GENERASI muda Indonesia kehilangan nilai-nilai luhur yang menjadi karakter bangsa. Tak adanya keteladanan menjadi penyebab utama terjadinya hal tersebut.
Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Lampung Sutopo Ghani Nugroho menyimpulkan perilaku buruk politikus maupun birokrat muda saat ini menunjukkan pendidikan dalam 25 tahun terakhir telah gagal.
"Kita tidak bisa berharap pada generasi sekarang, tapi kita harus berpikir bagaimana generasi kita ke depan," ujar Sutopo.
Sutopo mengemukakan kini generasi muda tak lagi memiliki kejujuran, semangat untuk bekerja keras, kehilangan rasa peduli sesama, dan tak ada sosok yang mampu menjadi teladan maupun panutan.
"Jika hari ini kita berbicara tentang bagaimana pendidikan ke depan. Mau tidak mau kita harus berbicara pendidikan, terutama pendidikan yang berkarakter. Dan yang paling penting adalah keteladanan," ujar guru besar Unila tersebut.
Dosen Fakultas Pertanian Unila ini mengatakan Indonesia harus belajar dari masyarakat Jepang yang selalu berpegang pada prinsip kejujuran, kerja keras, kepedulian kepada sesama, dan lingkungan serta keteladanan.
Hal senada juga diutarakan Pembantu Dekan I Bidang Akademik FKIP Unila Toha B. Sampoerna Jaya yang menekankan pentingnya penanaman karakter melalui revitalisasi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang telah memasuki masa 10 tahun setelah ditetapkan.
"Undang-undang pendidikan kita saat ini belum berbicara banyak soal budaya dan etika. Padahal, pendidikan suatu bangsa tidak bisa lepas dari persoalan akar budaya yang bermuara kepada etika dan norma masyarakatnya," ujar Toha.
Sementara itu, Ivan Bonang dari Komunitas Dongeng Dakocan menyatakan persoalan karakter anak tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada institusi sekolah dalam hal ini guru. "Orang tua dan keluarga juga punya peran penting dalam membangun karakter anak," ujarnya. (MG1/S-3)
Sumber: Lampung Post, Kamis, 3 Mei 2012
Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Lampung Sutopo Ghani Nugroho menyimpulkan perilaku buruk politikus maupun birokrat muda saat ini menunjukkan pendidikan dalam 25 tahun terakhir telah gagal.
"Kita tidak bisa berharap pada generasi sekarang, tapi kita harus berpikir bagaimana generasi kita ke depan," ujar Sutopo.
Sutopo mengemukakan kini generasi muda tak lagi memiliki kejujuran, semangat untuk bekerja keras, kehilangan rasa peduli sesama, dan tak ada sosok yang mampu menjadi teladan maupun panutan.
"Jika hari ini kita berbicara tentang bagaimana pendidikan ke depan. Mau tidak mau kita harus berbicara pendidikan, terutama pendidikan yang berkarakter. Dan yang paling penting adalah keteladanan," ujar guru besar Unila tersebut.
Dosen Fakultas Pertanian Unila ini mengatakan Indonesia harus belajar dari masyarakat Jepang yang selalu berpegang pada prinsip kejujuran, kerja keras, kepedulian kepada sesama, dan lingkungan serta keteladanan.
Hal senada juga diutarakan Pembantu Dekan I Bidang Akademik FKIP Unila Toha B. Sampoerna Jaya yang menekankan pentingnya penanaman karakter melalui revitalisasi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang telah memasuki masa 10 tahun setelah ditetapkan.
"Undang-undang pendidikan kita saat ini belum berbicara banyak soal budaya dan etika. Padahal, pendidikan suatu bangsa tidak bisa lepas dari persoalan akar budaya yang bermuara kepada etika dan norma masyarakatnya," ujar Toha.
Sementara itu, Ivan Bonang dari Komunitas Dongeng Dakocan menyatakan persoalan karakter anak tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada institusi sekolah dalam hal ini guru. "Orang tua dan keluarga juga punya peran penting dalam membangun karakter anak," ujarnya. (MG1/S-3)
Sumber: Lampung Post, Kamis, 3 Mei 2012
No comments:
Post a Comment