SURGA surfing itu terpendam dan terdampar di pesisir selatan Lampung Barat. Ratusan penikmat dari mancanegara hadir di sini. Tetapi, kita seperti tidak ikut memiliki.
Belasan bule menaiki pesawat dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, menuju Lampung. Saat turun di Bandara Branti, mereka sibuk mengurusi bagasi yang cukup banyak. Hampir masing-masing menenteng satu papan selancar. Ternyata, mereka hendak ke Pantai Tanjung Setia, Lampung Barat.
Peristiwa itu diceritakan Sabam Sinaga, pemimpin redaksi Lampung Post kepada kami, Jumat (30-4) pekan lalu. Sore itu pula, ia meminta kami melihat, bagaimana mereka menikmati anugerah alam Lampung itu.
FOTO-FOTO: LAMPUNG POST/M.REZA
Waw! Tanjung Setia! Beberapa blog yang kami buka memang menginformasikan keindahannya. Kami harus ke sana, ke Tanjung Setia.
Perjalanan dari Bandar Lampung ke Lampung Barat memang cukup berat. Namun, selepas Bukit Kemuning, alam hijau yang mengayomi membuat mulai adem hingga Liwa. Yang seru, dari Liwa menuju Krui. Jalannya menurun dan berkelok-kelok dalam hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) sungguh membikin ayem. Satu plang kecil di sisi jalan berwarna merah dengan gambar siluet harimau sedang melompat bertuliskan "Hati-Hati Hewan Liar Sering Melintas".
Pada sisi kiri jalan, bukit dengan pepohonan tinggi menjulang. Beberapa di antaranya pohon damar, yang dapat diketahui dari cerukan berbentuk lingkaran di batangnya. Menurut beberapa warga Tanjung Setia, banyak wisatawan asing yang menyukai wisata alam penyadapan damar. Oleh guide, per kepala dikenakan biaya Rp30 ribu.
Krui dikenal sebagai daerah penghasil damar mata kucing. Damar mata kucing adalah sejenis getah yang dihasilkan pohon damar (Shorea javanica). Damar mata kucing ini merupakan sebuah komoditas hasil perkebunan yang unik karena hanya ada di daerah ini, atau karena mutunya yang berbeda dari damar-damar yang ada di daerah lain. Sampai kini Krui adalah daerah penghasil damar mata kucing terbesar di Indonesia, bahkan mungkin di dunia.
The Secret Paradise
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 1,5 jam dari Liwa, kami tiba di Tanjung Setia yang terletak 60 km dari Liwa (ibu kota Lampung Barat). Sebuah papan bertuliskan Welcome to Tanjung Setia, The Secret Paradise dan deburan ombak menyambut kami ketika sampai di sana. Beberapa surfer (yang didominasi turis asing) terlihat sedang menari-nari di atas gelombang dengan papan selancarnya. Beberapa bule lainnya tampak sedang berjemur ataupun merekam aksi temannya yang sedang berselancar.
Kondisi pantai ini masih alami, kami seperti terbawa ke belahan dunia lain. Dalam hati kami bertanya-tanya, inikah pantai yang terkenal di dunia internasional?
Pantai ini sangat dikenal dengan ketinggian ombaknya, yang menjadikannya sebagai salah satu pantai dengan ombak tertinggi di dunia dan menjadi incaran para peselancar mancanegara. Bahkan, dalam blog para surfer yang pernah berselancar di pantai ini, Tanjung Setia ditahbiskan sebagai gelombang ketiga terbaik di dunia.
Ketinggian ombaknya bisa mencapai 7 meter dengan panjang gelombang 200 meter pada musim angin selatan--sekitar akhir Mei sampai Oktober, maka tak heran jika tidak kurang dari 100 ribu orang wisatawan yang berasal dari Spanyol, Amerika, Australia, Portugal, Belanda ataupun Jepang selalu berkunjung ke pantai ini setiap tahunnya untuk melakukan surfing.
Pantai yang berada di sebuah teluk kecil ini juga dikenal sebagai tempat berwisata memancing yang kaya ikan laut mulai tuna hingga blue marlin. Juga, sebagai tempat berkemah, apalagi ada cottage yang representatif bahkan alami lantaran bangunannya menyatu dengan alam.
Karena itu, tidak berlebihan pantai yang berada Pekon Bumiagung, Kecamatan Pesisir Selatan, sekitar 22 km dari Kota Krui dijuluki mutiara terpendam. Ombak di Tanjung Setia ini langsung menghadap ke Samudera Hindia. Deburan ombaknya tidak kalah dengan yang ada di Bali dan Nias. Selain itu, kondisi pasir pantai yang halus, putih bak mutiara, kebersihan pantai masih terjaga, serta gugusan terumbu karang yang masih alami. Benar-benar surga yang tersembunyi.
Mungkin bagi turis lokal, nama Tanjung Setia memang masih agak asing. Maklum, objek wisata yang potensinya berkelas dunia itu belum banyak dipromosikan. Namun, bagi wisatawan asing, terutama yang hobi berselancar (surfing), Tanjung Setia merupakan tujuan baru yang sangat menantang untuk dijajal.
Menurut bule-bule yang datang, memang mereka datang khusus untuk merasakan gempuran ombak dan gelombang di pantai tersebut. Umumnya mereka mengetahui keberadaan pantai tersebut dari internet atau dari blog-blog surfer yang pernah datang ke Tanjung Setia. Seperti Edu, wisatawan mancanegara asal Bask, Eropa, yang mengetahui Tanjung Setia dari temannya.
Sebuah ombak besar menderu sambil memuncratkan buih putihnya. Edu bergegas menyambut ombak, mengayuh lalu berdiri di atas papan selancarnya dan kemudian meliuk-liuk menyusuri gelombang yang panjang. Sesekali ia bergerak naik ke atas gelombang tersebut dan dengan cepat menukik. Edu mengulangi gerakan itu sampai ke ujung gelombang. Saat itu sekitar pukul 09.30, dan menurut Edu, mulai dari sekitar pukul 09.00 sampai 12.00 ombak di Tanjung Setia memang sedang besar-besarnya.
"Saya tahu dari teman saya yang sering surfing di sini. Jadi, karena kebetulan saya sedang libur, sekalian berlibur, saya datang ke sini (Tanjung Setia, red)," kata Edu ramah ketika dihampiri seusai ia mengarungi ombak dengan papan selancarnya.
Edu mengaku sudah lima kali datang ke Indonesia, dan baru di Tanjung Setia tersebut ia merasa puas berselancar. "Pemandangannya bagus. Ada gunung yang bisa terlihat dari pantai. Bisa wisata ke hutan juga. Its great you know! Dan yang paling hebat adalah ombak dan panjang gelombangnya. Juga di sini masih sepi, jadi saya bisa puas surfing," kata Edu mengomentari Tanjung Setia. Edu sebelumnya lebih sering berselancar di Bali. Namun, menurut Edu, Bali sudah terlalu ramai.
Menurut cerita Tahrim, pemilik Ujung Tapokan Surf Camp, penginapan yang berada di kawasan tersebut, Tanjung Setia bisa dikatakan sebagai Bali pada masa 15--20 tahun yang lampau. "Yang pertama menemukan Tanjung Setia ini sebagai tempat surfing setahu saya adalah orang Amerika, saya lupa namanya, pada 1985," kata dia.
Orang bule (wisatawan asing, red), kata Tahrim, sangat suka dengan suasana yang masih alami dan tenang. "Mereka ke sini benar-benar untuk liburan, jadi sebisa mungkin tidak mau diganggu. Nah, Tanjung Setia ini tempat yang tepat menurut mereka," kata Tahrim dalam logat Lampung yang kental.
Para wisatawan asing tersebut, kata Tahrim, bisa sampai berbulan-bulan tinggal di Tanjung Setia. "Kemarin, ada tamu dari California, Amerika, menginap di kamp saya sampai dua bulan," kata dia terkekeh.
Sayang, potensi kelas dunia tersebut kurang mendapatkan perhatian dari pihak pemerintah daerah. Mulai dari banyaknya cottage-cottage yang dikelola oleh warga negara asing sampai kurangnya promosi terhadap pantai tersebut.
Tahrim bahkan mengatakan sebaiknya kawasan bibir pantai agak dirapikan. "Kalau bisa, cottage-cottage yang ada di bibir pantai dipindahkan ke sebelah kiri jalan agar kelihatan rapi. Dan, bagian bibir pantai dibuat anjungan atau dermaga," ujarnya. (TRI PURNA JAYA/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 9 Mei 2010
hiii,...aku tertatik n pengen banget nih ke tanjung setia, secara org lampung masa blm pernah kesana...hehehe....aku mau nanya kl dari bandarlampung ada gak ya bus yg langsung ke liwa..kl ad naik nya dari mana dan harga na berapa?aku jg mau nanya tentang penginapan disana,..thanks:)
ReplyDeleteAda kok banyak bus dari Terminal Rajabasa. Penginapan juga ada.
ReplyDeletesaya orang lampung tapi blm pernah ke Tanjung Setia :(
ReplyDeletepengen banget bisa ke sana
izin share ya om :)
ReplyDelete