INGIN berinvestasi di Lampung? Jangan khawatir. Provinsi gerbang Pulau Sumatera ini menyimpan banyak mutiara terpendam yang siap diinvestasi siapa pun. Potensinya terbentang luas di berbagai sektor. Dan pertumbuhan ekonomi yang terus membaik sangat memungkinkan investasi akan hidup terus. Ekspor berbagai komoditas juga terus meningkat dari tahun ke tahun.
Sawit, misalnya. Menurut Kepala Dinas Perkebunan Lampung Edyanto, pada 2005, minyak kelapa sawit diekspor sebanyak 122.240 ton, kemudian pada 2006 naik menjadi 494.544 ton.
Luas areal perkebunan kelapa sawit di Lampung 75.150 hektare. Wilayah yang sangat potensial untuk komoditas ini berada di Kabupaten Tulangbawang, yaitu memiliki lahan tanaman kelapa sawit seluas 67.606 hektare dengan produksi rata-rata 15 ton tandan buah segar per hektare.
Dari jumlah ini, per tahun akan menghasilkan produksi 1.014.090 ton. Tandan buah diolah menjadi CPO di beberapa pabrik pengolahan, seperti pabrik Sungai Merah di Kecamatan Penawartama, pabrik Sungai Buaya di Kecamatan Mesuji, dan pabrik Tunas Baru Lampung (TBL) serta pabrik Barat Selatan Makmur Investindo di Kecamatan Simpanpematang yang keseluruhannya berkapasitas 270 ton tandan buah segar per jam.
Dengan kondisi seperti ini, peluang investasi berbagai komoditas di Lampung cukup besar. Untuk tanaman kelapa sawit, dengan areal 67.606 hektare dan produksi rata-rata 15 tonper hektare per tahun, akan dihasilkan produksi tandan buah segar 999.990 ton/tahun yang dimulai pada tahun ketiga sampai tahun ke-24 setelah masa tanam.
Peluang tersebut membutuhkan biaya investasi 306 miliar (hasil penghitungan 67.606 hektare x Rp4.528.750,-) dengan rata-rata per tahun Rp274 miliar (hasil penghitungan 67.606 hektare x Rp4.059.618).
Sementara itu, potensi karet juga cukup oke. Data Dinas Perkebunan Lampung menyebutkan tanaman karet yang juga menjadi komoditas unggulan pada sektor perkebunan memiliki areal tanaman seluas 96.408 hektare dengan produksi 54.120 ton. Di mana luas areal perkebunan karet rakyat 67.472 hektare dengan produksi 29.646 ton. Untuk perkebunan karet rakyat terbesar di beberapa kecamatan di Kabupaten Tulangbawang, sedangkan lahan milik PT HIM berada di Kecamatan Tulangbawang.
Sampai saat ini di Kabupaten Tulangbawang baru memiliki sebuah unit pengolahan hasil (UPH) karet yang kapasitas 14,4 ton latek pekat dan 3 ton sheet per hari hasil produksi kebun sendiri seluas 3.694 hektare. Sedangkan selebihnya produksi karet berupa lum basah dijual ke pabrik pengolahan di Sumatera Selatan dan Bandar Lampung.
Investasi dari komoditas karet masih terbuka luas. Luas lahan 66.666 hektare yang masih dapat dikembangkan. Dengan produksi latek rata-rata 3,89 kg per hektare per hari (hasil penghitungan 14,4 ton/3.694 hektare) maka dalam luasan 66.666 hektare akan dihasilkan produksi latek 259,9 ton per hari atau 93.556 ton /tahun. Maka, investasi yang dibutuhkan untuk membangun perkebunan karet Rp255 miliar (hasil perhitungan Rp3.826.000 x 66.666 hektare) dengan pendapatan rata-rata per tahun Rp184 miliar (Rp2.762.647 x 66.666 hektare) yang didapat pada tahun keenam sampai tahun ke-30 setelah masa tanam. Investasi lain yang juga dapat dikembangkan pada komoditas karet berupa pabrik pengolahan.
Dari perkebunan karet yang sedang diusahakan saat ini hanya ada satu pabrik pengolahan karet latek, yaitu PT Huma Indah Mekar (HIM). Sementara perkebuan rakyat seluas 67.472 dengan produksi 108,6 ton/hari belum mampu dikelola oleh PT HIM.
"Berarti masih terbuka peluang investasi untuk didirikannya 7 pabrik pengelolaan karet latek (hasil perhitungan 108,6 ton/14,4 ton) yang memiliki kapasitas produksi, seperti PT HIM," kata Edy.
Komoditas kopi? Jangan tanya keterkenalan kopi Lampung. Sementara ini, sentra produksi dipusatkan di Kabupaten Lampung Barat yang tersebar pada wilayah dataran tinggi dimulai dari Kecamatan Sumberjaya sampai Liwa dengan luas areal 59.316 hektare yang didominasi kopi robusta dengan produksi 56.228 ton pada 2007 atau sekitar 39,88% dari total produksi kopi Lampung sebanyak 140.992 ton, dengan luas areal 16.4104 hektare.
Daerah penanamannya terdapat di 14 kecamatan, yang paling luas areal penanamannya berada di Kecamatan Sekincau (9.670 ha), Souh (8,785 ha), Belalau (7.745 ha), dan Way Tenong (7.386 ha).
Apabila kita ingin menjadikan daerah Lampung Barat sebagai sentra komuditas kopi, masih berpeluang pada area perkebunan seluas 51.205 ha (hasil penghitungan 164.104 ha dikurangi 59.316 ha). Jika penghitungan investasi Rp9.311.150 per ha, untuk mengembangkan perkebunan kopi seluas 104.788 ha dibutuhkan investasi 975.7 miliar.
Peluang investasi yang lain pada komuditas kopi adalah didirikannya pabrik pengolahan biji kopi. Produksi kopi 70.615 ton selama ini hanya dikelola melalui teknologi sederhana oleh petani sehingga tidak dapat memenuhi standar kualitas, baik nasional maupun ekspor. Produksi yang sedemikian besar membutuhkan investasi untuk mendirikan beberapa industri pengolahan biji kopi.
Selain itu, ada lagi kakao. Di Lampung, kakao memiliki total luas lahan 39.255 hektare dengan produksi 25.432 ton, baik itu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, maupun perkebunan besar swasta. Pada komoditas kakao peluang investasi dipusatkan di Kabupaten Tanggamus. Dengan luas lahan 12.989 ha, dengan total produksi 7.160 ton pada tahun 2007 merupakan komuditas yang perlu dikembangkan.
Sementara itu, waktu ini perkebunan kakao yang ada diusahakan oleh panitia rakyat dengan penjualan komuditas biji kakao kering dari petani kepada pedagang pengumpul. Biji kakao kering inilah yang kemudian dijual ke daerah di luar Provinsi Lampung dan ada sebagian yang menjadi komuditas ekspor.
Di Kabupaten Tanggamus terdapat perkebunan besar swasta yang mengelola tanaman kakao tapi hanya seluas 1.046 ha. Kondisi inilah yang pada akhirnya kualitas produksi biji kakao kurang memenuhi standar kualitas biji kakao karena sebagian besarnya diusahakan melalui perkebunan rakyat yang menggunakan teknologi sederhana.
Apabila kita ingin jadikan Kabupaten Tanggamus sebagai sentra kakao, menurut data Pemkab Tanggamus, masih terdapat area perkebunan seluas 64.517 ha area perkebunan, termasuk perkebunan kakao di dalamnya seluas 12.989 ha. Berarti masih ada peluang seluas 51.528 ha untuk dikembangkan sebagai perkebunan kakao. Jika menurut perhitungan ekonomi setiap hektarenya dibutuhkan investasi Rp3.128.000, untuk menjadikan Kabupaten Tanggamus sebagai sentra kakao dibutuhkan investasi Rp160 miliar.
Peluang kedua yang masih dapat dikembangkan di Kabupaten Tanggamus adalah investasi untuk mendirikan industri pengolahan biji kakao. Komoditas produksi kakao yang saat ini ada 7.160 ton per tahun merupakan bahan baku potensial untuk diolah menjadi bahan baku aditif makanan, susu, dan lain-lain sebagai cita rasa. HESMA ERYANI/R-1
Sumber: Lampung Post, Senin, 16 Agustus 2010
No comments:
Post a Comment