Hari Jayaningrat (IST)
SENI merupakan bagian penting yang turut mewarnai kehidupan setiap insan manusia. Melalui seni, jiwa dan karakter seseorang makin lembut. Salah satunya seni tari. Seni olah tubuh yang mengusung keindahan gerakan, irama, dan kelembutan jiwa ini telah membuat Hari Jayaningrat jatuh hati.
Lewat seni tari, kini Hari menjadi koreografer andal. Dia mendongkrak popularitas seni tari Lampung di kancah nasional dan internasional.
Pria berkaca mata ini mulai kepincut dengan tari berawal dari keikutsertaannya menjadi wayang orang pada pergelaran seni 1973 lalu. Lama-kelamaan setelah berkecimpung di dunia panggung, dia merasakan kenikmatan tersendiri sebagai pegiat seni. Dirinya merasa mendapat kepuasan batin saat berperan menjadi orang panggung yang ditonton ratusan pasang mata setiap kali tampil.
"Saya melakukan pementasan tari dari panggung ke panggung. Akhirnya, saya menemukan, inilah panggilan jiwa saya," ujar Hary, sambil mengenang kembali sejak terjun di dunia seni panggung.
Akhirnya, Hary merasa tertantang untuk serius menggeluti seni. Dia melanjutkan pendidikan tinggi di Konservatori Tari Indonesia Yogyakarta, mengambil jurusan tari.
Sembari mengenyam pendidikan formalnya, Hary terus mengembangkan kemampuan tarinya di beberapa tempat. Tak hanya di Yogyakarta, tapi juga di Surakarta hingga Bali. Dia belajar tari klasik dan kreasi Jawa, Sunda, Bali, hingga tari Banyumasan. Dia juga berguru dengan penari kondang almarhum Bagong Kussudiardjo untuk mempelajari tari kreasi.
Lalu belajar tari klasik di Kredo Beksa Wirama, masuk sanggar Bali Saraswati pada 1981?1983. Kemudian, mempelajari tarian Banyumas di Komunitas Seni Banyumasan pada tahun yang sama. Hingga mempelajari tari Sunda dengan koreografer tari Sunda era 1979 sampai 1983 Teti Saleh. Juga pernah bergabung dengan Didik Nini Thowok di grup Natialaskita pada 1982.
Dari sanggar-sanggar inilah yang membentuknya menjadi penari profesional. Hingga berbagai perhargaan diperolehnya, dari tingkat nasional hingga internasional. Di antaranya, masuk 10 besar penyaji terbaik nasional 1985 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Kesenian, lalu penyaji Festival Istiqlal II di Jakarta pada 1991.
Peserta Festival Kesenian Rakyat Dunia di Prancis, Jerman, Belanda, dan Spanyol pada 1992. Penyaji di forum festival tari di Thailand dalam rangka ulang tahun Raja Thailand pada 1995. Dia juga menyabet juara II penyaji festival tradisional di Kuala Lumpur tingkat Asia Tenggara pada 1998.
Dia mengakui dari tari, tidak hanya kepuasan batin yang diperolehnya, tapi mendapat banyak hal-hal yang positif dengan menari. "Seniman tidak hanya pandai menari, tetapi juga pandai mengolah jiwa, nurani, dan karakter," ujar dia.
Bahkan, kata dia, seni tari dengan berlatih serius mendapat hikmah khusus. Selain kedisiplinan, berseni juga punya pola kejujuran dan keberanian. "Pola dasar pembangunan karakter sudah dimulai saat berkesenian," kata dia.
Selain itu, dia mempelajari manajemen kesenian yang mengupas tentang cara menghargai hasil karya seni. Kini, dia mempersiapkan timnya untuk pementasan tarian pada Natal Oikumene se-Lampung yang dilaksanakan pada Jumat (14-12) di Gedung Pertemuan Bagas Raya Bandar Lampung. Tema pementasan tersebut adalah Rona budaya kasih.
"Akan ada beberapa tarian yang akan dibawakan oleh 40 penari, didukung 30 paduan suara dan 15 orang pemain musik," ujar Hary.
Tarian yang akan disuguhkan yaitu tari tor-tor, tari piring, tari bedana, tari topeng, tari jaranan, tari kaden saje, tari selendang, tari yamko rambe yamko, tari girng-giring, dan tari lampion dari Mandarin.
Pesan yang terkandung dalam suguhan tersebut yaitu di tengah keberagaman, kasih Tuhan hadir membawa persatuan bagi manusia. "Persiapan untuk pementasan ini, kami berlatih intensif selama sebulan penuh," ujar Hary.
Menurut dia, untuk menjadi penari yang baik, setiap orang harus serius mempelajari olah tubuh dan teknik disertai disiplin dan kemauan berlatih. Olah tubuh berguna melatih kelenturan tubuh agar bisa beradaptasi dengan tari apa pun. Sementara teknik menari adalah pola dan elemen-elemen dasar yang unik pada setiap tarian.
Didikan Bagong Kussudihardjo
Sebagai penari, Hary memang sudah malang melintang berguru dengan banyak penari andal saat ia kuliah seni tari di Konservatori Tari Indonesia Yogyakarta. Menjadi anggota tari di Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiharjo Cabang 18 Sleman sejak 1975 sampai 1984.
Lalu bergabung di Padepokan Bagong Kussudihardjo untuk mempelajari tari kreasi. Pada waktu yang sama, ayah tiga anak itu juga menjadi anggota grup tari Kredo Beksa Wirama untuk mempelajari tari klasik. Hary juga tertarik mempelajari tari Solo, yang akhirnya mendorongnya bergabung di Yayasan Pendidikan Seni Solo pada 1973-1980.
Tidak puas hanya menguasai beberapa jenis tari, Hary kemudian mempelajari tari Bali dan bergabung dengan grup tari Bali Saraswati pada 1981-1983. Kemudian mempelajari tarian Banyumas di Komunitas Seni Banyumasan pada tahun yang sama.
"Saya juga mempelajari tari Sunda dengan koreografer tari Sunda era 1979 sampai 1983 Teti Saleh," kata Hary. Ia juga pernah bergabung dengan grup Didik Nini Thowok di grup Natialaskita pada tahun 1982.
Dari banyaknya sanggar tari yang ia ikuti, ia paling terkesan ketika bergabung di Padepokan Bagong Kussudihardjo. Di padepokan milik seniman besar tersebut, Hary tidak sekadar dididik menjadi seniman yang pandai menari, tetapi juga mahir mengolah jiwa, nurani, dan karakter. "Kami dipersiapkan menjadi seniman yang inspiratif," kata Hary.
Selain disiplin yang keras menggunakan pola latihan serius, Hary mendapat hikmah khusus yaitu kesenian juga memiliki disiplin yang sama dengan ilmu lain.
Tiwul 2000, Terinspirasi dari Buras
Menciptakan karya terbaik. Itulah yang selalu menjadi obsesi Hary Jayaningrat. Sebagai koreografer andal di Lampung, peraih penyaji di Forum Festival Tari di Thailand pada ulang tahun Raja Thailand tahun 1995 ini, terus berjibaku membuat karya terbaik untuk masyarakat, salah satunya tari tiwul 2000. Ternyata tarian ini terinspirasi oleh tulisan Buras karya Pemimpin Umum Lampung Post Bambang Eka Wijaya.
Pada tahun 2000, Hary menciptakan tari kontemporer yang diberi nama tiwul 2000. Tari yang dipentaskan di Taman Budaya ini mengisahkan tentang kemiskinan di tengah semaraknya kehidupan yang maju. "Di tengah pesatnya pembangunan, masih ada masyarakat yang makan tiwul," ujar Hary.
Tarian ini untuk memotivasi masyarakat agar keluar dari kemiskinan dan bekerja keras untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Untuk mendukung totalitas pertunjukan, Hary mendatangkan satu truk singkong dan tiga bakul besar tiwul untuk properti pementasan. Ia juga melibatkan 100 masyarakat Kampung Masjid Telukbetung, Bandar Lampung, sebagai penari yang berkolaborasi dengan 20 penari profesional.
"Tarian tersebut diciptakan untuk memotivasi para masyarakat agar memiliki spirit of change," kata dia. (DELIMA NAPITUPULU/S-1)
Biodata
Nama : Hary Jayaningrat
Istri : Nyi Ayu Zunaida
Anak : Evan Dian Amar Putra, Gayuh Refri Chawal, dan Roro Gendis Putri Kinasih
Pendidikan : Jurusan Tari di Konservatori Tari Indonesia Yogyakarta
Penghargaan : 10 besar Penyaji Terbaik Nasional tahun 1985 dari Kemente
rian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Kesenian
Penyaji Festival Istiqlal II di Jakarta tahun 1991
Peserta Festival Kesenian Rakyat Dunia di Perancis, Jerman, Belanda, dan Spanyol tahun 1992
Penyaji di Forum Festival Tari di Thailand dalam rangka ulang tahun Raja Thailand tahun 1995
Juara II Penyaji Festival Tradisional di Kuala Lumpur tingkat Asia Tenggara Tahun 1998
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 15 Desember 2012
SENI merupakan bagian penting yang turut mewarnai kehidupan setiap insan manusia. Melalui seni, jiwa dan karakter seseorang makin lembut. Salah satunya seni tari. Seni olah tubuh yang mengusung keindahan gerakan, irama, dan kelembutan jiwa ini telah membuat Hari Jayaningrat jatuh hati.
Lewat seni tari, kini Hari menjadi koreografer andal. Dia mendongkrak popularitas seni tari Lampung di kancah nasional dan internasional.
Pria berkaca mata ini mulai kepincut dengan tari berawal dari keikutsertaannya menjadi wayang orang pada pergelaran seni 1973 lalu. Lama-kelamaan setelah berkecimpung di dunia panggung, dia merasakan kenikmatan tersendiri sebagai pegiat seni. Dirinya merasa mendapat kepuasan batin saat berperan menjadi orang panggung yang ditonton ratusan pasang mata setiap kali tampil.
"Saya melakukan pementasan tari dari panggung ke panggung. Akhirnya, saya menemukan, inilah panggilan jiwa saya," ujar Hary, sambil mengenang kembali sejak terjun di dunia seni panggung.
Akhirnya, Hary merasa tertantang untuk serius menggeluti seni. Dia melanjutkan pendidikan tinggi di Konservatori Tari Indonesia Yogyakarta, mengambil jurusan tari.
Sembari mengenyam pendidikan formalnya, Hary terus mengembangkan kemampuan tarinya di beberapa tempat. Tak hanya di Yogyakarta, tapi juga di Surakarta hingga Bali. Dia belajar tari klasik dan kreasi Jawa, Sunda, Bali, hingga tari Banyumasan. Dia juga berguru dengan penari kondang almarhum Bagong Kussudiardjo untuk mempelajari tari kreasi.
Lalu belajar tari klasik di Kredo Beksa Wirama, masuk sanggar Bali Saraswati pada 1981?1983. Kemudian, mempelajari tarian Banyumas di Komunitas Seni Banyumasan pada tahun yang sama. Hingga mempelajari tari Sunda dengan koreografer tari Sunda era 1979 sampai 1983 Teti Saleh. Juga pernah bergabung dengan Didik Nini Thowok di grup Natialaskita pada 1982.
Dari sanggar-sanggar inilah yang membentuknya menjadi penari profesional. Hingga berbagai perhargaan diperolehnya, dari tingkat nasional hingga internasional. Di antaranya, masuk 10 besar penyaji terbaik nasional 1985 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Kesenian, lalu penyaji Festival Istiqlal II di Jakarta pada 1991.
Peserta Festival Kesenian Rakyat Dunia di Prancis, Jerman, Belanda, dan Spanyol pada 1992. Penyaji di forum festival tari di Thailand dalam rangka ulang tahun Raja Thailand pada 1995. Dia juga menyabet juara II penyaji festival tradisional di Kuala Lumpur tingkat Asia Tenggara pada 1998.
Dia mengakui dari tari, tidak hanya kepuasan batin yang diperolehnya, tapi mendapat banyak hal-hal yang positif dengan menari. "Seniman tidak hanya pandai menari, tetapi juga pandai mengolah jiwa, nurani, dan karakter," ujar dia.
Bahkan, kata dia, seni tari dengan berlatih serius mendapat hikmah khusus. Selain kedisiplinan, berseni juga punya pola kejujuran dan keberanian. "Pola dasar pembangunan karakter sudah dimulai saat berkesenian," kata dia.
Selain itu, dia mempelajari manajemen kesenian yang mengupas tentang cara menghargai hasil karya seni. Kini, dia mempersiapkan timnya untuk pementasan tarian pada Natal Oikumene se-Lampung yang dilaksanakan pada Jumat (14-12) di Gedung Pertemuan Bagas Raya Bandar Lampung. Tema pementasan tersebut adalah Rona budaya kasih.
"Akan ada beberapa tarian yang akan dibawakan oleh 40 penari, didukung 30 paduan suara dan 15 orang pemain musik," ujar Hary.
Tarian yang akan disuguhkan yaitu tari tor-tor, tari piring, tari bedana, tari topeng, tari jaranan, tari kaden saje, tari selendang, tari yamko rambe yamko, tari girng-giring, dan tari lampion dari Mandarin.
Pesan yang terkandung dalam suguhan tersebut yaitu di tengah keberagaman, kasih Tuhan hadir membawa persatuan bagi manusia. "Persiapan untuk pementasan ini, kami berlatih intensif selama sebulan penuh," ujar Hary.
Menurut dia, untuk menjadi penari yang baik, setiap orang harus serius mempelajari olah tubuh dan teknik disertai disiplin dan kemauan berlatih. Olah tubuh berguna melatih kelenturan tubuh agar bisa beradaptasi dengan tari apa pun. Sementara teknik menari adalah pola dan elemen-elemen dasar yang unik pada setiap tarian.
Didikan Bagong Kussudihardjo
Sebagai penari, Hary memang sudah malang melintang berguru dengan banyak penari andal saat ia kuliah seni tari di Konservatori Tari Indonesia Yogyakarta. Menjadi anggota tari di Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiharjo Cabang 18 Sleman sejak 1975 sampai 1984.
Lalu bergabung di Padepokan Bagong Kussudihardjo untuk mempelajari tari kreasi. Pada waktu yang sama, ayah tiga anak itu juga menjadi anggota grup tari Kredo Beksa Wirama untuk mempelajari tari klasik. Hary juga tertarik mempelajari tari Solo, yang akhirnya mendorongnya bergabung di Yayasan Pendidikan Seni Solo pada 1973-1980.
Tidak puas hanya menguasai beberapa jenis tari, Hary kemudian mempelajari tari Bali dan bergabung dengan grup tari Bali Saraswati pada 1981-1983. Kemudian mempelajari tarian Banyumas di Komunitas Seni Banyumasan pada tahun yang sama.
"Saya juga mempelajari tari Sunda dengan koreografer tari Sunda era 1979 sampai 1983 Teti Saleh," kata Hary. Ia juga pernah bergabung dengan grup Didik Nini Thowok di grup Natialaskita pada tahun 1982.
Dari banyaknya sanggar tari yang ia ikuti, ia paling terkesan ketika bergabung di Padepokan Bagong Kussudihardjo. Di padepokan milik seniman besar tersebut, Hary tidak sekadar dididik menjadi seniman yang pandai menari, tetapi juga mahir mengolah jiwa, nurani, dan karakter. "Kami dipersiapkan menjadi seniman yang inspiratif," kata Hary.
Selain disiplin yang keras menggunakan pola latihan serius, Hary mendapat hikmah khusus yaitu kesenian juga memiliki disiplin yang sama dengan ilmu lain.
Tiwul 2000, Terinspirasi dari Buras
Menciptakan karya terbaik. Itulah yang selalu menjadi obsesi Hary Jayaningrat. Sebagai koreografer andal di Lampung, peraih penyaji di Forum Festival Tari di Thailand pada ulang tahun Raja Thailand tahun 1995 ini, terus berjibaku membuat karya terbaik untuk masyarakat, salah satunya tari tiwul 2000. Ternyata tarian ini terinspirasi oleh tulisan Buras karya Pemimpin Umum Lampung Post Bambang Eka Wijaya.
Pada tahun 2000, Hary menciptakan tari kontemporer yang diberi nama tiwul 2000. Tari yang dipentaskan di Taman Budaya ini mengisahkan tentang kemiskinan di tengah semaraknya kehidupan yang maju. "Di tengah pesatnya pembangunan, masih ada masyarakat yang makan tiwul," ujar Hary.
Tarian ini untuk memotivasi masyarakat agar keluar dari kemiskinan dan bekerja keras untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Untuk mendukung totalitas pertunjukan, Hary mendatangkan satu truk singkong dan tiga bakul besar tiwul untuk properti pementasan. Ia juga melibatkan 100 masyarakat Kampung Masjid Telukbetung, Bandar Lampung, sebagai penari yang berkolaborasi dengan 20 penari profesional.
"Tarian tersebut diciptakan untuk memotivasi para masyarakat agar memiliki spirit of change," kata dia. (DELIMA NAPITUPULU/S-1)
Nama : Hary Jayaningrat
Istri : Nyi Ayu Zunaida
Anak : Evan Dian Amar Putra, Gayuh Refri Chawal, dan Roro Gendis Putri Kinasih
Pendidikan : Jurusan Tari di Konservatori Tari Indonesia Yogyakarta
Penghargaan : 10 besar Penyaji Terbaik Nasional tahun 1985 dari Kemente
Penyaji Festival Istiqlal II di Jakarta tahun 1991
Peserta Festival Kesenian Rakyat Dunia di Perancis, Jerman, Belanda, dan Spanyol tahun 1992
Penyaji di Forum Festival Tari di Thailand dalam rangka ulang tahun Raja Thailand tahun 1995
Juara II Penyaji Festival Tradisional di Kuala Lumpur tingkat Asia Tenggara Tahun 1998
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 15 Desember 2012
No comments:
Post a Comment