TAPIS Carnival masih asing di telinga masyarakat Lampung. Sabtu (15-10), dua kata yang arti harfiahnya adalah kirab budaya bertema kain tapis itu dikenalkan dalam karnaval yang menggegapgempitakan Kota Bandar Lampung.
FOTO-FOTO: LAMPUNG POST/VERA AGLISA
Jalan Kartini dan seputaran Tanjungkarang, Sabtu (15-10), tidak seperti akhir pekan lain. Hari Krida yang biasa mulai bebas dari kemacetan, tidak seperti kemarin. Seluruh kendaraan yang mengarah ke pusat keramaian kota ini macet luar biasa. Ya, itu karena ada pergelaran pawai budaya bertajuk Tapis Carnival.
Seperti biasa, masyarakat Lampung khususnya Bandar Lampung selalu memadati jalan-jalan utama jika ada pawai. Kemarin warga dibuat terpukau oleh aksi peserta karnaval yang merupakan rangkaian parade budaya Festival Krakatau XXI 2011.
Peserta karnaval terlihat begitu cemerlang dalam balutan busana fantasi berbahan dasar tapis. Pergelaran Tapis Carnival diawali dengan parade busana kreasi Taman Budaya Lampung.
Busana fantasi yang diangkat dari nilai-nilai luhur budaya Lampung langsung menarik minat masyarakat di jalan protokol yang dilewati peserta karnaval.
Dalam balutan busana dominasi hitam, Dede, peserta yang berasal dari Taman Budaya Lampung, tampil sebagai mayoret yang anggun. Kain tapis yang dibentuk di tengah siger menghiasi indah kepalanya.
Potongan-potongan selendang tapis juga menjuntai cantik diikat pinggangnya. Aksi lenggak-lenggok Dede semakin menarik perhatian pergelaran yang juga dihadiri duta besar negara lain. Menyusul setelah itu Theo yang membawakan baju gelembung berwarna hijau yang mampu mengalihkan pandangan warga yang sebelumnya antusias menatap Dede. Busana yang juga kreasi Taman Budaya Lampung itu dipenuhi bunga-bunga mekar yang tetap diselingi dengan keindahan kain tapis.
Meskipun di bawah terik matahari, warga tetap diam di posisi masing-masing menyaksikan deretan peserta dengan busana menarik. Decak kagum juga mengalir dari masyarakat yang mengaku baru pertama kali melihat parade kain tapis yang merupakan produk budaya asli Lampung.
Sebelumnya, mereka menyaksikan parade budaya dari Forum Komunikasi Masyarakat Lampung (Fokmal) dan potensi budaya dari kabupaten/kota se-Lampung. Parade dimulai dari Lapangan Saburai dengan rute Jalan Sriwijaya-Jalan Sudirman-Jalan Ahmad Yani-Jalan Kartini-Jalan Katamso-Jalan Raden Intan-Jalan Tulangbawang dan kembali ke Lapangan Saburai.
Kegiatan edukasi budaya bagi masyarakat itu diawali dengan aksi enam ekor gajah dari Taman Nasional Way Kambas. Lalu diiringi dengan arak-arakan peserta dari Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) dengan ikon Suparwono, manusia dengan tinggi 2,42 m asal Tulangbawang.
Kemudian deretan peserta berikutnya berasal dari Fokmal yang merupakan keluarga besar masyarakat provinsi lain yang kini berdomisili di Lampung.
Keluarga besar Sumatera Barat menjadi peserta deret pertama Fokmal kemudian diikuti keluarga besar Aceh, dan Hikam Lampung. Tapanuli Selatan Padang Lawas Bengkulu, Paku Banten, dan Paguyuban Bali Lampung yang menyuguhkan tari kecak dan tentu saja ogoh-ogoh. Turut menjadi peserta ialah Paguyuban Masyarakat Tionghoa, Forum Silaturahmi Masyarakat Kayu Agung Lampung (Fosmakal), dan Ikatan Keluarga Ogan Pemersatu (IKOP).
Masyarakat asal Madura pun turut memeriahkan parade budaya itu. Begitu juga dengan Paguyuban Banten PKBB, Paguyuban Panginyongan Lampung, KBBS, Lampung Sai, Paguyuban Seni Tari Jaranan, dan masyarakat Makassar yang menonjolkan olahraga sepak takraw.
Selain itu juga, setiap kabupaten/kota menunjukkan potensi budaya yang ada. Kabupaten Pringsewu menjadi peserta pertama pada deretan ini. Kemudian disusul peserta Pesawaran yang menampilkan muli Lampung yang memamerkan kain tapis buatan sendiri yang menjadi kebanggaan dan akan ditunjukkan kepada calon suaminya.
Lalu peserta dari Lampung Timur yang menampilkan keagungan Ratu Melinting, Lampung Utara dengan keindahan kayu ara. Way Kanan yang menonjolkan tradisi mulang tiyuh, dan Bandar Lampung dengan busana indah didominasi kupu-kupu.
Kemudian peserta dari Mesuji disusul Kota Metro. Tulangbawang Barat dengan tema manjau mighul, Lampung Tengah dengan tajuk sesan, dan Tulangbawang yang memamerkan tapis sebagi. Tiga lainnya ialah Lampung Barat dengan atraksi arung iwa, Tanggamus yang menunjukkan kreasi daerah yakni penari membentuk kapal dengan mengabungkan kain tapisnya, serta Lampung Selatan yakni Ratu Krakatau.
Suasana semakin semarak di akhir karnaval dengan hadirnya Solo Batik Carnival dari Solo, Jawa Tengah. Batik yang juga kain asli Indonesia asli Solo pada busana peserta menjadi pemandangan luar biasa.
Kekaguman akan potensi luar biasa dari selembar tapis tidak hanya saya rasakan. Euis, warga Telukbetung Utara, Bandar Lampung, turut mengapresiasi pergelaran yang mengangkat tinggi nilai tapis tersebut.
Dia berharap Tapis Carnival dapat menyaingi parade busana yang telah ada di Nusantara. "Tapis tenyata indah dikombinasikan dengan apa saja. Ini terobosan yang bagus, semoga karnaval ini bisa terus digelar setiap tahunnya," kata gadis berusia 19 tahun ini.
Hal serupa juga diungkapkan Duta Besar Republik Korea untuk Republik Indonesia Kim Young-Sun yang mengaku sangat menyukai budaya Lampung. Bahkan, dia telah mengagendakan untuk kembali berkunjung ke Lampung. Sekaligus untuk mempelajari dan lebih mencitai kain tapis yang dianggapnya luar biasa. (VERA AGLISA/M-1)
Sumber: Lampung Post, 16 Oktober 2011
No comments:
Post a Comment