BANDAR LAMPUNG--Lantai dua Toko Buku Gramedia tampak sesak sore itu, Minggu (27-3). Puluhan pengunjung memadat di depan panggung kecil. Sebagaian lagi, berdiri diantara rak-rak buku di dekatnya. Tangan mereka rata-rata menggenggam sebuah buku karangan Andrea Hirata, mulai dari Laskar Pelangi hingga dwilogi novel Padang Bulan.
TEMU PENGGEMAR. Andrea Hirata, pengarang tetralogi Laskar Pelangi, menemui para penggemarnya di Toko Buku Gramedia, Bandar Lampung, Minggu (27-3). (LAMPUNG POST/ZAINUDDIN)
Sore itu, pengarang buku bestseller Andrea Hirata menyapa para penggemarnya di Lampung. Meet and Greet Andrea Hirata yang diadakan oleh Toko Buku Gramedia tersebut berlangsung intens dan hangat. satu persatu, para penggemar bertanya kepada Andrea Hirata. Mulai dari cara menulis cerita yang mampu menginspirasi hingga berita-berita miring tentang kehidupan pribadinya yang terekspos di Infotainment.
Pria penulis novel Laskar Pelangi ini tak sungkan berbagi ilmu dan pengalaman dengan fansnya. Laskar Pelangi termasuk novel yang ada di jajaran best seller untuk tahun 2006 - 2007. Selain tetralogi Laskar Pelangi, Andrea juga menghasilkan karya lain, yaitu Padang Bulan & Cinta di Dalam Gelas yang terbit tahun 2011.
Menurutnya, diskusi buku memang harus dibuat semenarik mungkin. Pengarang, kalau bisa harus menggonsep sendiri sejak awal. Makanya saya taruh trailer film-film, panggung yang dekat dengan penggemar. Hal ini akan membawa audiensi dekat kepada karya-krya si pengarang. "Saya sudah dua tahun fakum berbicara dihadapan publik lantaran diskusi buku saat ini kian menjemukan. Tak ada diskusi yang ada hanyalah jumpa fans. Tapi yang saya rasakan sore ini sungguh berbeda. Pertanyaan kalian sungguh lua biasa. Disini kita tidak membedah Andrea Hirata, tapi kita berdiskusi tentang novelnya, karyanya dan sastra itu sendiri," kata dia.
Ketika sesorang pengunjung bertanya tentang kegemarannya menggunakan istilah sains yang tak berbau sastra ia menjawab penuh antusias. Menurutnya sebagai penulis ia tak mau terjebak dalam defenisi defenisi dan pakem tertentu. Menurutnya menulis adalah aktivitas kreatif tanpa batas dan tidak ada salahnya menggunakan istila apapun termasuk istilah saintis.
Tentang bagai mana ia menggali insprirasi, Andrea berujar, seorang penulis tidak boleh mati kutu dan kehabisan ide. Aagar kaya akan ide, Andrea menyandarkan 95 persen karyanya berbasis riset sementara aktivitas menulis hanya lima persen. Lalu ia mencontohkan dengan membahas foto nenek tua di Belitung yang sengaja ditampilkan panitia. Menurutnya dari contoh foto in puluha ide dapat penulis ciptakan.
"Lihatlah sorot matanya, apakah itu harapan atau keputus asaan. Apakah ia tersenyum ataukah sebaliknya. Bagaimanakah kisah hidupnya. Cerita cintanya. Perjuangannya menghidupi anak anaknya sekarang. Ah.. pokoknya banyak sekali yang bisa kita gali dan kita jadikan ide dari melihat foto ini," kata dia.
Saat wawancara, Andrea mengaku sangat antusias jika menghadiri acara-acara seperti itu. Menurutnya, dari pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan para penggemarnya, terlihat sekali begitu tingginya minat menulis dan membaca dari generasi muda sekarang ini. "Tapi ini menjadi ironi dengan seperti tidak pedulinya pemerintah terhadap itu. Apresiasi terhadap sastra besar, namun tidak diiringi dengan kemauan yang besar pula dari pemerintah," kata dia.
Dalam kesempata itu, Andrea juga menceritakan kegalauannya tentang dunia buku saat ini. Ia merasa miris ketika gejolak sastra kian menguat di tanah air, pemegang kekuasaan tak melahirkan rgulasi yang mendukung. Ia mencontohkan pembangunan gedung pusat dokumentasi sastra HB jassin yang tak juga menemukan titik terang.
"Belum lagi soal pembajakan. Saya cukup sedih dengan adanya pembajakan ini. Dan says udah mengalami berbagai vase perasaan tentang pembajakan ini. Dari yang biasa saja sampai benar benar personal. Betapa tidak saat ini beredar 14 juta kopi novel laskar pelangi versi bajakan," kata dia.
Andera berkisah, pernah dulu pada sebuah acara bedah buku dan jumpa pembaca, Andrea menemukan fakta miris. Pada acara itu ada ratusan orang yang mengantre untuk meminta tanda tangannya dengan membawa novel Laskar Pelangi versi palsu, versi bajakan. Itu bukan pertama dan terakhir Andrea menemukan fakta miris yang membuatnya mengurut dada. Pada suatu ketika ia mendapatkan pula kabar tentang ditemukannya satu kontainer berisi Tetralogi Laskar Pelangi palsu.
Pembajakan atas karyanya itu tak berhenti sebatas Tetralogi Laskar Pelangi yang meliputi novel Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov saja. Baru-baru ini karya terbarunya, Dwilogi Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas juga bernasib sama. “Novel aslinya belum sampai ke daerah-daerah. Eh, novel bajakannya sudah sampai duluan,” ujar Andrea. Andrea mengaku dirinya kesal alang kepalang dengan pembajakan itu, ia mengingat jerih payahnya selama 4 tahun untuk riset menulis Dwilogi Padang Bulan.
Awalnya, ia mencoba menerima dengan lapang hati. Ia berpikir tak masalah karyanya dibajak dalam artian ia menganggap sebagai ajang membagi rezeki pada orang lain yang juga ingin menikmati keuntungan dari fenomena Laskar Pelangi. Tapi lama kelamaan pembajakan malah menjadi-jadi. Andrea curiga jangan-jangan lebih banyak karya bajakan yang dibeli dibanding karya aslinya. Ia pun akhirnya tahu pembajakan buku bukanlah membagi rezeki pada orang-orang yang ekonominya susah tapi malah memperkaya pebisnis buku bajakan itu sendiri.
Itulah mengapa karyanya yang terbaru, Two Trees saya pilih diterbitkan oleh penerbit asing. Namun Andrea tak sampai hati, bagaimana pun dari Indonesialah karya-karyanya bisa menjadi ‘besar’. Two Trees tetap diterbitkan di Indonesia, diterjemahkan menjadi novel berjudul “Ayah”. Novel Ayah ini rencananya akan diedarkan pada 6 Juli mendatang. Royaltinya nantinya akan digunakan untuk pembangunan sekolah. (ABDUL GAFUR)
No comments:
Post a Comment