Oleh Rachmat T Hidayat
KETIKA Lembaga Basa jeung Sastra Sunda (LBSS) akan menyelenggarakan Kongres Basa Sunda, 19-22 Januari 1988, di Cipayung, Bogor, Ajip Rosidi, yang ketika itu menjadi gurubesar tamu di Osaka Gaikokugo Daigaku, Jepang, menyampaikan gagasannya, bahwa selain Kongres Basa Sunda--yang pertama kali diselenggarakan di Bandung, tahun 1924, perlu diselenggarakan pula "Kongres Bahasa-bahasa Daerah" yang diikuti oleh para penutur bahasa daerah seluruh Indonesia. Gagasannya itu kemudian dimuat dalam surat kabar Pikiran Rakyat dengan judul, "Perlu diadakan, Kongres Bahasa-bahasa Daerah (1988). Mengingat pentingnya gagasan tersebut berikut ini dikutipkan in ex-tenso berikut ini.
"Di dalam pertemuan-pertemuan khusus bahasa atau sastera daerah tertentu, sering orang merasa heurin ku letah (susah bicara karena takut menimbulkan salah paham) dalam membahas kedudukan bahasa daerahnya, atau kecemasannya melihat masa depan bahasa daerahnya. Dia seakan-akan mengira bahwa nasib demikian itu hanya dialami oleh bahasa daerah atau sastera daerahnya saja, sehingga kalau dia mengemukakan soal itu di forum nasional dia takut akan mengganggu kepentingan nasional. Padahal apa yang dicemaskannya itu juga dirasakan oleh suku bangsa Indonesia lain di daerah lain yang menghadapi persoalan yang sama. Dengan demikian kecemasannya itu sebenarnya bukan saja tidak akan mengganggu kepentingan nasional, melainkan merupakan bagian yang sah dari kepentingan nasional dalam soal bahasa dan kebudayaan.