BERBAGAI kalangan di Bandar Lampung mendukung kebijakan pemerintah yang menghentikan pemberian izin baru RSBI mulai tahun ini. Untuk yang sudah ada, sebaiknya dievaluasi dan diperbaiki.
"Pemerintah sebaiknya tak hanya menghentikan pemberian izin baru RSBI. Pemerintah sebainya juga mengevaluasi 1.329 SD, SMP, dan SMA/SMK yang berstatus RSBI di Indonesia," kata Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Lampung Sutopo Ghani Nugroho, Kamis (10-3).
Ia menyarankan pemerintah segera menyiapkan aturan baru soal standar SBI di Indonesia. Dari kajian sementara Kementrian Pendidikan Nasional, pendanaan RSBI sebagian besar ditanggung orang tua dan Pemerintah Pusat.
Dukungan pendanaan dari pemerintah daerah justru minim. RSBI pun sebagian besar siswanya dari kalangan mampu.
Di sisi lain, alokasi 20% untuk siswa miskin yang mendapat beasiswa juga tidak dipenuhi RSBI. Dari kajian sementara juga terungkap, dana yang dimiliki RSBI sekitar 50% dialokasikan untuk sarana dan prasarana, sekitar 20% untuk pengembangan dan kesejahteraan guru, serta manajemen sekolah berkisar 10%persen.
Ia mengatakan berdasarkan evaluasi Dewan Pendidikan Provinsi Lampung, sebagian besar RSBI memiliki nilai yang cukup baik dalam hal manajerial pengelolaan sekolah. Namun, untuk tenaga pengajar, pendanaan, dan sarana prasarana masih kurang. Persepsi masyarakat tentang RSBI juga belum seragam.
Sementara itu, Kepala RSBI SMPN 1 Bandar Lampung, Haryanto, menyatakan pihaknya akan menunggu dan menjalankan apa pun keputusan dan peraturan yang tengah pemerintah siapkan. Terkait dengan pemberhentian pemberian izin baru, ia mengatakan ini langkah tepat. "Sebaiknya pemerintah fokus mengevaluasi dan memperbaiki RSBI yang telah ada," kata dia.
Ia berharap peraturan baru yang akan dibentuk nanti mampu menjabarkan sekolah RSBI lebih detail. Ia mengatakan peraturan yang ada saat ini masih multitafsir, baik oleh pemerintah sendiri, masyarakat, maupun penyelenggara RSBI.
Ia mengaku saat ini dukungan pemerintah daerah terhadap RSBI belum maksimal. Meskipun seluruh kepala pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi Lampung termasuk gubernur telah membubuhkan tanda tangan dan menyatakan dukungannya terhadap RSBI di setiap daerah.
"Mengenai alokasi buat orang miskin sebenarnya sudah diterapkan, cuma bergantung pada kondisi karena kondisi siswa di masing-masing sekolah berlainan. Bisa saja jumlah orang miskin itu di bawah atau bahkan lebih dari 100%. Yang jelas, jika ada berapa pun jumlahnya, akan kami bebaskan," kata dia.
Mengenai pengadaan guru juga masih menjadi kendala. Ia mengatakan akan sulit terpenuhi jika hanya menunggu guru-guru yang ada menyelesaikan studi S-2 mereka. Sebaiknya, pemerintah membuka rekrutmen baru untuk guru RSBI ataupun memindahkan mereka yang telah bergelar S-2 untuk bertugas di sekolah RSBI.
Hal senada juga dikatakan Kepala SMPN 2 Bandar Lampung Sartono dan Kepala SMAN 2 Bandar Lampung Sobirin. Menurut mereka, dengan berubah status menjadi RSBI telah terjadi banyak peningkatan di sekolah. Para guru termotivasi dan pendanaan yang diberikan cukup signifikan untuk peningkatkan prasarana belajar di sekolah.
Mengenai kualitas guru, Sobirin mengatakan saat ini sekolah RSBI terkendala untuk menyediakan guru yang berkualitas sesuai dengan standar sekolah bertaraf internasional yang ditetapkan pemerintah.
Salah satu syaratnya 30% guru RSBI atau SBI harus bergelar magister, terutama untuk Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Berbagai kendala, kata Sobirin, yang paling utama adalah tidak adanya perguruan tinggi di Lampung yang menyelenggarakan program magister untuk Matematika dan IPA. Terlebih, jenjang pendidikan yang diharapkan adalah linier atau serumpun.
"Jika pendidikan sarjananya adalah pendidikan Fisika, program magisternya juga Fisika," kata Sobirin.
Untuk SMAN 2 Bandar Lampung, Sobirin memaparkan jumlah guru ada 80 orang PNS dan 17 honorer. Dari jumlah tersebut, 19 bergelar magister. Dengan demikian, baru 19,9 % guru SMAN 2 yang telah bergelar S-2. Namun, kata dia, untuk mata pelajaran yang disyaratkan, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, belum satu pun guru yang telah menempuh jenjang pendidikan magister. "Yang ada saat ini sebagian besar adalah S-2 untuk program studi Teknologi Pendidikan ataupun Manajemen Pendidikan. Namun, untuk IPS bahkan olahraga sekolah kami telah memiliki guru yang bergelar magister," kata dia.
Menurut dia, sebaiknya program RSBI itu dikelola langsung pemerintah dari awal. Dengan membangun sekolah baru dan merekrut guru-guru baru serta sarana-prasarana yang telah dipenuhi pemerintah.
Menurut Sobirin, meskipun guru RSBI yang bergelar master masih minim, hal ini ditutupi dengan penguasan kurikulum yang berkonten global. "Buktinya, lebih dari sepuluh siswa kami kuliah ke luar negeri, di antaranya Malaysia, Jerman, Jepang, Australia. Artinya, nilai yang kami berikan diakui di sana," kata dia. (ABDUL GOFUR/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 20 Maret 2011
No comments:
Post a Comment