BANDAR LAMPUNG (Lampost): Pemerintah Provinsi Lampung harus bertindak cepat mematenkan aset budaya dan kerajinan daerah untuk menghindari klaim dari pihak luar.
Beberapa produk khas Lampung yang perlu segera dipatenkan di antaranya kain tapis, sulam usus, dan batik. "Jangankan hak paten, hak demografi saja kita belum punya. Kami sudah mengupayakan melalui Disperindag, Dekranas, dan HAKI namun belum ada hasilnya. Lampung juga belum mendapat hak demografi atas kain tapis dan sulam usus," kata pimpinan Perajin Tapis Helau, Raswan, di Bandar Lampung, Senin (31-8).
Raswan menyampaikan hal itu terkait dengan maraknya klaim negara asing atas aset budaya lokal Indonesia. Tempe yang jelas-jelas makanan asli Indonesia telah dipatenkan Jepang, sementara batik, reog, lagu Rasa Sayange, dan terakhir tari pendet asal Bali diklaim Malaysia. Raswan mengungkapkan dokumen lengkap tentang tapis kini tersimpan di sebuah museum di Amsterdam, Belanda. "Seharusnya pemerintah segera mengambil aset-aset budaya yang masih bisa diselamatkan sebelum dipatenkan negara lain," ujarnya.
Secara terpisah, Gatot Kartiko, pengusaha batik khas Lampung, Gabovira, mengungkapkan para perajin enggan mematenkan produk mereka karena terkendala mahalnya biaya dan lamanya pengurusan. Ia menjelaskan untuk setiap satu desain perajin harus mengeluarkan biaya sekitar Rp800 ribu. "Sekarang saya punya 50 desain batik, berapa puluh juta saya harus membayar," kata dia.
Selain itu, lanjutnya, Undang-Undang Hak Cipta tidak mengikat; sedikit saja ada perubahan pada desain, misalnya warna, sudah tidak bisa disebut sebagai penjiplakan meskipun banyak kemiripan lainnya. Namun, maraknya penjiplakan dan klaim justru membuat Gatot semakin gencar membuat desain-desain baru.
"Saya sedang menunggu hak paten batik. Saya mendaftar sejak tahun 2007, tapi belum ada kelanjutannya," ujarnya.
Masih berkaitan dengan kepemilikan budaya, Pemprov Sumatera Selatan segera mematenkan aset budaya daerahnya. "Beberapa produk budaya Sumsel sudah dibuat hak ciptanya, tetapi hak patennya belum. Misalnya tari Gending Sriwijaya, kain songket, dan pempek. Semua segera dipatenkan," kata Wakil Gubernur Sumsel Eddy Yusuf di Palembang, kemarin.
Menurut Eddy, langkah mematenkan produk itu selain untuk menjaga identitas kebudayaan juga menghindari klaim dari pihak lain. "Namun proses mematenkan produk perlu waktu lama, melibatkan Departemen Hukum dan HAM dan PBB. Kami sifatnya hanya membantu," kata Eddy. n */U-1
Sumber: Lampung Post, Selasa, 1 September 2009
No comments:
Post a Comment