Oleh Ahmad Supartono
PULUHAN gajah liar asal Hutan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) kembali memasuki perkampungan Desa Labuhanratu Induk, Kecamatan Labuhanratu, Lampung Timur (Lampost, 6 Agustus 2010). Akibatnya 5 hektare tanaman padi ludes. Hal ini membuat warga bergotong royong menjaga kampungnya di malam hari agar kampungnya tidak diubrak-abrik gajah liar dari TNWK.
TNWK merupakan merupakan perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang/semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera. Kawasan Taman Nasional Way Kambas dengan luas 130 ribu ha yang saat ini dikelola Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Lampung, yang sebagian besar merupakan dataran rendah yang sedikit bergelombang dengan ketinggian yang bervariasi dari 0- 98 meter di atas permukaan laut, dengan memiliki dua musim yang berbeda, musim hujan antara Okbober--April dan musim kering antara Mei--September (Muchtar, 2004).
Konflik antara gajah (elephas maximus) dan manusia bukanlah yang pertama kali terjadi di TNWK, daerah lain pun seperti di Provinsi Riau, Nangroe Aceh Darussalam juga tak luput dari konflik gajah dengan manusia. Hal ini mengakibatkan kerugian harta benda yang tidak sedikit bagi manusia, ancaman ketakutan bagi warga, dan tak jarang menimbulkan korban.
Akar Permasalahan
Permasalahan yang terjadi menurut penulis adalah akibat kerusakan habitat asli gajah yakni hutan alam akibat pembalakan liar maupun konversi hutan. Oleh karena itu, semua konversi hutan alam dan pembalakan liar harus segera dihentikan. Laju pengurangan hutan alam habitat gajah baik konversi hutan, pembalakan kayu, maupun perubahan peruntukan lahan menjadi perkebunan dan pemukiman menjadi penyebab terancamnya habitat penting bagi satwa dilindungi seperti gajah dan harimau sumatera. Ibarat sebuah rumah yang tenang, tiba-tiba terjadi perusakan terhadap rumah tersebut, maka yang punya rumah akan marah. Rumah yang semula banyak air segar dan makanan bagi gajah dan hewan lainnya menjadi gersang. Maka tak heran gajah mencari sumber makanan ditempat lain.
Luas hutan yang dimilik oleh Provinsi Lampung berjumlah 1.004.735 ha yang tersebar luas di beberapa kabupaten yang ada di wilayah Lampung. Namun, saat ini kondisinya lebih dari 70 persen rusak parah akibat penebangan liar yang tidak terkendali dan perambahan hutan untuk olah pertanian maupun pembalakan liar oleh oknum masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Upaya yang dilakukan pun terasa belum bermakna bagi pemulihan ekosistem hutan. Hal ini dapat dipahami bahwa belum semua unsur baik pemerintah, aparat yang keamanan maupun masyarakat umum dapat bersatu padu untuk melestarikan hutan.
Kondisi hutan saat ini yang rusak parah merupakan salah satu bentuk ancaman ekologis yang sangat serius bagi hamparan ekosistem wilayah di sekitarnya pada tahun-tahun mendatang. Di samping rawan konflik antara gajah dan manusia, ancaman bencana kebanjiran, bencana kekeringan, tanah longsor maupun kebakaran hutan hampir dapat dipastikan menjadi calon catatan hitam dalam perjalanan sejarah Lampung bila kondisi hutan yang ada tidak dikembalikan seperti semula.
Kasus gajah liar masuk desa di TNWK bukanlah yang pertama kali. Kejadian ini hendaknya dapat menjadi pelajaran bagi kita bersama bahwa gajah tidak dapat dipersalahkan. Yang salah ialah manusia yang tidak dapat memelihara hutan dan tega merusak ekosistem hutan, rumah habitat asli gajah bagi kelangsungan hidupnya.
* Ahmad Supartono, Ketua Umum Ikatan Sarjana Teknik Lingkungan Yogyakarta Korwil Lampung
Sumber: Lampung Post, Kamis, 12 Agustus 2010
thxzzz bozz ...... lagi ada tugas nihh ....
ReplyDeletepass banget......