SUNGAI itu menjadi batas wilayah Provinsi Lampung dengan Sumatera Selatan. Ada sumber daya, ada kearifan, dan ada sesuatu yang spektakuler.
Semilir angin Selasa (6-8) pagi yang cerah menyapu permukaan Sungai Mesuji yang tenang berwarna kecokelatan. Beberapa burung pemakan ikan sesekali melintas di permukaannya. Di sisi kiri dan kanan sungai berjajar tumbuhan khas pinggir sungai yang orang setempat menyebut raso.
Dari kejauhan lamat-lamat terdengar deru perahu bermesin, yang menepi tepat di bawah jembatan perbatasan antara Kabupaten Mesuji dan OKI, di Pematang Panggang, Sumatera Selatan. Sebuah pejalanan dimulai.
Tiga speedboat bersiap menjadi pengantar satu cerita perjalanan tim yang digagas Penjabat Bupati Mesuji Husodo Hadi untuk dapat memaksimalkan potensi Sungai Mesuji bagi masyarakat. Wartawan Lampung Post Juan Santoso ikut dalam ekspedisi itu.
"Kita akan melihat langsung dan menyusuri Sungai Mesuji untuk mengindentifikasi masalah, mengoptimalkan potensi sungai agar bermanfaat lebih banyak bagi masyarakat. Maka saya mengajak dinas terkait untuk melihat langsung dan membuat program pemanfaatan Sungai Mesuji sesuai dengan bidang masing-masing. Kita akan mendengar suara alam," kata Husodo Hadi saat akan memimpin perjalanan tersebut.
Dengan bunyi mesin speedboat yang mulai dihidupkan, rombongan dibagi menjadi tiga dan mulai memasuki satu per satu perahu yang disiapkan. Rombongan pertama, Husodo Hadi didampingi Dandim 0412 Lampung Utara Letkol Gigih, staf Balai Besar Daerah Aliran Sungai (DAS) Provinsi Lampung, Baskoro, pimpinan PT BSMI Yongki dan Kapolsek Simpang Pematang AKP M. Pulungan.
Rombongan kedua, Camat Simpang Pematang, Murni S.P., Kepala Bappeda Ismet Paisol, staf Dinas Kesehatan Budiman Nainggolan, Novi dari Balai Besar DAS Provinsi Lampung, dan Kepala Dinas Pendidikan Nawawi.
Rombongan penutup, Camat Tanjungraya Riprianto, Kepala Dinas PU Huminsa Lubis, Kepala Dinas Perhubungan Sudirman Solehu, dan staf Dinas Pertanian Jaya.
Pukul 09.30. Tiga perahu bermesin itu menghentak saat mesin pendorong Yamaha 4 PK mulai mengerang.
Tiga puluh menit pertama, setelah melewati Kampung Pematang Panggang, OKI, yang berada di sisi sungai, kampung pertama yang dilewati. Konsentrasi masih terfokus pada kegiatan masyarakat setempat. Di atas bong (semacam rakit yang ditambat di belakang rumah tepat di sisi sungai, biasa digunakan untuk mencuci, mandi dan kakus), ibu-ibu mencuci. Anak-anak kecil berlompatan ke air dengan teriakan khasnya.
Meninggalkan kampung tersebut alam mulai berkisah. Sisi kiri dan kanan sungai hanya terlihat tiga jenis tanaman raso yang menjulang. Dengan daun-daunnya serupa pedang yang berjajar bagai kipas raksasa dan batang-batangnya menyerupai tebu. Berbuku-buku.
Beberapa tegak menjulang dengan tinggi rata-rata 3--6 meter dari permukaan air. Batang lainnya meliuk seperti ular. Tanaman tersebut tumbuh rapat, setia memagari sungai, di kiri dan kanan sepanjang usia sungai. Tumbuhan lainnya, pohon ingas dengan daunnya yang malas tumbuh. Hanya beberapa helai daun serupa daun jengkol di tiap rantingnya. Dan tanaman rumpun pandan yang hijau dengan tinggi hanya 1--2 meter dari permukaan air.
Sementara, permukaan air masih tenang dan cokelat. Lebar sungai sejak awal perjalanan masih antara 10--16 meter dengan kedalaman 10--17 meter. Perahu terus melaju dengan suara mesin konstan. Sesekali perahu lidah, sebutan perahu yang bentuknya diadopsi dari Thailand itu, meliuk-liuk mengikuti aliran Sungai Mesuji yang dahulu merupakan sarana transportasi utama di wilayah tersebut. Mulai dari perahu kecil hingga jenis kapal pengangkut kayu olahan yang akan dibawa ke Jakarta.
Satu jam perjalanan. Kemilau cahaya matahari seperti intan yang dipantulkan permukaan air berpendar memaksa mata menyipit. Di kiri dan kanan sungai masih berbaris raso yang membuat kontur sungai kadang menyempit.
Sesekali masih terlihat di sudut kerimbunan raso, nelayan dengan menggunakan sampan kecil memancing dan memasang jala. Sayang, tidak ada ikannya.
Memang, sungai mulai sakit. Ada bagian kehidupan yang hampir hilang. Tidak ada kecipak ikan, tidak ditemukannya gerombolan burung pemangsa ikan menjadi pertandanya. Hanya dua ekor elang sebagai puncak rantai makanan yang ditemui sepanjang perjalanan. Itu pun hanya termangu di puncak ranting pohon yang mati. Menatap malas ke permukaan sungai.
Satwa lain, monyet berbulu abu-abu berbuntut panjang, juga tampak gelisah. Jenis simpanse yang harusnya berkelompok dengan jumlah bisa mencapai ratusan ekor hanya terlihat 4--8 ekor di pepohonan ingas. Hutan sudah tidak ada di sepanjang aliran Sungai Mesuji yang seharusnya menjadi penyangga keberlangsungan sungai.
Rombongan terus melaju dengan kecepatan speedboat 21--30 knot. Saat akan memasuki Kampung Sungai Sidang, kondisi sungai menyempit dan permukaan sungai hampir dipenuhi tumbuhan eceng gondok sepanjang dua kilometer.
Memasuki Kampung Jurangkuali, permukaan air berubah warna menjadi hijau kebiru-biruan. Dan permukaan sungai melebar menjadi 40--80 meter. Perjalanan terus menuju Kampung Pagardewa dan Sungai Menang.
Pemandangan berubah, di balik kerimbunan raso di sisi kanan sungai mulai terlihat kelapa sawit yang berjajar rapi milik PT BSMI.
Alam kembali bercerita. Di kedalaman sungai yang mencapai 37 meter, di balik jernihnya air, kadungan residu air Sungai Mesuji sudah mulai rusak. Hal itu mengakibatkan biota air dan berbagai jenis ikan mulai punah. "Hal itu karena prilaku ependuduk sekitar yang terus meracuni ikan," kata Yongki.
Ia menambahkan di kanal-kanal buatan perusahaannya sering ditemui masyarakat yang menggunakan tiodan dan potasium (sejenis insektisida) untuk meracuni ikan. Hal tersebut dilakukan berulang dan dalam jangka waktu yang sudah cukup lama. Hingga akibatnya kini, ikan sudah tidak ada.
Akhirnya rombongan tiba di Kampung Kagungan Dalam, Kecamatan Tanjungraya pada pukul 11.30. Rombongan berdialog dengan warga setempat mengenai pemanfaatan sungai dan program pembangunan Kabupaten Mesuji ke depan.
Begitu juga ketika rombongan tiba di Kampung Sritanjung. Hal yang sama, berdialog dengan warga juga dilakukan Bupati. Hingga pukul 13.00 rombongan tiba di Kampung Nipahkuning menghadiri perhelatan olahraga. Pukul 16.30 rombongan pulang kembali melalui Sungai Mesuji ditemani sinar mentari yang memerah dan bayangannya yang memanjang di permukaan air dan burung-burung seriti yang akan pulang ke sarang.
Akhir perjalanan, staf Balai Besar DAS Provinsi Lampung Baskoro mengidentifikasi masalah. Dan merencanakan program buat Sungai mesuji. Ia mengatakan untuk saat ini Sungai Mesuji akan dijadikan menjadi sarana transportasi seperti waktu dahulu. Dan mempertahankan kondisi sungai (konservasi) dan memberi nilai tambah ekonomi bagi masyarakat sekitar bantaran sungai dengan menanam tanamanan di sepanjang aliran sungai yang mempunyai nilai ekonomi.
Mengenai jenis tanamannya ia mengaku masih dikaji. "Kami akan membuat Sungai Mesuji menjadi sarana transportasi. Mempertahankan kondisi sungai. Dan memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat dengan menanam tanaman di sepanjang DAS, jenisnya belum tahu. Karena bukan bidang saya," ujarnya.
Sementara, di guest house PT BSMI, Penjabat Bupati mengharapkan agar Balai Besar DAS membuat program untuk Sungai Mesuji. "Tahun 2010 saya minta ada kegiatan di Sungai Mesuji, bentuknya seperti apa, silakan," ujarnya.
Sedangkan pihaknya sendiri akan membuat program membuat jaring apung di sepanjang sungai, dengan membudidayakan ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan sudah langka. Selain pembudiayaan, juga diadakan penangkaran.
"Dan banyak program lainnya. Seperti konservasi agar mengembalikan flora dan fauna yang seharusnya ada di sepanjang sungai. Yang jelas, Sungai Mesuji harus lebih memberi manfaat bagi masyarakat karena Sungai mesuji merupakan ikon Kabupaten Mesuji," kata dia. n M-1
Sumber: Lampung Post, Minggu, 30 Agustus 2009
No comments:
Post a Comment