Mamak Kenut, Orang Lampung Punya Celoteh
Udo Z. Karzi
Indepth Publishing, Bandar Lampung, Juni 2012
xxii + 226 hlm.
GAGASAN yang bergulir sejak 1908 ditandai oleh kebebasan (liberte), persaudaraan (fraternite), dan persamaan (egalite), dalam pandangan Udo Z. Karzi melalui tulisan-tulisan yang diterakan dalam buku Mamak Kenut, Orang Lampung Punya Celoteh seperti proses yang tak berkesudahan.
Udo Z. Karzi, wartawan-penyair, penerima Hadiah Sastra Rancage 2008. Seorang generasi kini yang berkehendak "menyelamatkan" yang lokal untuk bisa bersanding dengan yang mondial. Dia memilih sebuah prosa yang hidup. Ia tidak memilih model kolom yang berat penuh refleksi, kontemplasi dengan referensi buku-buku. Bahasa Udo ringan, mengalir, lincah. Mengingatkan kita pada kolom Mahbub Djunaidi yang segar. n
Menulis dengan Telinga
Adian Saputra
Indepth Publishing, Bandar Lampung, Juni 2012
xii + 138 halaman
AUDITORI, kata orang. Menghafal lebih mudah dengan mendengar. Menyerap informasi juga lebih mudah dengan mendengar ketimbang melihat dan membaca. Bukannya tidak bisa dengan membaca dan melihat, melainkan mendengar lebih mudah saja dilakukan. Kalau dari fisiologis, kita bisa mengambil ibrah dengan pancaindera.
Begitulah Adian Saputra, penulis buku ini mengibaratkan proses menulis dan memberikan motivasi kepada (calon) penulis. Dengan bahasa yang enak dan dengan pendekatan personal, buku ini sangat menarik untuk membangkitkan gairah (kembali) menulis bagi siapa saja, tak terkecuali yang sudah mumpuni menulis sekalipun. n
Sumber: Lampung Post, Minggu, 1 Juli 2012
Udo Z. Karzi
Indepth Publishing, Bandar Lampung, Juni 2012
xxii + 226 hlm.
GAGASAN yang bergulir sejak 1908 ditandai oleh kebebasan (liberte), persaudaraan (fraternite), dan persamaan (egalite), dalam pandangan Udo Z. Karzi melalui tulisan-tulisan yang diterakan dalam buku Mamak Kenut, Orang Lampung Punya Celoteh seperti proses yang tak berkesudahan.
Udo Z. Karzi, wartawan-penyair, penerima Hadiah Sastra Rancage 2008. Seorang generasi kini yang berkehendak "menyelamatkan" yang lokal untuk bisa bersanding dengan yang mondial. Dia memilih sebuah prosa yang hidup. Ia tidak memilih model kolom yang berat penuh refleksi, kontemplasi dengan referensi buku-buku. Bahasa Udo ringan, mengalir, lincah. Mengingatkan kita pada kolom Mahbub Djunaidi yang segar. n
Menulis dengan Telinga
Adian Saputra
Indepth Publishing, Bandar Lampung, Juni 2012
xii + 138 halaman
AUDITORI, kata orang. Menghafal lebih mudah dengan mendengar. Menyerap informasi juga lebih mudah dengan mendengar ketimbang melihat dan membaca. Bukannya tidak bisa dengan membaca dan melihat, melainkan mendengar lebih mudah saja dilakukan. Kalau dari fisiologis, kita bisa mengambil ibrah dengan pancaindera.
Begitulah Adian Saputra, penulis buku ini mengibaratkan proses menulis dan memberikan motivasi kepada (calon) penulis. Dengan bahasa yang enak dan dengan pendekatan personal, buku ini sangat menarik untuk membangkitkan gairah (kembali) menulis bagi siapa saja, tak terkecuali yang sudah mumpuni menulis sekalipun. n
Sumber: Lampung Post, Minggu, 1 Juli 2012
No comments:
Post a Comment