DARI jarak sekitar 5 meter, Setiawan sudah menyiapkan senyuman paling manis yang ia punya untuk warga yang kebetulan sedang berpapasan. Tapi, ia hanya mendapat tatapan aneh dari warga itu.
Untuk kali kedua, saat ia bertemu lagi dengan orang yang sama, Setiawan tetap menyunggingkan senyumnya kembali, tapi tetap tak membuahkan hasil pula. Belakangan warga Pulau Pahawang justru menaruh curiga kepada Setiawan dan beberapa temannya, atas tingkahnya yang aneh.
Selama sebulan melakukan pendekatan yang tak biasa itu, Setiawan atau yang akrab disapa Awan akhirnya bisa meluluhkan hati para warga yang tinggal di pulau itu.
"Semuanya itu berangkat dari hati, yang utama adalah keikhlasan. Semula kami memang sempat dicurigai oleh warga, tapi setelah terus melakukan pendekatan, termasuk menemui tokoh-tokoh masyarakat di Pulau Pahawang, akhirnya mereka bisa menerima kami," ujar Awan, penggagas Rumah Baca Harapan (Rubah) di Pulau Pahawang.
Kini, ia bersama 70 relawan rumah baca harapan sudah memiliki lebih dari 250 anak didik di pulau itu. Ia juga beserta empat rekan lainnya meraih beasiswa S-2 dari Mendiknas M. Nuh karena dianggap berhasil mengembangkan pendidikan di pulau pada Pekan Ilmiah Nasional di Nusa Tenggara Barat, September 2013 lalu.
Kini, Awan punya mimpi yang akan ia wujudkan, yakni membentuk rumah baca-rumah baca baru di seluruh pulau-pulau yang ada di Lampung, bahkan di Indonesia melalui cara-cara yang sederhana tetapi memiliki efek yang sangat besar untuk dunia pendidikan, khususnya untuk anak-anak yang tinggal di pulau-pulau terpencil dan daerah-daerah pesisir yang selama ini luput dari perhatian pemerintah.
Awan tak menyangka pertemuannya dengan Hendriadi, saat ia mengikuti program Kapal Pemuda Nusantara pada kegiatan Sail Belitong di Bangka Belitung bisa menggugah keinginannya untuk membantu dunia pendidikan.
Ia sadar. Ia bisa kuliah karena dibantu oleh saudara. "Tetapi masih banyak yang lebih susah daripada saya, khususnya anak-anak di pulau dan daerah pesisir.?
Sepulang dari mengikuti program Kapal Pemuda Nusantara itu, ia pun mengajak teman-teman mahasiswanya untuk menggagas sebuah program sosial berbentuk pendidikan anak kepulauan melalui wadah Sahabat Pulau.
"Tadinya saya hanya dibantu lima teman kampus saya, kemudian kami menyebarkan leaflet dan membuat posko rekrutmen relawan dan donasi buku di Unila, responsnya cukup baik, banyak yang mendukung. Ada yang menyumbang buku, ada pula yang membantu dana.?
Setelah semua siap, ia bersama relawan lainnya melakukan survei awal untuk memetakan pulau mana yang layak untuk menjalankan program rumah baca tersebut.
Dari tiga pulau; Pulau Pasaran, Pahawang, dan Legundi. Mereka memilih Pahawang, alasannya karena pulau tersebut termasuk pulau terpencil. Selain itu, sarana pendidikannya masih minim. Di sisi lain, peran orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya di Pulau Pahawang dirasakan masih minim.
Perlahan dari sedikit anak yang ikut, termasuk mendapat kecurigaan dari warga pulau terhadap mereka yang setiap berkunjung selalu mengajak anak-anak untuk bermain dan berkumpul di salah satu rumah untuk membaca, warga mulai tersadar dan mendukung program mereka.
Hingga akhirnya jumlah anak didik mereka sudah mencapai 250 anak, secara sukarela mereka juga membuat program beasiswa seadanya dengan membantu memberikan tas dan sepatu sekolah yang dananya berasal dari sumbangan sesama relawan.
Mereka juga mendapat bantuan dari Dirjen Dikti Departemen Pendidikan melalui proposal program yang mereka ajukan ke departemen itu. Hasilnya, mereka mendapat bantuan dana, sembari terus dimonitoring oleh tim dari Dirjen Pendidikan Tinggi hingga akhirnya diikutsertakan pada Pekan Ilmiah Nasional dan meraih juara dua.
Kini mereka tengah membidik orang tua untuk diberi pendidikan meski tak berusaha menggurui. Mereka menilai orang tua pun perlu mendapat pendidikan, termasuk pemahaman mereka terhadap dunia pendidikan. (M1/Meza Swastika)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 20 Oktober 2013
Setiawan (berdiri paling kiri) bersama anak-anak Pulau Pahawang. |
Selama sebulan melakukan pendekatan yang tak biasa itu, Setiawan atau yang akrab disapa Awan akhirnya bisa meluluhkan hati para warga yang tinggal di pulau itu.
"Semuanya itu berangkat dari hati, yang utama adalah keikhlasan. Semula kami memang sempat dicurigai oleh warga, tapi setelah terus melakukan pendekatan, termasuk menemui tokoh-tokoh masyarakat di Pulau Pahawang, akhirnya mereka bisa menerima kami," ujar Awan, penggagas Rumah Baca Harapan (Rubah) di Pulau Pahawang.
Kini, ia bersama 70 relawan rumah baca harapan sudah memiliki lebih dari 250 anak didik di pulau itu. Ia juga beserta empat rekan lainnya meraih beasiswa S-2 dari Mendiknas M. Nuh karena dianggap berhasil mengembangkan pendidikan di pulau pada Pekan Ilmiah Nasional di Nusa Tenggara Barat, September 2013 lalu.
Kini, Awan punya mimpi yang akan ia wujudkan, yakni membentuk rumah baca-rumah baca baru di seluruh pulau-pulau yang ada di Lampung, bahkan di Indonesia melalui cara-cara yang sederhana tetapi memiliki efek yang sangat besar untuk dunia pendidikan, khususnya untuk anak-anak yang tinggal di pulau-pulau terpencil dan daerah-daerah pesisir yang selama ini luput dari perhatian pemerintah.
Awan tak menyangka pertemuannya dengan Hendriadi, saat ia mengikuti program Kapal Pemuda Nusantara pada kegiatan Sail Belitong di Bangka Belitung bisa menggugah keinginannya untuk membantu dunia pendidikan.
Ia sadar. Ia bisa kuliah karena dibantu oleh saudara. "Tetapi masih banyak yang lebih susah daripada saya, khususnya anak-anak di pulau dan daerah pesisir.?
Sepulang dari mengikuti program Kapal Pemuda Nusantara itu, ia pun mengajak teman-teman mahasiswanya untuk menggagas sebuah program sosial berbentuk pendidikan anak kepulauan melalui wadah Sahabat Pulau.
"Tadinya saya hanya dibantu lima teman kampus saya, kemudian kami menyebarkan leaflet dan membuat posko rekrutmen relawan dan donasi buku di Unila, responsnya cukup baik, banyak yang mendukung. Ada yang menyumbang buku, ada pula yang membantu dana.?
Setelah semua siap, ia bersama relawan lainnya melakukan survei awal untuk memetakan pulau mana yang layak untuk menjalankan program rumah baca tersebut.
Dari tiga pulau; Pulau Pasaran, Pahawang, dan Legundi. Mereka memilih Pahawang, alasannya karena pulau tersebut termasuk pulau terpencil. Selain itu, sarana pendidikannya masih minim. Di sisi lain, peran orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya di Pulau Pahawang dirasakan masih minim.
Perlahan dari sedikit anak yang ikut, termasuk mendapat kecurigaan dari warga pulau terhadap mereka yang setiap berkunjung selalu mengajak anak-anak untuk bermain dan berkumpul di salah satu rumah untuk membaca, warga mulai tersadar dan mendukung program mereka.
Hingga akhirnya jumlah anak didik mereka sudah mencapai 250 anak, secara sukarela mereka juga membuat program beasiswa seadanya dengan membantu memberikan tas dan sepatu sekolah yang dananya berasal dari sumbangan sesama relawan.
Mereka juga mendapat bantuan dari Dirjen Dikti Departemen Pendidikan melalui proposal program yang mereka ajukan ke departemen itu. Hasilnya, mereka mendapat bantuan dana, sembari terus dimonitoring oleh tim dari Dirjen Pendidikan Tinggi hingga akhirnya diikutsertakan pada Pekan Ilmiah Nasional dan meraih juara dua.
Kini mereka tengah membidik orang tua untuk diberi pendidikan meski tak berusaha menggurui. Mereka menilai orang tua pun perlu mendapat pendidikan, termasuk pemahaman mereka terhadap dunia pendidikan. (M1/Meza Swastika)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 20 Oktober 2013
No comments:
Post a Comment