Oleh Erwin Octavianto
BEBERAPA waktu lalu dalam forum penyuluhan dan pegambangan pertanian, Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. menyatakan 60% warga Lampung dengan mata pencarian di sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan (PPK) hidup dalam kondisi kekurangan (miskin), baik dari sisi ekonomi maupun akses sumber daya.
Kemiskinan petani memang merupakan masalah klasik yang sampai saat ini masih belum dapat terselesaikan dengan baik. Salah satu penyebab tingginya tingkat kemiskinan di sektor pertanian karena kepemilikan lahan petani rata-rata berada di bawah satu hektare sehingga keuntungan dari usaha tani mereka sangat kecil.
Padahal kita ketahui pertanian adalah sektor utama yang mendominasi perekonomian Provinsi Lampung. Namun, sektor pertanian tidak mengalami perkembangan yang cukup berarti di provinsi ini karena setiap tahunnnya selalu mengalami penurunan pertumbuhan. Tak bisa dimungkiri sektor ini merupakan sektor kasar yang nilainya jualnya masih sangat rendah. Jika sektor ini terus dibiarkan tanpa adanya sektor penunjang yang dapat meningkatkan nilai tambah produknya, sudah pasti Provinsi Lampung akan mengalami stagnasi pertumbuhan ekonomi.
Jika sektor ini mengalami stagnasi, apa pun yang kita usahakan untuk menaikkan pendapatan petani dan usaha pertanian tak akan membantu sepenuhnya. Sedang lapangan kerja sangat terbatas membuat usaha pertanian masih menjadi andalan sebagai mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi Lampung. Akibatnya, dengan kepemilikan lahan pertanian yang sempit itu sehingga usaha di sektor pertanian menjadi tidak ekonomis dan tidak mampu memberi keuntungan yang cukup bagi petani.
Dari hasil survei kami (PSKD) terhadap masyarakat miskin di beberapa desa-desa terpencil di wilayah di Provinsi Lampung, seperti di Tanggamus dan di Way Kanan. Rata-rata pendapatan per bulan petani di daerah tersebut tidak lebih dari 500 ribu/bulan. Sementara rata-rata jumlah keluarga yang harus di tanggung per kepala keluarga mencapai 5—6 orang. Hal ini menggambarkan betapa tidak layaknya pendapatan mereka dibandingkan dengan beban keluarga yang mereka tanggung.
Namun, bukan berarti masalah ini harus berlarut tanpa ada solusi untuk mengatasinya. Inti dari permasalahan yang berkembang saat ini ialah bagaimana meningkatkan pendapatan para petani di Lampung. Karena peningkatan pendapatan inilah masyarakat dapat dikatakan mengalami peningkatan hidup menuju ke kehidupan yang layak atau sejahtera. Dengan demikian petani-petani ini butuh nilai tambah (added value) dari hasil pertanian yang selama ini mereka produksi. Karena sektor pertanian ini merupakan sektor penggerak utama bagi perekonomian para petani di Lampung, dibutuhkan dorongan dari sektor lain untuk meningkatkan nilai tambah di sektor ini.
Oleh sebab itu, perlu dikembangkan sektor industri sebagai sektor penunjangnya. Sektor inilah yang nantinya akan dapat menopang dan meningkatkan nilai tambah produk pertanian yang mereka hasilkan sehingga petani memiliki usaha sampingan, dan bukan sekadar menjadi buruh tani saja. Diharapkan petani tidak hanya menanam, tapi juga punya usaha olahan sehingga mampu menaikkan pendapatan mereka. Konsep ini juga dinamakan sebagai agroindustri.
Konsep agroindustri ini sebenarnya sangat sederhana. Sektor pertanian sebagai penyedia input utama, yaitu berupa produk barang pertanian, dan sektor industri sebagai penghasil output utama, yaitu produk barang jadi yang memiliki nilai tambah (added value) yang lebih besar dari input-nya.
Sebenarnya agroindustri ini telah banyak diwacanakan para ekonom untuk meningkatkan peran serta sektor pertanian dan sektor industri dalam meningkatkan perekonomian di daerah-daerah agraris. Kedua sektor ini memiliki hubungan yang sangat erat dalam mendorong sektor satu sama lain sehingga dalam konsep agro industri dua sektor inilah yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat ke depannya. Namun, belum adanya tindakan komprehensif dari pemerintah membuat konsep ini tidak berjalan.
Oleh sebab itu, peran dan dukungan pemerintah sangat dibutuhkan demi terwujudnya pengembangan konsep agroindustri ini. Pemerintah sebagai otoritas pembuatan kebijakan segera menyusun regulasi, perencanaan, dan kebijakan-kebijakan terkait demi terciptanya konsep pengembangan agropolitan ini di Provinsi Lampung. Pemerintah juga langsung turun tangan untuk mengawasi perkembangan yang terjadi dalam pengembangan konsep agropolitan ini agar dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
Dengan mengembangkan agroindustri untuk para petani di Lampung, niscaya dalam waktu 5—10 tahun ke depan petani-petani di Provinsi Lampung akan menjadi petani yang sejahtera. Sehingga sektor pertanian yang katanya menggambarkan kemiskinan menjadi sektor utama yang dapat menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya untuk para petani di Provinsi Lampung ini.
Erwin Octavianto, Pengamat ekonomi Pusat Studi Kota dan Daerah (PSKD) UBL
Sumber: Lampung Post, Rabu, 16 Maret 2011
No comments:
Post a Comment