MENAJEMEN pendidikan akan menentukan maju-mundurnya institusi pendidikan, dalam hal ini sekolah. Oleh sebab itu, penempatan orang-orang yang tepat untuk mengelola manajemen pendidikan mutlak diperlukan.
Pengelola Program Pascasarjana Unila Sumadi mengatakan terdapat empat hal penting dalam manajemen pendidikan. Pertama, perbaikan yang dilakukan secara terus-menerus. Kedua, penentuan standar mutu atau penentuan kriteria ketuntasa minimal (KKM). Ketiga, perubahan budaya termasuk di dalamnya perubahan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Keempat, perubahan organisasi dalam hal ini perbaikan manajemen di dunia pendidikan.
Menurut Sumadi, perbaikan berkelanjutan yang dimaksud meliputi sumber daya manusia, yaitu guru serta sarana-prasarana pendidikan. “Pelatihan terhadap guru tidak akan efektif jika hanya dilakukan satu kali, tapi harus diberikan secara periodik,” kata Sumadi.
Selanjutnya, ia menyebutkan perlunya penentuan standar mutu di setiap institusi pendidikan melalui manajemen strategis yang dapat dicapai melalui peentuan visi-misi. Penentuan visi-misi bukan hal yang sederhana, karena akan menentukan arah kebijakan institusi tersebut.
Namun, ia menilai saat ini penentuan visi-misi tersebut hanya syarat, tanpa pemaknaan. “Padahal, ini adalah permulaan dari keberhasilan pendidikan,” kata dia.
Hal penting berikutnya adalah perubahan budaya, baik bagi pendidik maupun tenaga kependidikan, yang harus berubah ke arah yang lebih baik dari waktu ke waktu. Dan yang berikutnya adalah perubahan organisasi yang berkaitan dengan penempatan personalia yang tepat, baik di kabupaten/kota maupun di provinsi.
Penempatan personalia yang tidak tepat menyebabkan organisasi stagnan atau jalan di tempat, bahkan menyebabkan kemunduran suatu institusi. Ia mencontohkan, ada sekolah yang selama ini dinilai favorit oleh masyarakat, tapi menjadi tidak favorit lagi karena adanya kesalahan manajemen, termasuk penempatan personalia.
Sebaliknya, ada sekolah yang tadinya kurang favorit, tapi menjadi favorit karena adanya perbaikan manajemen dan personalia di sekolah tersebut. Untuk meraih pendidikan bermutu, kata Sumadi, diperlukan manajemen yang baik dan tepat dan berkelanjutan sehingga sedikit demi sedikit terus mengarah pada kemajuan.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unila Bujang Rahman mengingatkan dalam pendidikan yang paling mengerti dan mengenal siswa adalah guru dan sekolah, sehingga perlu adanya otoritas yang diberikan untuk mengatur dan mengelola yang disebut dengan manajemen pendidikan. “Beri kebebasan pada institusi pendidikan untuk mengatur.”
Ia mencontohkan, otonomi pendidikan di Jerman sangat baik. Hal itu terealisasi karena birokrasi pendidikan di Jerman sudah kuat. Di Finlandia yang memiliki kualitas pendidikan terbaik di dunia, sekolah adalah institusi yang paling berhak menentukan nilai serta kelulusan siswa melalui sistem portofolio yang membandingkan hasil belajar siswa dari waktu ke waktu.
“Tidak seperti di Indonesia yang menggunakan ujian nasional, sehingga kelulusan siswa bukan berada di tangan sekolah dan gurunya,” kata dia. Termasuk mengatur guru, terutama yang sudah mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
Selama mengikuti PLPG, Bujang menilai para guru telah menunjukkan kemampuan yang baik dalam mengajar, termasuk menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Tapi, manajemen pendidikan yang terkait dengan kinerja guru tersebut harus terus dilakukan oleh pemerintah daerah masing-masing.
“Semua harus melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan secara kontinu agar kompetensi guru dapat terus meningkat,” kata Ketua Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Lampung ini. Guru, ujar dia, harus dibina secara professional agar dapat bekerja professional. Manajemen berbasis profesional harus dilakukan agar masalah pendidikan bisa diatasi. (MG4/S-3)
Sumber: Lampung Post, Kamis, 3 Mei 2012
Pengelola Program Pascasarjana Unila Sumadi mengatakan terdapat empat hal penting dalam manajemen pendidikan. Pertama, perbaikan yang dilakukan secara terus-menerus. Kedua, penentuan standar mutu atau penentuan kriteria ketuntasa minimal (KKM). Ketiga, perubahan budaya termasuk di dalamnya perubahan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Keempat, perubahan organisasi dalam hal ini perbaikan manajemen di dunia pendidikan.
Menurut Sumadi, perbaikan berkelanjutan yang dimaksud meliputi sumber daya manusia, yaitu guru serta sarana-prasarana pendidikan. “Pelatihan terhadap guru tidak akan efektif jika hanya dilakukan satu kali, tapi harus diberikan secara periodik,” kata Sumadi.
Selanjutnya, ia menyebutkan perlunya penentuan standar mutu di setiap institusi pendidikan melalui manajemen strategis yang dapat dicapai melalui peentuan visi-misi. Penentuan visi-misi bukan hal yang sederhana, karena akan menentukan arah kebijakan institusi tersebut.
Namun, ia menilai saat ini penentuan visi-misi tersebut hanya syarat, tanpa pemaknaan. “Padahal, ini adalah permulaan dari keberhasilan pendidikan,” kata dia.
Hal penting berikutnya adalah perubahan budaya, baik bagi pendidik maupun tenaga kependidikan, yang harus berubah ke arah yang lebih baik dari waktu ke waktu. Dan yang berikutnya adalah perubahan organisasi yang berkaitan dengan penempatan personalia yang tepat, baik di kabupaten/kota maupun di provinsi.
Penempatan personalia yang tidak tepat menyebabkan organisasi stagnan atau jalan di tempat, bahkan menyebabkan kemunduran suatu institusi. Ia mencontohkan, ada sekolah yang selama ini dinilai favorit oleh masyarakat, tapi menjadi tidak favorit lagi karena adanya kesalahan manajemen, termasuk penempatan personalia.
Sebaliknya, ada sekolah yang tadinya kurang favorit, tapi menjadi favorit karena adanya perbaikan manajemen dan personalia di sekolah tersebut. Untuk meraih pendidikan bermutu, kata Sumadi, diperlukan manajemen yang baik dan tepat dan berkelanjutan sehingga sedikit demi sedikit terus mengarah pada kemajuan.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unila Bujang Rahman mengingatkan dalam pendidikan yang paling mengerti dan mengenal siswa adalah guru dan sekolah, sehingga perlu adanya otoritas yang diberikan untuk mengatur dan mengelola yang disebut dengan manajemen pendidikan. “Beri kebebasan pada institusi pendidikan untuk mengatur.”
Ia mencontohkan, otonomi pendidikan di Jerman sangat baik. Hal itu terealisasi karena birokrasi pendidikan di Jerman sudah kuat. Di Finlandia yang memiliki kualitas pendidikan terbaik di dunia, sekolah adalah institusi yang paling berhak menentukan nilai serta kelulusan siswa melalui sistem portofolio yang membandingkan hasil belajar siswa dari waktu ke waktu.
“Tidak seperti di Indonesia yang menggunakan ujian nasional, sehingga kelulusan siswa bukan berada di tangan sekolah dan gurunya,” kata dia. Termasuk mengatur guru, terutama yang sudah mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
Selama mengikuti PLPG, Bujang menilai para guru telah menunjukkan kemampuan yang baik dalam mengajar, termasuk menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Tapi, manajemen pendidikan yang terkait dengan kinerja guru tersebut harus terus dilakukan oleh pemerintah daerah masing-masing.
“Semua harus melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan secara kontinu agar kompetensi guru dapat terus meningkat,” kata Ketua Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Lampung ini. Guru, ujar dia, harus dibina secara professional agar dapat bekerja professional. Manajemen berbasis profesional harus dilakukan agar masalah pendidikan bisa diatasi. (MG4/S-3)
Sumber: Lampung Post, Kamis, 3 Mei 2012
No comments:
Post a Comment