Oleh Rijal Firdaos
DALAM Workshop Metode Penelitian Filologi yang diselenggarakan oleh LP2M IAIN Raden Intan bekerja sama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) belum lama ini, setidaknya ada beberapa hal menarik yang patut diapresiasi terkait dengan ilmu yang berhubungan erat dengan naskah atau manuskrip.
Adalah filologi, sebuah ilmu yang membahas tentang bahasa, kebudayaan pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana terdapat dalam bahan-bahan tertulis. Secara etimologis, filologi berasal dari bahasa Yunani philologia. Philos berarti "yang tercinta" (affection, beloved, dear, friend), sedangkan logos berarti "kata, artikulasi, alasan" (word, articulation, reason). Fadli (1982) sebagaimana dinukil oleh Oman Fathurahman memberikan defenisi terkait dengan filologi, sebagai investigasi ilmiah atas teks-teks tertulis (tangan), dengan menelusuri sumbernya, keabsahan teksnya, karakteristiknya, serta sejarah lahir penyebarannya.
Lahirnya kemajuan suatu bangsa dalam sejarah peradaban manusia tidak lepas dari kontribusi pemikiran manusia yang hidup sebelumnya. Banyaknya penemuan-penemuan yang bersifat ilmiah, harus disadari merupakan bagian penting bagi terciptanya iklim dunia yang menyejahterakan. Pasalnya, tidak sedikit peninggalan-peninggalan yang digali keberadaannya, telah banyak memberikan informasi menarik bagi kehidupan di dunia ini.
Dalam buku The History of Sumatra karya William Marsdn 1779, misalnya, ia menuliskan tentang asal-usul penduduk asli Lampung. Di dalam bukunya, Marsdn mengungkapkan "If you ask the Lampoon people of these part, where originally come from they answer, from the hills, and point out an island place near the great lake whence, their forefather emigrated". "Apabila tuan-tuan menanyakan kepada masyarakat Lampung tentang dari mana mereka berasal, mereka akan menjawab dari dataran tinggi dan menunjuk ke arah gunung yang tinggi dan sebuah danau yang luas."
Informasi di atas, setidaknya memberikan gambaran kepada kita, bahwa cerita kehidupan manusia terdahulu tentang sejarah kapan dan bagaimana asal-muasal suatu kelompok atau suku, sedapat mungkin ditemukan dari kumpulan tulisan-tulisan tangan yang sudah usang, bahkan secara pandangan kodikologi (ilmu fisik naskah) hampir sulit untuk dibaca. Belum lagi dengan informasi terkait lainnya, yang secara ilmiah harus segera dicari kedudukannya, sebagai urgensi dari kekayaan khazanah perkembangan peradaban manusia.
Dick Vander (2011), seorang filolog kawakan asal Belanda, menyebutkan bahwa di Indonesia naskah yang ditulis memiliki banyak jenis huruf. Yang paling sering digunakan adalah huruf Arab, huruf Jawa dengan variannya yang mencakup huruf Bali dan huruf Jejawen dari Lombok. Selain itu, ada juga huruf Bugis atau Makassar. Sementara bahasanya bisa Sunda, Bugis/Makassar, Minangkabau, Malayu, Madura, Buton, Aceh, dan Sasak. Dan naskah sendiri bisa mengandung bermacam-macam teks; teks agama, sejarah, kesusastraan, sajak, ilmu kedokteran, prinbon, dan catatan pribadi.
Sebagai wilayah yang memiliki aksara dan bahasa, serta beberapa kerajaan yang dulu pernah ada, Lampung merupakan wilayah strategis dalam upaya konservasi manuskrip serta merestorasinya. Bukti tentang kemasyhuran Kerajaan Sekala Brak, contohnya, dapat kita peroleh dari cerita turun-temurun yang disebut warahan, warisan kebudayaan, adat istiadat, keahlian serta benda dan situs, seperti tambo dan dalung yang terdapat di Kenali, Batubrak, dan Sukau. Bahkan, kata Lampung sendiri berawal dari kata "Anjak Lambung" yang berarti berasal dari ketinggian, (Natakembahang: 2005).
Alhasil, keberadaan naskah-nasakah penting lainnya yang masih tersembunyi dan berserakan di seluruh wilayah Lampung, sebaiknya segera diinfentarisasi, untuk memperkarya data dan akurasi informasi yang bisa memperbarui ketertinggalan, di samping menghidupkan budaya penelitian dengan pendekatan metode filologi. Filologi sebagai ilmu yang belum banyak dikenal eksistensinya secara luas, bisa menjadi preferensi menarik bagi keselamatan manuskrip yang ada. Semoga.
Rijal Firdaos, Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Lampung
Sumber: Lampung Post, Kamis, 26 Desember 2013
DALAM Workshop Metode Penelitian Filologi yang diselenggarakan oleh LP2M IAIN Raden Intan bekerja sama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) belum lama ini, setidaknya ada beberapa hal menarik yang patut diapresiasi terkait dengan ilmu yang berhubungan erat dengan naskah atau manuskrip.
Adalah filologi, sebuah ilmu yang membahas tentang bahasa, kebudayaan pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana terdapat dalam bahan-bahan tertulis. Secara etimologis, filologi berasal dari bahasa Yunani philologia. Philos berarti "yang tercinta" (affection, beloved, dear, friend), sedangkan logos berarti "kata, artikulasi, alasan" (word, articulation, reason). Fadli (1982) sebagaimana dinukil oleh Oman Fathurahman memberikan defenisi terkait dengan filologi, sebagai investigasi ilmiah atas teks-teks tertulis (tangan), dengan menelusuri sumbernya, keabsahan teksnya, karakteristiknya, serta sejarah lahir penyebarannya.
Lahirnya kemajuan suatu bangsa dalam sejarah peradaban manusia tidak lepas dari kontribusi pemikiran manusia yang hidup sebelumnya. Banyaknya penemuan-penemuan yang bersifat ilmiah, harus disadari merupakan bagian penting bagi terciptanya iklim dunia yang menyejahterakan. Pasalnya, tidak sedikit peninggalan-peninggalan yang digali keberadaannya, telah banyak memberikan informasi menarik bagi kehidupan di dunia ini.
Dalam buku The History of Sumatra karya William Marsdn 1779, misalnya, ia menuliskan tentang asal-usul penduduk asli Lampung. Di dalam bukunya, Marsdn mengungkapkan "If you ask the Lampoon people of these part, where originally come from they answer, from the hills, and point out an island place near the great lake whence, their forefather emigrated". "Apabila tuan-tuan menanyakan kepada masyarakat Lampung tentang dari mana mereka berasal, mereka akan menjawab dari dataran tinggi dan menunjuk ke arah gunung yang tinggi dan sebuah danau yang luas."
Informasi di atas, setidaknya memberikan gambaran kepada kita, bahwa cerita kehidupan manusia terdahulu tentang sejarah kapan dan bagaimana asal-muasal suatu kelompok atau suku, sedapat mungkin ditemukan dari kumpulan tulisan-tulisan tangan yang sudah usang, bahkan secara pandangan kodikologi (ilmu fisik naskah) hampir sulit untuk dibaca. Belum lagi dengan informasi terkait lainnya, yang secara ilmiah harus segera dicari kedudukannya, sebagai urgensi dari kekayaan khazanah perkembangan peradaban manusia.
Dick Vander (2011), seorang filolog kawakan asal Belanda, menyebutkan bahwa di Indonesia naskah yang ditulis memiliki banyak jenis huruf. Yang paling sering digunakan adalah huruf Arab, huruf Jawa dengan variannya yang mencakup huruf Bali dan huruf Jejawen dari Lombok. Selain itu, ada juga huruf Bugis atau Makassar. Sementara bahasanya bisa Sunda, Bugis/Makassar, Minangkabau, Malayu, Madura, Buton, Aceh, dan Sasak. Dan naskah sendiri bisa mengandung bermacam-macam teks; teks agama, sejarah, kesusastraan, sajak, ilmu kedokteran, prinbon, dan catatan pribadi.
Sebagai wilayah yang memiliki aksara dan bahasa, serta beberapa kerajaan yang dulu pernah ada, Lampung merupakan wilayah strategis dalam upaya konservasi manuskrip serta merestorasinya. Bukti tentang kemasyhuran Kerajaan Sekala Brak, contohnya, dapat kita peroleh dari cerita turun-temurun yang disebut warahan, warisan kebudayaan, adat istiadat, keahlian serta benda dan situs, seperti tambo dan dalung yang terdapat di Kenali, Batubrak, dan Sukau. Bahkan, kata Lampung sendiri berawal dari kata "Anjak Lambung" yang berarti berasal dari ketinggian, (Natakembahang: 2005).
Alhasil, keberadaan naskah-nasakah penting lainnya yang masih tersembunyi dan berserakan di seluruh wilayah Lampung, sebaiknya segera diinfentarisasi, untuk memperkarya data dan akurasi informasi yang bisa memperbarui ketertinggalan, di samping menghidupkan budaya penelitian dengan pendekatan metode filologi. Filologi sebagai ilmu yang belum banyak dikenal eksistensinya secara luas, bisa menjadi preferensi menarik bagi keselamatan manuskrip yang ada. Semoga.
Rijal Firdaos, Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Lampung
Sumber: Lampung Post, Kamis, 26 Desember 2013
No comments:
Post a Comment