SELAKU penggagas perpindahan pusat pemerintahan dari Bandar Lampung ke di Jatiagung, Lamsel, Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. optimistis keberadaan kota baru ini akan menumbuhkan berbagai harapan baru.
"Efek dominonya sangat banyak, termasuk ekonomi rakyat setempat dan Lampung secara umum," ujar Sjachroedin.
Berikut petikan wawancaranya Sjachroedin dengan kepada wartawan Lampung Post Hesma Eryani dan Elinda Rizky di kediamannya, Minggu (8-8) lalu.
Bagaimana aspek ekonomi kota baru ini?
Cukup besar, termasuk berbagai aspek lainnya. Terkait kota baru ini, saya ingin menegaskan kita melakukan program ini berdasarkan data dan fakta di lapangan. Ekonomi hanyalah salah satu aspek. Sekarang kita lihat Bandar Lampung. Pertambahan penduduk, lalu lintas, tata ruang, dan keamanan dan sebagainya sudah tidak memadai lagi. Bayangkan setiap tahun terjadi pertambahan kendaraan roda dua hampir 400 buah sementara jalan tidak tambah. Perempatan Unila, RS Abdoel Moeloek, hingga Pasirgintung, terjadi macet yang panjang. Demikian juga daerah-daerah lain. Jadi, kita harus melakukan antisipasi sebelum kota ini lumpuh total.
Langkah selanjutnya apa?
Dari fakta-fakta itu kita melakukan skala prioritas dan selektivitas. Saya melihat ada peluang untuk perluasan kota. Memindahkan pusat pemerintahan ke kawasan lain, dalam hal ini Jatiagung, menjadi pilihan kita. Saya kira ini bukan hal baru. Belanda kan ibu kotanya Amsterdam tetapi pusat pemerintahannya di Rotterdam, demikian juga Malaysia yang pusat pemerintahannya di Putra Jaya, bukan di ibu kota Kuala Lumpur. Meski demikian, kita bukan ikut-ikutan, ini kita lakukan karena berbagai pertimbangan matang. Apalagi saat ini Bandar Lampung makin tidak sehat.
Maksudnya?
Coba lihat saat ini penempatan areal industri campur aduk dengan rumah penduduk. Dalam satu tempat ada 8 kampus. Dari segi sekuriti ini kan juga tidak sehat. Keramaian dan kegiatan terpusat di beberapa titik. Dengan adanya kota baru ini kita akan lakukan pemerataan dan penyebaran sehingga pusat-pusat kegiatan merata.
Bagaimana realisasinya?
Tahap awal kita pindahkan perkantoran provinsi, Korem, Polda, dan kejaksaan. Ini dampaknya akan sangat besar. Pemprov saja pegawainya 8.000-an. Jadi bayangkan ada ribuan orang pindah aktivitas dari Bandar Lampung sehingga kota ini berkurang. Ribuan orang ini tentu memiliki berbagai kebutuhan mulai dari belanja pribadi, makan, minum, transportasi. Belum lagi dalam tahap pembangunan yang memerlukan banyak tenaga sehingga terbuka lapangan kerja baik di proyek pembangunan maupun yang terkait seperti warung-warung makan. Dengan terbukanya lapangan kerja perlahan-lahan akan terurai kemiskinan. Jadi, efek domino dari kota baru ini sangat besar.
Aspek apa saja dalam pembangunan ini?
Kita melakukan penataan sedemikian rupa. Dalam rancangan yang dibuat sudah ada persentase tertentu antara kawasan komersial, permukiman, maupun perkantoran dan ruang terbuka hijau. Semuanya akan ditata termasuk memudahkan mereka. Pelaku pasar misalnya akan kita arahkan tinggal di perumahan yang tak jauh dari lokasi mereka berdagang sehingga dapat menghemat ongkos. Kita juga akan menata agar aktivitas nyaman. Sekolah tidak boleh berdekatan dengan pusat perbelanjaan atau bioskop karena dapat mengganggu konsentrasi anak-anak belajar. Jadi prinsipnya kita memadukan aspek keindahan, kenyamanan, dan keamanan.
Bagaimana keterlibatan pihak swasta?
Itu sudah pasti. Dalam rancangan kita, kawasan perkantoran kan hanya 350 hektare. Sisanya akan menjadi peluang bagi pihak swasta untuk masuk. Kami akan tentukan secara terencana dan peruntukannya, sekali lagi, melibatkan berbagai aspek. Dalam konteks ini tentu saja kita memerlukan banyak masukan berbagai pihak, termasuk kalangan swasta. Saya kira mereka akan berperan banyak juga nantinya.
Dengan rancangan yang ada, bagaimana arah pembangunan dan pertumbuhan kota baru ini kelak?
Pertumbuhan kota ini tidak akan kita biarkan liar, melainkan tumbuh sesuai perencanaan. Jadi bentuk kota ini terencana. Bentuk seperti ini dapat dijumpai pada kota-kota Eropa abad pertengahan dengan pengaturan kota yang selalu reguler dan rancangan bentuk geometrik.
Kalau bentuk tidak terencana banyak terjadi pada kota-kota metropolitan, di mana satu segmen kota berkembang secara spontan dengan bermacam-macam kepentingan yang saling mengisi, sehingga akhirnya kota akan memiliki bentuk semaunya. Bentuk kota organik tersebut secara spontan, tidak terencana, dan memiliki pola yang tidak teratur dan nongeometrik. Ini akan dihindari. Kalau tidak, kan sama saja dengan kondisi saat ini. Kalau sudah begitu, buat apa kita lakukan pemindahan.
Bagaimana dengan kawasan yang ditinggalkan?
Kan sudah ada beberapa program penting misalnya konsep water front city (WFC), juga penataan kota. Bayangkan misalnya kantor gubernur dipakai untuk kantor wali kota. Berarti parkirnya kan tidak di jalan raya lagi. PKL juga dapat mengisi pasar-pasar atau lokasi yang kosong sehingga kota lebih rapi.
Terkait banyak perusahaan besar di Lampung, bagaimana harapan Anda?
Perusahaan-perusahaan besar ini harus memberikan kontribusi kepada daerah, tetapi hendaknya bukan hanya pada aspek ekonomi. Jika ada perusahaan di Lampung, bagaimana caranya agar masyarakat, khususnya di kawasan tersebut dapat memperoleh manfaat dari keberadaan mereka. Kan perusahaan itu memiliki dana CSR. Nah bagaimana koordinasi mereka dengan aparat atau pihak terkait dalam menyalurkannya sehingga masyarakat juga dapat merasakannya.
Termasuk BUMD/BUMN?
Ya misalnya ada rencana pembangunan double track kereta api. Kalau ada statement hal itu berdampak pada ekonomi rakyat, saya kira bukan kata-kata yang diinginkan rakyat melainkan realisasi nyata. Kalau ada lintasan double track, bisa enggak masyarakat merasakan langsung, misalnya, dengan menggandengkan gerbong untuk berbagai aktivitas masyarakat?
Sumber: Lampung Post, Senin, 16 Agustus 2010
No comments:
Post a Comment