August 31, 2013

Konflik Memisahkan, Pers Menginformasikan, Budaya Menyatukan*)

Oleh Djadjat Sudradjat**)


JUDUL di atas memang terasa simplistis. Tetapi, anggaplah ini semacam tesis yang harus mendapat banyak tanggapan.  Konflik memang tak selamanya memisahkan,  pers kadang tak sekadar menginformasikan apa adanya tapi kerap juga “menafsirkan“, bahkan di masa Orde Baru sebagian fakta “harus” disembunyikan. Sementara budaya juga tak selamanya menjadi perekat dan membangun harmoni sosial.  Bukankah perbedaan budaya justru kerap menjadi faktor pemicu konflik?

Tetapi, kebudayaan sebagai “kata kerja”, seperti kata Van Peursen, adalah sebuah siasat manusia menghadapi hari depan. Ia melihat kebudayaan sebagai suatu proses pelajaran (learning process) yang terus menerus sifatnya. Di dalam proses ini bukan saja kreativitas dan inventivitas (penciptaan) merupakan faktor penting, melainkan keduanya kait-mengkait dengan pertimbangan-pertimbangan etis. Judul ini saya pilih juga sengaja agar ia menjadi harapan yang harus terus diperjuangkan. Menjadi  learning process yang terus menerus.

August 25, 2013

[Fokus] Mahasiswa KKN Agen Ilmu Pengetahuan

KEHADIRAN mahasiswa yang melakukan kuliah kerja nyata (KKN) memberi warna di daerah tujuan. Dengan kreativitasnya, mereka menjadi pintu masuk ilmu pengetahuan dan pembaruan di daerah.

Senin (19-8) pagi, beberapa titik di Kota Liwa dan sekitarnya terasa lebih ramai dari biasanya. Sejak sehari sebelumnya, puluhan muda-mudi terlihat hilir mudik dengan berbagai kesibukan. Mereka adalah mahasiswa FKIP Unila yang menempuh program kuliah kerja nyata (KKN) di wilayah Lampung Barat. Mereka sedang mempersiapkan beberapa agenda.


[Fokus] KKN Memahami Derap Lingkungan

SUASANA Lebaran masih semarak di Way Jepara, Lampung Timur, tetapi Monik sudah mulai gelisah dengan agenda lain. Mahasiswa semester tujuh FKIP Unila itu memang sedang libur dari kegiatan KKN di Pekon Cahayanegeri, Ngambur, Pesisir Barat. Pikirannya mengacu kepada tugas lepas Lebaran yang dekat dengan peringatan HUT ke-68 Republik Indonesia.

?Ya, karena ada mahasiswa KKN di situ, peratinnya (kepala desanya) meminta kami yang ngurus acara tujuh belasan. Makanya kami harus segera balik ke sana untuk persiapan,? kata gadis berjilbab ini.


[Reporter Cilik] Kota Liwa Penghasil Sayuran

MERASAKAN udara sejuk serta memandang hijaunya tanaman aneka sayuran tentunya sudah tidak asing lagi bagi anak-anak yang dilahirkan dan dibesarkan di Kota Liwa, Lampung Barat.

Reporter cilik Lampung Post di kebun sayuran di Liwa.
Seperti tiga reporter cilik Lampung Post ini; Rafael Faskal Yeremia dan Natanael Eldi Lukasim (SDN 1 Way Mengaku), serta Melly Kesuma (SDN 3 Way Mengaku). Mereka sudah terbiasa dengan kesegaran udara dan kesegaran sayur-mayur yang disantap setiap hari. Wah asyiknya, pastinya anak-anak Liwa sehat-sehat dong, ya!

[Refleksi] Warung Kopi

Oleh Djadjat Sudradjat

OBROLAN warung kopi. Ini sebuah pembicaraan yang rancak, penuh kesederajatan, kesadaran diri. Yang yang menjadi "moderator" adalah diri kita sendiri, masing-masing. Tak ada dominasi. Tak ada interupsi yang menegangkan seperti dalam tata diskusi yang formal. Apalagi seperti di parlemen kita, yang seolah-olah bersiurat tegang leher--karena tersebar sorot kamera?nyatanya kerap seperti gelembung sabun.

Di warung kopi, topik obrolan bahasan bisa berganti kapan kita suka. Ia semacam diskusi tak bertema. Yang melintas di kepala itulah yang dibicarakan. Ia mungkin serupa fiksi ketakesadaran. Melintas-lintas, liar, datang dan pergi, mungkin juga serupa mozaik, fragmen, atau potongan-potongan cerita yang tercecer. Pelakunya tanpa takut citra jadi turun, juga enggak peduli jadi naik.


[Fokus] Desa Laboratorium Hidup Mahasiswa

STUDI di perguruan tinggi kerap dinilai elitis dan berada di ranah pemikiran. Maka, kuliah kerja nyata (KKN) adalah laboratorium hidup peserta didik yang membumikan.

Pekon Negeriratu, Kecamatan Ngambur, Pesisir Barat, Lampung, pertengahan Ramadan 1434 H. Pagi itu, mendung menggantung. Pantai yang menghadap Samudera Indonesia itu terus digempur ombak yang bergulung-gulung setinggi 3 meter.


August 18, 2013

[Perjalanan] Teluk Lampung, Anugerah Terindah

GARIS pantai sepanjang 200-an kilometer di Teluk Lampung itu anugerah Tuhan. Aneka hajat, pariwisata, industri, dan kehidupan bertumpu.

Teluk Lampung
Lampu-lampu di ujung garis pantai itu seperti berkelip-kelip. Warnanya serupa kuning matahari yang mulai tenggelam di ufuk dan membias ke mana-mana. Suasana itu mengirimkan pesan romantis setiap sore yang hangat di seputaran Teluk Lampung.

August 4, 2013

[Fokus] Segubal Salah Satu Kue Piil

MESKI hanya berupa kue ketan yang dibungkus dengan daun pisang, segubal punya makna dalam masyarakat Lampung. Ia menjadi semacam simbol dan bagian dari tradisi adat yang penting dalam masyarakat Lampung.

Segubal, kue khas Lebaran Lampung
Kue ini sejajar dengan kue lapis legit dan engkak ketan sebagai sajian ?wajib? masyarakat Lampung. Buat orang Lampung, kue-kue ini adalah piil mereka yang mungkin saja membedakan dengan masyarakat lainnya.


[Fokus] Mewarisi Kue Tradisional Lampung

KUE lapis legit berharga Rp700 ribu seloyang itu dibuat oleh nenek tua. Padahal, di toko kue, nama yang sama harganya tidak separuhnya. Mengapa?

Loyang-loyang itu berjejer di dalam oven besar. Sesekali Nenek Hanim (70) melongok ke dalam oven untuk memastikan kue lapis legit yang dibuatnya tak gosong.

[Fokus] Lebaran Bernuansa Lampung

LEBARAN identik dengan penganan dan hidangan istimewa. Uniknya, kue-kue istimewa itu justru yang bernuansa tradisional, bahkan yang berbau primitif.

Penganan khas Lampung yang hanya ada saat Lebaran atau acara-acara adat kini menjadi barang yang mahal dan langka. Di perkotaan, harganya bisa mencapai ratusan ribu rupiah.


August 3, 2013

Jurusan Bahasa Lampung di Perguruan Tinggi

Oleh Chairul Anwar

ADA sesuatu yang miris ketika saya berbincang-bincang dengan para guru bahasa Lampung di provinsi ini. Sampai sekarang mereka tak dapat menikmati program sertifikasi yang diadakan oleh pemerintah. Padahal, program sertifikasi tersebut diberikan untuk semua guru bidang studi, tanpa terkecuali.

Namun, faktanya, sampai hari ini guru bahasa Lampung tidak memperolehnya. Jika mereka ingin mendapatkan program kesejahteraan itu, mereka harus melakukan manipulasi dengan mengubah mata pelajaran yang mereka berikan selama ini. Jika tidak, mereka tidak akan pernah menikmati sertifikasi tersebut.