara dipanggang mengumbar asap dengan aroma menyengat ke udara agar setiap hidung merasa tersanjung. Dan hampir semua pedagang memamerkan tempilan kue dan penganan supaya menggoda selera.
Pedagang musiman ini bukan semuanya dari latar pedagang makanan. Banyak dari mereka dari berbagai profesi, dari ibu rumah tangga hingga pegawai. Mereka mencari peluang dari banyaknya kebutuhan yang harus mereka cukupi dari datangnya Ramadan dan Lebaran. Bahkan, pengeluaran pada musim Ramadan akan terasa lebih besar dibanding pengeluaran bulan lain.
Ada juga mereka yang tak kebagian lapak, berdagang dengan modal bagasi belakang mobilnya. Menjajakan pakaian muslim pria dan wanita.
Rasa ingin makan saat berbuka yang tinggi membuat kita tertarik dengan dagangan yang disajikan pedagang kreatif itu. Lisa Amalia, misalnya, membawa 24 gelas berisi es jeli dengan tambahan sirop, gula, Nata De Coco, selasih, potongan agar untuk dijajakan di pasar ini. Dengan banderol Rp6.000 per gelas, PNS di Kota Bandar Lampung ini mengaku mengisi waktu dengan produktif. Bukan hanya es, dia juga menjajakan pempek lenggang, kue kering dalam toples, dan burgo. ?Biasanya abis terus Mas,? kata dia.
Yuliana, salah satu pengunjung, mengaku pilihan makanan di pasar Enggal banyak. Sore itu, ia membeli sayur, es jeli, dan kerupuk Palembang.
Maya Sodiana, warga Kotabaru, Bandar Lampung, tidak sekadar beli sayur. Ia mengajak suaminya dan anak-anaknya untuk membeli takjil sambil nyore. ?Tempatnya enak, strategis. Dua hari sekali kami ke sini,? kata dia.
Sore itu Maya membeli ikan gurame, martabak telur, jajanan pasar kue-kue, pempek, dan burgo. ?Saya suka karena orang Palembang, hee.?
Utami Dewi juga tak ketinggalan. Ia dengan tiga temannya menjajakan masakan sayur. Harganya satu porsi Rp10 ribu untuk ukuran plastik setengah kilo, dan Rp5.000 untuk sayur di plastik ukuran seperempat kilo. "Ibu yang masak," ujar wanita warga Rajabasa ini.
Ia dan pedagang lain memberikan uang kebersihan tiap harinya Rp2.000 ke petugas kebersihan. Dewi mengaku sudah 10 kali atau sepuluh tahun ikut partisipasi di pasar takjil Enggal ini. Penganan yang dijajakan antara lain bubur sumsum, serikaya, kolak biji salak, sayur, dan aneka gorengan. "Alhamdulillah mudah-mudahan habis dagangannya, kalo tidak habis saya sedekah ke masjid." (DIAN WAHYU/M1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 21 Juli 2013
Merapat ke kawasan Pasar Seni Enggal sore hari, suara musik agak aneh sudah menyambut. Aneka lagu populer, baik berirama pop, jazz, blues, dangdut, bahkan rock dimainkan. Bedanya, dentang-dentang alat musik yang menggema terasa khas.
Ada petikan gitar listrik, rhythm, dan memandu irama dari keyboard, ada drum, tapi ada suara cetik dan rebana. Semua mengalun khas dan indah sebagai live music di pelataran pasar takjil Enggal sejak Ramadan bergulir.
Para pemusik yang menggelar lapak di tengah lapangan hijau itu menjadi daya tarik tersendiri pasar takjil Enggal tahun ini. Tak heran, saat matahari mulai condong ke barat, lokasi yang pada hari biasa dipakai untuk olahraga warga itu berubah menjadi pasar sore.
Lapangan hijau Enggal memang selalu menarik perhatian warga saat sore Ramadan. Sejak lama, pasar makanan menu berbuka puasa itu telah hadir di kawasan ini. Namun, semula berawal dari sepotong halaman lahan parkir bioskop Enggal di ujung Jalan Raden Intan.
Seiring kepadatan lalu lintas, pemerintah kota mengarahkan dan memindahkan pasar takjil ini ke lapangan Saburai. Hingga kini, lokasi itu masih tetap menjadi rujukan orang-orang untuk berbelanja makanan siap saji untuk berbuka puasa. Sebab, selain sekadar makanan, di sini juga dapat mengusir rasa lapar dengan aneka hiburan dan melepas kepenatan.
Aneka Makanan
Sejak pukul 14.30, suasana lapangan Enggal ramai penuh dengan jajanan pasar takjil. Tak ada tiket masuk bagi pengunjung. Cuma ada biaya tarif parkir.
Aneka jenis makanan hampir tersedia di tempat ini. Mulai dari minuman manis hingga sayur dan lauknya. Ada es jeli, serabi bandung, satai padang, kerak telur, kue kering, dan kue basah. Ada aneka makanan yang diolah dengan direbus, goreng, panggang, dan bakar. Ada juga gorengan, aneka sayur, ikan, siomay, semuanya bertumpah ruah di bawah tenda tarup yang biasa digunakan orang kondangan.
Satu tenda ukuran 5 x 4 meter itu berisi empat meja. Tiap mejanya pedagang menyewa ke pengelola pasar takjil Rp250 ribu untuk selama Ramadan.
Beberapa pedagang sibuk menjajakan makanan dari kotak ditaruh ke atas meja. Ibu-ibu rumah tangga yang tak mau repot memasak biasa membelinya di sini. Atau hanya sekadar jalan-jalan sore atau ngabuburit mengunjungi pasar membawa anak-anak mereka.
Pedagang balon dan mainan anak-anak tak ketinggalan mengisi momen keramaian ini. Pedagang menyapa calon pembeli berharap bisa mampir ke meja dan membeli dagangannya.
Sambil menunggu pembeli, pedagang sayur asyik memainkan batangan lidi yang ada lilitan tali plastik untuk menggusah lalat yang mencoba mencuri peruntungan. Pedagang mainan tak henti meneriakkan salah satu dagangannya untuk menarik pembeli.
Pedagang aneka makanan olahan dengan cara dipanggang mengumbar asap dengan aroma menyengat ke udara agar setiap hidung merasa tersanjung. Dan hampir semua pedagang memamerkan tempilan kue dan penganan supaya menggoda selera.
Pedagang musiman ini bukan semuanya dari latar pedagang makanan. Banyak dari mereka dari berbagai profesi, dari ibu rumah tangga hingga pegawai. Mereka mencari peluang dari banyaknya kebutuhan yang harus mereka cukupi dari datangnya Ramadan dan Lebaran. Bahkan, pengeluaran pada musim Ramadan akan terasa lebih besar dibanding pengeluaran bulan lain.
Ada juga mereka yang tak kebagian lapak, berdagang dengan modal bagasi belakang mobilnya. Menjajakan pakaian muslim pria dan wanita.
Rasa ingin makan saat berbuka yang tinggi membuat kita tertarik dengan dagangan yang disajikan pedagang kreatif itu. Lisa Amalia, misalnya, membawa 24 gelas berisi es jeli dengan tambahan sirop, gula, Nata De Coco, selasih, potongan agar untuk dijajakan di pasar ini. Dengan banderol Rp6.000 per gelas, PNS di Kota Bandar Lampung ini mengaku mengisi waktu dengan produktif. Bukan hanya es, dia juga menjajakan pempek lenggang, kue kering dalam toples, dan burgo. ?Biasanya abis terus Mas,? kata dia.
Yuliana, salah satu pengunjung, mengaku pilihan makanan di pasar Enggal banyak. Sore itu, ia membeli sayur, es jeli, dan kerupuk Palembang.
Maya Sodiana, warga Kotabaru, Bandar Lampung, tidak sekadar beli sayur. Ia mengajak suaminya dan anak-anaknya untuk membeli takjil sambil nyore. ?Tempatnya enak, strategis. Dua hari sekali kami ke sini,? kata dia.
Sore itu Maya membeli ikan gurame, martabak telur, jajanan pasar kue-kue, pempek, dan burgo. ?Saya suka karena orang Palembang, hee.?
Utami Dewi juga tak ketinggalan. Ia dengan tiga temannya menjajakan masakan sayur. Harganya satu porsi Rp10 ribu untuk ukuran plastik setengah kilo, dan Rp5.000 untuk sayur di plastik ukuran seperempat kilo. "Ibu yang masak," ujar wanita warga Rajabasa ini.
Ia dan pedagang lain memberikan uang kebersihan tiap harinya Rp2.000 ke petugas kebersihan. Dewi mengaku sudah 10 kali atau sepuluh tahun ikut partisipasi di pasar takjil Enggal ini. Penganan yang dijajakan antara lain bubur sumsum, serikaya, kolak biji salak, sayur, dan aneka gorengan. "Alhamdulillah mudah-mudahan habis dagangannya, kalo tidak habis saya sedekah ke masjid." (DIAN WAHYU/M1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 21 Juli 2013
No comments:
Post a Comment