January 31, 2014

Pengumuman Hadiah Sastra “Rancage” 2014

Keputusan

Hadiah Sastera  “Rancagé”  2014


Alhamdulilah  atas  rido Allah SWT dan bantuan  berbagai pihak yang menaruh perhatian terhadap perkembangan bahasa dan sastera ibu insya Allah Hadiah Sastera “Rancage” 2014 akan diberikan untuk   sastera Sunda buat yang  ke-26 kalinya, untuk sastera  Jawa buat ke-21 kalinya, untuk sastera Bali buat yang ke-18 kalinya dan untuk sastera Lampung buat keempat kalinya. Selain untuk sastera  Lampung  untuk  sastera Sunda, Jawa dan Bali, Hadiah Sastera “Rancagé”  diberikan setiap tahun tanpa lowong, artinya diberikan  saban tahun.  Dalam bahasa Lampung tidak setiap  tahun ada buku terbii,  sehingga Hadiah Sastera “Rancagé” tidak  bisa  diberikan setiap tahun. Tahun 2013 yang lalu terbit dua judul buku dalam bahasa Lampung, sehingga tahun ini ada Hadiah Sastera “Rancagé” untuk sastera Lampung.

Yayasan Kebudayaan “Rancagé menerima buku-buku dalam bahasa Madura dan bahasa Banjar terbitan tahun 2013. Dua judul buku bahasa Madura semuanya kumpulan puisi, dan keduanya ditulis oléh seorang penyair yaitu Yayan K.S. Kejhung Aghung merupakan kumpulan sajak modéren dalam bahasa Madura dan Puisi Jhâpamerupakan puisi mantera dalam bahasa Madura. Kecuali itu ada kiriman  buku kumpulan sajak dalam bahasa Banjar Sisigan Sungai karya Abdurrahman El Husaini. Tahun 2012 Yayasan “Rancagé”  juga mendapat kiriman dua judul buku kumpulan sajak dalam bahasa Banjar, yaitu Jukung Waktu dan Do’a Banyu  Mata keduanya karya Abdurrahman El-Husaini juga. Seperti pernah kami sampaikan, Hadiah Sastera “Rancagé” baru diberikan kepada karya dalam bahasa ibu selain Sunda, Jawa, Bali dan Lampung, kalau penerbitan buku dalam bahasa tersebut berlangsung tidak putus selama tiga tahun.  Maka untuk buku dalam bahasa Banjar dan Madura – begitu juga dalam bahasa Batak – tahun ini belum dapat  diberikan Hadiah Sastera “Rancagé”. 

January 27, 2014

[Tajuk] Merawat Peradaban

MENELUSURI rekam jejak peradaban dan kejayaan masa lalu Lampung bisa lewat situs cagar budaya. Kecerobohan melestarikan situs berakibat pada pudarnya kesempatan generasi mendatang untuk memahami sejarah peradaban daerah ini.

Situs Mojopahit di Desa Abung Pekurun,
Kecamatan Abung Pekurun, Lampung Utara.
Kecerobohan itulah yang kini dipertontonkan secara terang-terangan di daerah ini. Sejumlah situs cagar budaya tidak terawat dan rusak dengan alasan tidak ada dana pemeliharaan.


January 26, 2014

[Lampung Tumbai] Lingkaran Setan di Lampung

Oleh Frieda Amran
Penyuka sejarah, bermukim di Belanda

P.P. Roorda van Eysinga tercengang melihat banyaknya orang yang menyandang gelar-gelar kehormatan di Lampung. Gelar-gelar itu dahulu kala diberikan oleh Sultan Banten kepada orang-orang yang setia kepadanya dan mampu menghasilkan banyak lada. Konon, ada pula orang-orang yang berhasil mengerahkan massa sehingga memiliki kekuasaan besar di suatu daerah tertentu.

Asisten-Residen Rademakers
di Sungai Tulangbawang, 1922.
(Tropen Museum, Amsterdam)
Bagaimanapun, daerah-daerah di Lampung terbagi-bagi ke dalam daerah-daerah yang masing-masing dikuasai oleh seseorang. Menghadapi entah berapa banyak kekuasaan otonom seperti itu, orang Belanda kebingungan.  Setiap upaya yang direncanakan untuk mengembangkan Lampung (demi mengisi kantong Hindia-Belanda) ditentang oleh orang-orang yang berkuasa itu.

[Refleksi] Tabiat (2)

Oleh Djadjad Sudradjat

Djadjad Sudradjat
"PERJUANGAN melawan lupa," kata sastrawan Cekoslowakia, Milan Kundera, menurut saya adalah perjuangan sepanjang masa. Ia tak hanya melawan penguasa, tapi juga melawan tabiat buruk kita, yakni watak yang tak memuliakan kejujuran. Kebiasaan "wani piro?" pada setiap hajatan politik apa pun namanya: pemilu legislatif, pemilihan presiden, gubernur, bupati/wali kota. Bahkan pemilihan kepala desa pun kini penuh tabiat buruk itu. Uang sudah menjadi alat transaksi segala rupa, segala urusan.

Perjuangan melawan lupa, juga harus diarahkan terhadap ambivalensi atau paradoks sikap. Kita membenci politik transaksional, tapi sebagian kita juga menikmatinya. Kita ingin perubahan, tapi juga kita meneruskan cara tercela dalam memilih wakil rakyat dan pemimpinnya. Kita marah pada korupsi, tapi secara terang-terangan dan diam-diam juga mendukung laku itu. Melakukan politik uang jelas bagian dari upaya menyuburkan korupsi itu.

January 25, 2014

Manuskrip Kuno, Mengapa dan Kenapa?

Oleh Karina Lin 

TULISAN ini terinspirasi oleh artikel opini yang berjudul Menyelamatkan Manuskrip Kuno Lampung yang ditulis Rijal Firdaos (Lampung Post, 26 Desember 2013). Setelah membaca tulisan beliau yang menyinggung-nyinggung perihal filologi, yakni suatu cabang ilmu sejarah yang terfokus pada pengkajian naskah-naskah kuno; dan beberapa manfaat yang didapatkan apabila kita melakukan penelusuran naskah, arsip, atau manuskrip kuno (baca: menerapkan ilmu filologi) khususnya naskah, arsip, dan manuskrip kuno Lampung, membuat saya tercenung.

Secara garis besar, saya setuju dengan pandangan-pandangan yang dikemukakan beliau dalam artikel opininya itu. Namun, tidak terhindarkan, pascamembaca tulisan yang bersangkutan, menimbulkan serangkaian pertanyaan baru, seperti bagaimana caranya dan terutama mempertanyakan ?mengapa dan kenapa patut diselamatkan?

January 24, 2014

[Inspirasi] Ari Pahala Hutabarat: Sang Pujangga Angkutan Kota

Oleh Rudiansyah


Sejak saat itu, membaca sudah menjadi kebutuhan hidup saya selain makan, minum, dan bernapas.

Ari Pahala Hutabarat
TATAPNYA mengarah ke langit-langit ruangan. Lelaki di atas kursi plastik itu berkeras mengingat sesuatu. Temaram lampu membayangi mukanya yang oval. "Ya, di angkot, benar di angkot, haha...” serunya memecah suasana dengan tawa lebar mengembang.

Ari Pahala Hutabarat, demikian namanya. Lelaki berpostur jangkung ini dikenal lewat rangkaian kata-kata dalam puisinya. Ia baru saja teringat tempat yang kerap mempertemukannya dengan hal yang kini sangat dekat pada dirinya.


January 21, 2014

Situs di Abungpekurun Terancam Punah

Oleh Yudhi Hardiyanto

Mungkin ada sekitar seratusan situs yang hilang karena tenggelam di dasar bendungan atau dicuri orang.

SITUS MOJOPAHIT. Seorang warga menunjukkan situs Mojopahit  di Desa
Abungpekurun, Kecamatan Abungpekurun. Situs bersejarah tersebut salah
satu dari 12 situs yang masih dijaga dan dilestarikan warga desa.
(LAMPUNG POST/YUDHI HARDIYANTO)
SITUS bersejarah di Kecamatan Abungpekurun, Kabupaten Lampung Utara, terancam punah. Sejauh ini belum ada perhatian dari instansi terkait guna pelestarian situs-situs yang tersebar di sejumlah desa di kecamatan setempat.


January 20, 2014

Huruf R (Ra) dalam Bahasa Lampung

Oleh Novan Saliwa


Novan Saliwa
SANGAT menarik membaca tulisan Diandra Natakembahang berjudul Perdebatan Penggunaan Kh dan Gh dalam Penulisan Kotakata Lampung, yang dimuat Lampung Ekspres Plus, 13 dan 15 Januari 2014 di halaman 1. Terus terang saya yang di Yogyakarta tidak mempunyai akses membaca yang dimuat di Lampung Ekspres Plus. Tapi, syukurlah beliau telah menyebarkan tulisannya itu dalam bentuk catatan Facebook (10/01/2014), sehingga saya bisa membacanya secara utuh, termasuk menyimak komentar-komentar di dinding Facebook Diandra.

Sebelum masuk ke isi tulisan, judul ini saya pinjam dari catatan Facebook Udo Z. Karzi (07/06/2013) berjudul sama. Semoga Udo tidak keberatan. Lalu, saya baca judul tulisan Diandra: Perdebatan Penggunaan Kh dan Gh dalam Penulisan Kosakata Lampung. Kalau melihat judul itu, seolah terjadi "pertengkaran" antara pengguna huruf kh dan pemakai huruf gh. Barulah ketika saya membaca artikelnya, saya mafhum bahwa Diandra justru meributkan penggunaan huruf r (ra) dalam penulisan bahasa Lampung. Dan, yang menjadi sasaran tembak adalah Udo Z. Karzi.

January 19, 2014

[Lampung Tumbai] Pandangan Pertama pada Lampung

Oleh Frieda Amran
Penyuka sejarah, bermukim di Belanda


Gadis Lampung, tanpa tahun
(Tropen Museum, Amsterdam)
PADA 1810, Sultan Palembang memutuskan untuk menjual timah dari Pulau Bangka kepada Inggris. Ia tak mau lagi bekerja sama dengan Belanda. Ketika itulah, Marsekal Daendels di Batavia mulai melirik Lampung. Ia berniat menyerang pertahanan Sultan Palembang dengan mengirimkan pasukan-pasukan untuk menyerang Palembang melalui Sungai Tulangbawang.

Akan tetapi, sebelum niat itu dapat diejawantahkannya, Inggris merangsek masuk Pulau Jawa. Daendels kerepotan membela diri sehingga ia tak sempat lagi memikirkan Lampung dan punggung Sultan Palembang yang hendak ditusuknya dari belakang.


[Reporter Cilik] Koleksi Tanaman Langka di Kebun Raya Liwa

Reporter cilik Lampung Post: 
Farishan Saputra, Alexander Almas Santosa, dan Adila Justisia dari SDN 1 Way Mengaku, Lampung Barat.


FOTO-FOTO: LAMPUNG POST/ELIYAH
BUNGA bangkai, anggrek hitam, sirih, talas, hei...itu ada pohon sakura juga! Kami bertiga asyik mengeja nama-nama tanaman langka yang dikembangbiakkan di Kebun Raya Liwa, Lampung Barat.

Kami mengunjungi lokasi pusat pembibitan tanaman langka ini, Jumat (17/1) lalu. Ratusan tanaman langka ini dibudidayakan di dalam sebuah ruang yang dilindungi paranet.

[Refleksi] Tabiat

Oleh Djadjat Sudradjat


Djadjat Sudradjat
LAMPUNG adalah sebuah paradoks.  Di sini segala pemangku kepentingan bisa saling bertemu, tapi agaknya tak saling "bertegur sapa". Ia membaur tapi tak melebur. Ia tetap dalam "mimpi" sendiri-sendiri. Seolah mengikuti  geografi dengan gunung, laut, dan huma yang terlihat  saling memandang, tapi tak saling bicara.
   
Bandar Lampung juga telah menjelma menjadi kota yang padat dan riuh. Penuh mal, minimarket, dan ruko.  Ia serupa kota-kota lain yang tengah bertumbuh dengan identitas yang tak jelas. Serbabergegas, tanpa ruang "berhenti" untuk berkontemplasi. Miskin perspektif kultural dalam membangun kota untuk mengajak kita mengenali diri  sendiri: Lampung yang agung! Memang ada penanda siger yang dipasang di bagian depan bangunan. Tapi, di balik itu seperti tak ada kebanggaan budaya  yang menggetarkan  sukma.
   

[Fokus] Kuliner Ringan di PKOR Way Halim

Oleh Meza Swastika

GEROBAK berwarna hijau itu nyaris miring karena terus dipadati oleh pembeli yang mengantre memesan makanan. Tepat di belakang gerobak itu, wajan besar dengan puluhan potong ayam goreng yang mulai matang.

Di belakangnya dua pria bercelemek bekas karung tepung serius menggiling bumbu sambal di atas cobek. Sementara empat baris meja panjang itu terlihat penuh dengan pengunjung yang saling berimpit. Pemandangan pada awal tahun 2000-an itu seperti tak berubah hingga kini.


[Fokus] Sulitnya Mencari Kuliner Khas Lampung

Oleh Meza Swastika


Restoran dan rumah makan terus bertumbuh di Bandar Lampung. Tetapi, sulit mendapatkan kuliner khas dengan identitas Lampung.

DIRHAM gelagapan ketika wisatawan asal Jakarta yang ia bawa ke Teluk Kiluan bertanya tentang masakan khas Lampung. Ia kebingungan, tak bisa menjawab dan tak tahu harus membawa wisatawan itu ke mana.


[Fokus] Kuliner Menjemput Konsumerisme Bandar Lampung

Oleh Meza Swastika


RUANG restoran seluas lapangan futsal di salah satu mal di pusat Kota Bandar Lampung itu penuh dengan pengunjung. Tak tersisa satu meja pun.

Suasana sebuah tempat kuliner di Bandar Lampung.
Enam remaja yang masih berseragam putih abu-abu itu terpaksa masuk daftar tunggu urutan ketiga dari dua tamu lain yang juga menunggu agar bisa mendapat tempat di restoran cepat saji itu.


January 17, 2014

KoBER Road to Campus Pentaskan Karya Arifin C Noer

Komunitas Berkat Yakin mementaskan lakon
Pada Suatu Hari karya Arifin C. Noer
dan disutradarai Yulizar Fadli di
IAIN Raden Intan, Bandar Lampung,
Jumat(10/1). (DOK KOBER)
DIMULAI 10 Januari 2014, Komunitas Berkat Yakin (KoBER) Lampung mementaskan satu lakon karya Arifin C Noer, berjudul Pada Suatu Hari yang disutradarai oleh Yulizar Fadli. Pada kesempatan pertama, KoBER bekerjasama dengan UKM-SBI IAIN Raden Intan.

"KoBER juga akan hadir di Universitas Lampung (17 Januari 2014), Universitas Muhammadyah Metro (19 Januari 2014), dan kampus-kampus lain di Bandarlampung," kata Ketua Harian Kober Alexander GB. dalam rilisnya yang diterima Lampung Post, Kamis (16/1).

January 15, 2014

Perdebatan Penggunaan Kh dan Gh dalam Penulisan Kosa Kata Lampung

Oleh Diandra Natakembahang


Diandra Natakembahang
PERBALAHAN dalam penggunaan huruf r versus kh dan gh sepertinya masih juga berlangsung, Udo Karzi sebagai salah satu penulis yang kerap mengusung tema ke’Lampung’an masih juga  ngotot mengklaim bahwa penulisan r bagi kosakata Lampung yang berlafal kh atau gh adalah yang sah dan paling benar. Benarkah demikian? Udo menguatkan pembenaran argumennya dengan mengutip pendapat beberapa akademisi seperti Ir Irfan Anshory, Junaiyah H.M, Prof Frederik Holle, Prof Gijsbertus de Casparis hingga H.N. Van Der Tuuk, Udo juga mengutip manuskrip manuskrip Lampung terdahulu sepertimana yang tercantum dalam Les Manuscrifts Lampongs-nya H.N. Van De Tuuk. Padahal sebenarnya sejak era kolonial yang berarti sebelum ejaan EYD digunakan pada medio 1972, justru telah dikenal penggunaan ch sebagai penulisan kosakata yang berlafal kh, sebagaimana di Lampung juga pada era keresidenan telah menggunakan penulisan ch pada teks teks berbahasa Lampung termasuk dokumen dokumen seperti Besluit [Surat Keputusan].


January 12, 2014

[Lampung Tumbai] Kulihat Lampung di Balik Ombak

Oleh Frieda Amran
Penyuka sejarah, bermukim di Belanda


PP Roorda van Eysinga
(http://peeters429.wordpress.com)
DOKUMENTASI berbahasa Belanda yang ditulis mengenai nusantara pada abad-abad lalu banyak berupa  arsip, dokumen dan laporan pemerintahan, keagamaan atau instansi lainnya. Selain itu, juga ada dokumentasi berupa catatan perjalanan, buku harian, korespondensi pribadi, dan karya-karya fiksi.

Keempat sumber terakhir itu  merupakan sumber data sejarah sosial-budaya yang paling kusukai karena biasanya berisi gambaran mengenai rakyat biasa dan kehidupan sehari-hari.

Kawin Massal, Pelecut Cerpenis Baru

Oleh Dian Wahyu Kusuma

Negeri Penyair, begitu julukan Tanah Lada dalam dunia sastra. Tapi bukan berarti Ruwa Jurai miskin cerpenis. Kawin Massal membuktikan Lampung juga tempat berdiam penulis prosa.

BUKU antologi cerpen yang diterbitkan Dewan Kesenian Lampung ini menjadi pembaptis kedua setelah media massa yang menerbitkan cerpen-cerpen di dalamnya. Cerpen yang ditulis enam cerpenis Lampung, F. Moses, Muhammad Amin, Ika Nurliana, S.W. Teofani, Yuli Nugrahani, Yulizar Fadli ini diharapkan mampu melahirkan penulis sastra baru di Lampung.


[Buku] Saat Sebuah Cerita Berangkat dari Realitas

MEMBACA karya enam cerpenis Lampung yang terhimpun dalam antologi Kawin Massal seperti menelusuri setiap renik yang ada di Tanah Lada ini. Meski tak semua cerpen bernuansa lokal, bagaimanapun isinya mencercap dari segala ruah peristiwa yang terjadi di Ruwa Jurai ini. Menelusuri peristiwa demi peristiwa membuat kita mendapat tiupan energi lain meski kekuatannya tak membahana.

F. Moses menyuguhkan sisi wabah yang mendunia, terorisme, tapi tetap saja tak lepas dari provinsi ini. Karena Lampung diklaim sebagai salah satu tempat aman bagi para pembuat onar tersebut. Moses seperti hendak mengatakan bahwa teroris bagaimanapun sangat mungkin berada di sekeliling kita, bahkan sangat dekat dengan kita.


[Komunitas] Demi Lestarinya Silat Tradisional Lampung

Oleh Dian Wahyu Kusuma
   
Perguruan Persilatan Keratuan Lampung hadir bukan sekadar melatih kemampuan bela diri, melainkan ada keinginan besar untuk melestarikan kesenian daerah Sai Bumi Ruwa Jurai ini.

Toni M. Zakaria
BELASAN laki-laki tengah unjuk kebolehan di halaman rumah Jalan Indra Bangsawan No. 17, Rajabasa, Bandar Lampung. Mereka berseragam merah dengan lis kuning tapis emas pada lengan dan ujung pakaian.  Tidak ada yang menggunakan sabuk, kecuali seorang lelaki berambut gondrong dan berjenggot tipis.

[Fokus] Bedawak, Tradisi Bersih-Bersih Desa

Oleh Meza Swastika


FIRDAUS gelar Minak Paksi Negara seperti antusias bercerita tentang budaya bedawak (bersih desa) di Desa Bumiagung Marga, Lampung Utara, tempatnya tinggal. Ia bahkan tak peduli pulsa dari sambungan telepon selulernya sudah tersedot banyak.

Berkali-kali pula ia menyebut tradisi bedawak sudah ada sejak turun-temurun. "Siapa pun harus ikut. Bukan cuma orang Lampung, melainkan semua yang tinggal dan peduli di desa ini," katanya.


[Fokus] Tumbuhkan Kesadaran Menjaga Lingkungan

Oleh Meza Swastika


Kota Bandar Lampung yang dibelah oleh banyak sungai sesungguhnya bisa terhindar dari bahaya banjir. Sayang, masyarakat membuang sampah dan membuat aliran sungai sempit.

SAMPAH di salah satu aliran Sungai (Way) Awi itu menggunung. Beberapa warga dengan santainya melempar tiga plastik berisi sampah ke aliran sungai itu, kemudian berlalu begitu saja.


[Fokus] Banjir, Lunturnya Budaya Gotong Royong

Oleh Meza Swastika

SUDAH dua pekan ini, Yamin (48), warga Jalan Ikan Kapasan, Way Lunik, Panjang, tak bisa tidur. Ia selalu waswas setiap hujan turun pada malam hari.

GOTONG ROYONG. Masyarakat Kota Bandar Lampung bahu-membahu saat
bencana terjadi di Wilayah Telukbetung, beberapa waktu lalu.
LAMPUNG POST/IKHSAN DWI NUR SATRIO
Ia selalu keluar rumah untuk berjaga. Ia khawatir, genangan air yang meluap dari aliran Way Lunik kembali meluap seperti tahun 2010 lalu. Saat itu rumahnya terendam hingga setinggi dadanya. Semua perabotan rumahnya rusak.


[Perjalanan] Melepas Pandang dari Bukit Mutun

Oleh Meza Swastika

Teluk Lampung adalah pemandangan spektakuler untuk pariwisata. Dari Bukit Pandang di Pantai Mutun, Pesawaran, ceruk laut Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten Pesawaran terlihat jelas.

PERMUKIMAN di sepanjang pesisir Teluk Lampung seperti garis warna-warni. Kapal-kapal kargo besar yang terlihat hanya seujung kuku diam atau bergerak pelan mengantre sandar di Pelabuhan Panjang. Di depannya, Pulau Tangkil yang memanjang seolah membelah perairan Pantai Mutun.

January 7, 2014

Tumi Mit Kota: Sastra, Kegembiraan, dan Penguasa

Oleh Iman Silahi


BILA Hardi Hamzah di harian ini 19 Desember lalu menganalisis pernik-pernik cerpen Udo Z. Karzi dan Elly Darmawanti berjudul Tumi Mit Kota dan Seterusnya secara esensial, penataan pemahamannya lebih pada perlengkapan cerita yang dikisahkan dalam cerita pendek berbahasa Lampung. Dalam tulisan ini, penulis sedikit berbeda dengan Hardi dalam konteks esensi.

Bila Hardi mengatakan kosakata terpenggal sebagai metamorfosis bahasa yang membuat buku cerpen berjudul Tumi Mit Kota Kumpulan Cerita Buntak itu menjadi indah, penulis justru melihatnya secara semantik dalam pemahaman universalisme kesusasteraan daerah (dalam hal ini daerah Lampung).


January 5, 2014

Kisah Indonesianis Pembuka Pandora Bahasa Lokal

Oleh Christian Heru Cahyo Saputro


Semua yang telah dikerjakan untuk bahasa-bahasa Nusantara sama sekali tidak berharga dan tidak akan ada perubahan selama orang tidak mempelajarinya untuk kepentingan-kepentingan bahasa itu sendiri.

Film Risalah Van Der Tuuk yang dibuat berdasar hasil riset sastrawan
Lampung, Arman A.Z. yang sekaligus menjadi produser ini disutradarai
Irwan Wahyudi. Film ini mengisahkan kiprah sosok van der Tuuk
indonesianis yang punya perhatian pada bahasa-bahasa lokal Nusantara,
antara lain bahasa Batak, Lampung, Bali, dan Jawa kuno (Kawi).
KEHADIRAN film Risalah Van Der Tuuk setidaknya menjadi kunci pembuka kotak pandora bahasa-bahasa Nusantara yang selama ini sepi dibincangkan. Konon bahasa-bahasa nusantara yang ada kini sebagian terancam punah karena ditinggalkan penuturnya.


[Buku] Nama Baik yang Harus Dijaga

Oleh Ridwan Hardiansyah


Data Buku
Menjaga Nama Baik, Biografi H. Mursyid Arsyad, S.H.
Adian Saputra
Indepth Publishing, 2013
viii + 156 hlm.
DI mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Bagi Mursyid Arsyad, junjungan terhadap langit tidak hanya sebatas menginjak bumi. Sebagai abdi negara, menjunjung langit tidak berarti sekonyong-konyong menuruti perintah atasan untuk mencari muka. Mursyid memaknainya dengan melaksanakan tugas yang diamanahkan sebaik mungkin.

Jurnalis Lampung Post, Adian Saputra, secara bertutur mengejawantahkan perjalanan hidup Mursyid Arsyad secara apik, dalam buku berjudul Menjaga Nama Baik, Biografi H. Mursyid Arsyad, S.H. Perlahan dan runut, Adian mengurai kembali jejak-jejak langkah yang ditinggalkan Mursyid.


[Lampung Tumbai] Mencari Jejak Masa Lalu

Oleh Frieda Amran


PENGANTAR REDAKSI
Mulai hari ini, Lampung Post Minggu akan menghadirkan rubrik baru bernama Lampung Tumbai. Rublik ini diasuh oleh Frieda Amran, penyuka sejarah dan penggila buku-buku tua yang kini bermukim di Belanda. Ia menyelesaikan studi di Jurusan Antropologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada 1983, lalu meneruskan pendidikan ke negeri Belanda. Sesuai namanya, Lampung Tumbai yang berarti Lampung tempo dulu, rubrik ini dimaksudkan untuk mengisi kekosongan sejarah masa lalu Lampung. Tabik.

Walaupun tulisan mengenai Lampung dan daerah lain di nusantara tak terbayangkan banyaknya, masih terlalu sedikit yang diolah sebagai sumber data primer penelitian bahasa, sejarah, dan ilmu sosial di Indonesia.


[Perjalanan] Jambore Terrano, Tiga Hari di Lampung

Oleh Sudarmono

Suasana perjalanan menuju Pantai Mutun terasa menyegarkan. Kontur perjalanannya yang dinamis, ada bukit, lembah, dan dataran yang indah begitu memesona.

MINGGU (29/12) pagi, segerombolan mobil sport utility vehicle (SUV) serentak menghidupkan mesinnya di halaman parkir Hotel Sahid, Bandar Lampung. Cuap-cuap anouncer dengan megaphone memberi instruksi. Dan, aba-aba start menjadi pembuka Jambore Terrano se-Indonesia (JTI) pertama di Lampung.

January 2, 2014

Saya Berkarya, maka Saya Ada

Oleh Iswadi Pratama


SUATU sore di November yang lembab, saya duduk sendiri di bawah rindang pohon kemuning yang telah menghuni halaman Taman Budaya Lampung sejak puluhan tahun lalu itu. Pohon yang masih menyimpan dingin sisa hujan sepanjang pagi dan siang. Di musim panas, pohon yang batangnya hanya bisa dipeluk oleh tiga orang dewasa yang saling memautkan tangan itu, akan memberi keteduhan. Bila kerimbunan daunnya berkolaborasi dengan hembusan angin akan menciptakan kantuk bagi siapa saja yang duduk di sana.

Itulah mengapa banyak yang senang duduk di bawah teduh dan rindangnya sebatang pohon. Kita bisa merasakan situasi antara sadar dan lelap, situasi ambang yang menyenangkan banyak orang. Di musim hujan, segalanya menjadi terlalu lembab dan lebih cocok untuk lumut dan para ulat bulu. Orang-orang, baik karyawan Taman Budaya Lampung maupun pengunjung atau seniman yang kebetulan datang, akan memilih nangkring di kantin dengan segelas kopi hangat, lalu asyik melewati hari dengan obrolan-obrolan yang seperti hendak mengulang atau malah menegaskan berita di televisi, kabar di media sosial, atau gosip sehari-hari.