SAAT keamanan Majapahit begitu mengkhawatirkan akibat serangan balatentara Girindawardhana, Raja Daha, Kediri, Kertabumi, raja terakhir kerajaan Hindu itu, berusaha menyelamatkan putra mahkotanya.
Raja yang bergelar Brawijaya V itu lalu menyuruh sejumlah prajuritnya untuk melarikan dan menyembunyikan Dewi Kadamasih, permaisurinya, yang saat itu sedang hamil tujuh bulan. Mereka menuju Palembang, Sumatera Selatan, dan menyerahkan Sang Putri kepada Arya Damar, adipati setempat.
Meskipun Brawijaya V berhasil dibunuh, hulubalang Girindrawardhana tidak puas. Mereka terus berusaha mencari putra sang permaisuri. Bre Daha khawatir jika bayi yang dilahirkan permaisuri itu kelak akan membalas dendam atas kematian ayahnya.
Sebab itu, Adipati Arya Damar kemudian mencari tempat persembunyian yang benar-benar aman, yang sebelumnya tidak dikenal masyarakat. Pilihan jatuh pada telaga yang kini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Surabayailir, Bandarsurabaya, Lampung Tengah, atau lebih dikenal dengan sebutan Spontan II.
Menurut Ny. Mar'atus Shalihah, istri Sayyid Ahmad ibn Salim al-Mudhar, seorang waliyullah yang tinggal di sana, tempat itu dipilih karena terkenal keangkerannya. Siapa pun yang lewat telaga itu dilarang menoleh. Jika dilanggar, kepala tak akan bisa kembai ke posisi semula. Bahkan, yang berani menebang pohon, akan mati bersama tumbangnya batang pohon.
Sehingga, nyaris tak ada orang lain yang berani menjamah tempat itu. Termasuk pasukan Gilindrawardhana. Sebaliknya, Dewi Kadamasih yang tinggal bersama sejumlah pengawal bisa hidup tenang. Bahkan, hingga Sang Putri melahirkan sesosok bayi yang kemudian diberi nama Hasan, kondisinya tak berubah.
Setelah cukup umur, Hasan diboyong ke Palembang. Memasuki usia remaja, dia berguru kepada Sunan Ampel di Surabaya, bahkan kemudian dinikahkan dengan anak sang wali tadi. Pada 1481, para wali menobatkan dia sebagai raja Demak dengan gelar Sultan Syah Alam Akbar al-Fatah, yang kemudian lebih dikenal dengan Raden Fatah.
Kepergian Raden Hasan (R. Fatah) ke Jawa menimbulkan kesan mendalam pada penduduk Palembang. Apalagi setelah mengetahui sosok tersebut kemudian menjadi raja Demak. Untuk mengenang itulah mereka menamai tempat masa kanak-kanak raja itu Prabumulih atau raja pulang ke Jawa.
Sementara itu, nama Palembang, berasal dari Pai Lian Bang, menteri dari Raja China yang masuk Islam, yang dibawa Sunan Gunungjati dari Negeri Tirai Bambu itu, kemudian dinobatkan menjadi Adipati, menggantikan Arya Damar yang meninggal.
Telaga itu hingga kini tetap terawat. Orang-orang yang tinggal di sana memagari telaga di bawah tebing, yang kini tinggal berukuran sekitar 3 x 6 meter. Bahkan, penduduk sekitar mendirikan sebuah masjid di sisinya dan menjadikan telaga itu sebagai air untuk berwudu. Pada waktu tertentu, banyak penduduk, bahkan muslim dari Jawa datang ke tempat itu untuk mengharapkan berkah. (IKHWANUDDIN/R-2)
Sumber: Lampung Post, Jumat, 27 Agustus 2010
No comments:
Post a Comment