BANDAR LAMPUNG--Hari ini (30-4), Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. akan meresmikan Menara Siger di Bakauheni, Lampung Selatan. Peresmian menara yang jadi ikon daerah ini dihadiri 12 duta besar (dubes) negara sahabat.
Prosesi peresmian menara yang menjadi titik nol Pulau Sumatera itu dimulai kemarin dengan istigasah kubra yang melibatkan masyarakat Lampung Selatan. Istigasah juga diikuti keluarga Keraton Cirebon dan warga Kampung Cikoneng, Banten.
Kemarin malam, acara dilanjutkan hiburan rakyat menampilkan film layar tancap dan pergelaran wayang kulit oleh dalang kondang Ki Mantep Sudarsono dari Jawa Tengah.
Menara Siger dibangun di tanah milik PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Bakauheni. Menara sepanjang 50 meter itu berada di atas bukit di sisi barat pelabuhan.
Menara yang dibangun di perbukitan dengan ketinggian 300 meter itu menelan dana ratusan miliar rupiah. "Menara ini menjadi land mark Provinsi Lampung. Pembangunannya untuk masa depan, belonging to the future," kata Gubernur Sjachroedin, kemarin.
Dia menyadari selama ini Lampung belum memiliki ikon, tidak seperti Padang yang dikenal dengan Jam Gadang, Palembang dengan Jembatan Ampera, dan Jakarta dengan Monas. "Lampung ya Menara Siger," kata dia.
Gubernur berharap menara yang sempat ditolak anggota DPRD tersebut dapat menjadi daya tarik investasi. Jika kini investasi yang masuk Rp12 miliar, Menara Siger itu diharapkan dapat menyerap Rp200-an miliar pada masa mendatang.
Daya tarik Menara Siger makin kuat jika dikaitkan dengan rencana pembangunan jembatan Selat Sunda (JSS) yang menghubungkan Sumatera--Jawa, "Menara itu bisa juga menjadi tempat belajar anak-anak. Sebab, dari sana dapat terlihat aktivitas pelabuhan termasuk keluar-masuk kapal dan lainnya," kata Gubernur.
Desainer konstruksi Menara Siger, Anshori Djausal, mengatakan menara tersebut dibangun sepanjang 50 meter dengan ketinggian 30 meter di puncak jurai siger terbesar. Desain sempat berubah tujuh kali untuk mengakomodasi pemikiran Gubernur.
Awalnya, kata Anshori, gagasan membuat Menara Siger datang dari Sjachroedin sekitar tahun 1995. Sjachroedin yang saat itu masih aktif di kepolisian mempunyai pemikiran untuk membuat land mark atau penanda telah berada di Lampung. "Seperti di Sabang yang ada Tugu Nol Kilometer Indonesia atau Pontianak yang memiliki Tugu Khatulistiwa."
Saat itu, Anshori juga mengajukan desain kepada gubernur dengan biaya sekitar Rp40 miliar. Usulan itu tidak bisa dilaksanakan. "Baru terlaksana pada masa Pak Sjachroedin," kata dosen Fakultas Teknik Unila itu.
Anshori menggunakan model siger bukan sebagai lambang adat, melainkan sebagai emblem warga Lampung secara keseluruhan. n AAN/U-1
Sumber: Lampung Post, Rabu, 30 April 2008
No comments:
Post a Comment