BANDAR LAMPUNG (Lampost/Ant): Komisi Teater Dewan Kesenian Lampung (DKL) mengakui kekurangan naskah monolog (pementasan teater dengan aktor tunggal) pada koleksi pernaskahan mereka untuk keperluan pembinaan bagi aktor dan aktris teater yang dinaungi lembaga tersebut.
"Kelengkapan fasilitas dasar untuk pembinaan, seperti naskah, menjadi kebutuhan mutlak, dan jumlah naskah monolog yang dimiliki DKL masih sangat minim," kata sekretaris Dewan Kesenian Lampung Hari Jayaningrat di Bandar Lampung, Sabtu (14-8).
Menurut dia, sebagai sebuah lembaga kesenian yang dibentuk oleh pemerintah, DKL memiliki kewajiban untuk membina semua aktor dan aktris teater di Lampung. Kesiapan prasarana pembinaan menjadi hal mutlak.
Sayangnya, naskah teater monolog yang dimiliki DKL selama ini, kata dia, masih sebatas dengan naskah-naskah lama, yang nyaris semuanya sudah terekspos sehingga diperlukan beberapa naskah-naskah tambahan untuk lebih memperluas wawasan para aktor dan aktris. "Kami mengakui, untuk mendapatkan sebuah naskah monolog sangat sulit, jauh lebih sulit daripada naskah teater untuk pementasan beramai-ramai," kata dia.
Hari menambahkan, untuk membuat sebuah naskah teater monolog, diperlukan taste dan referensi yang luas karena hampir kebanyakan naskah monolog merupakan bentuk adaptasi dari cerpen. "Biaya untuk mengadaptasi naskah itu cukup mahal karena pembuatan naskah monolog lebih mengandalkan pendekatan adaptasi ketimbang menerjemahkan," ujar dia.
Pada 2008 lalu DKL Lampung telah melakukan adaptasi terhadap sebelas cerpen populer, seperti Simon Carmigel, Edgar Alan Poe, dan Osman Saadi, menjadi naskah teater monolog untuk menambah perbendaharaan naskah monolog mereka. Pascaprogram adaptasi tersebut, naskah teater monolog yang dimiliki DKL saat ini bertambah menjadi 50 naskah. Meskipun demikian, dia mengatakan jumlah tersebut masih belum mencukupi.
Ia mengungkapkan keinginan untuk memasyarakatkan kembali kesenian monolog sudah mulai dimunculkan pada 2007 lalu, di mana untuk pertama kalinya DKL mengadakan festival monolog bagi aktor dan aktris dari berbagai komunitas teater di Lampung. "Pada saat itulah kami menyadari bahwa kita sangat kekurangan naskah monolog. Karena itulah, pada 2008 lalu program adaptasi naskah diadakan," kata dia.
Hari berharap program adaptasi cerpen menjadi naskah monolog dapat berlanjut agar pembinaan terhadap bibit-bibit muda dunia teater dapat terus berlangsung. "Pada 2010 kami berencana melakukan adaptasi naskah untuk dijadikan naskah monolog. Itu dapat diterima oleh pihak pemerintah karena kita masih membutuhkan lebih banyak naskah monolog," ujarnya. (*/L-2)
Sumnber: Lampung Post, Senin, 16 Agustus 2010
No comments:
Post a Comment