SALAH satu pintu masuknya Islam ke Lampung dari bagian selatan sekitar abad XV. Saudagar yang berniaga di Malaka, tepatnya di Kerajaan Samudera Pasai, memberi pengaruh Islam di sana.
Ada dua jejak masuknya Islam dari arah Malaka itu, yakni adanya batu nisan di Lampung Selatan, yaitu di Kampung Muarabatang dan Wonosobo (sekarang Tanggamus, red). "Batu nisan ini mempunyai bentuk dan corak sama dengan nisan milik Malik Al Saleh di Pasai yang berasal dari tahun 1297," kata tokoh Nahdlatul Ulama Lampung, K.H. Arif Mahya.
Meskipun demikian, kata dia, umumnya orang berpendapat masuknya Islam ke Lampung dari arah Banten, di mana Sultan Hasanuddin Banten yang menurunkan generasinya pada Raden Inten II.
Selain itu, masih ada bukti lain yang menjadi jejak masuknya Islam itu. Tokoh masyarakat Kahuripan, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan, Budiman Yakup, juga menguatkan pernyataan K.H. Arif Mahya itu.
Menurut dia, bukti lainnya itu berupa peta Kota Mekah dan baju adat bertuliskan aksara arab yang disimpan di Rumah Karya Niti Jaman di wilayah pesisir, tepatnya di Desa Condong, Kecamatan Rajabasa.
"Nisan kuburan tua di Palas itu buatan orang Aceh. Karena, nisan didatangkan langsung dari Aceh dan pada abad XV di Lamsel belum ada orang yang bisa buat nisan kuburan," kata Budiman yang beradok Raden Kusuma Yuda, Jumat (13-8).
Peninggalan abad XV sebagai pertanda Islam masuk ke sana antara lain Alquran bertulis tangan kuno dan Perjanjian Banten-Lampung. Perjanjian persaudaraan itu ditulis menggunakan bahasa arab. Selain itu, bukti lain adalah UU Adat atau Kuntara Raja Niti. Undang-undang ditulis dalam dua versi, yakni berbahasa Banten dengan aksara Arab dan bahasa Lampung dengan huruf ka-ga-nga.
"Dari silsilah bisa diketahui Ratu Dara Putih yang memerintah di Lampung dengan Sultan Hasanuddin pemerintah di Banten adalah kakak-adik," kata dia.
Walaupun keduanya hanya bersaudara seayah, kedekatan itu yang membuat masyarakat Lampung dan Banten tetap bersaudara. Hal ini membuktikan masuknya Islam ke Lampung tidak melalui peperangan. Pendekatan budaya adat istiadat, perkawinan, dan sumpah saudara atau ankonan, indaian, dan muarian. "Persaudaraan pada zaman dahulu diikat melalui sumpah," kata dia. (JUWANTORO/U-3)
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 14 Agustus 2010
No comments:
Post a Comment