Bandar Lampung, Kompas - Sebuah lukisan bermedia kanvas dan cat minyak adalah hal biasa. Namun, lukisan bermedia kanvas dan ampas kopi adalah hal baru sehingga mengundang kekaguman pengunjung.
Perupa Lampung, Sutanto, mengatraksikan bagaimana melukis dengan media ampas kopi pada kanvas saat pembukaan pameran lukisan bertajuk "me-Rupa-kan Ampas Kopi" di Galeri Taman Budaya Lampung, Bandar Lampung, Sabtu (29/3). (Kompas/Helena F Nababan)
Demikian yang terjadi pada pembukaan pameran lukisan bertajuk ”me-Rupa-kan Ampas Kopi” yang digelar di Galeri Taman Budaya Lampung, Sabtu (29/3). Sekitar 40 lukisan dari ampas kopi yang ditorehkan di atas kanvas dipamerkan dan tercatat menjadi pameran komunal pertama lukisan berbahan kopi di Indonesia. Pameran lukisan itu akan berlangsung lima hari hingga 2 April 2008.
Kekaguman pengunjung juga dirasakan mantan Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Ratna Sarumpaet. Ratna yang hadir dalam pembukaan pameran mengatakan, ide melukis bermedia ampas kopi merupakan ide orisinal dan hal baru di Indonesia. Dari sisi media, ampas kopi adalah hal baru. Namun, dari sisi teknis melukis adalah hal lama.
”Ini sangat kreatif. Saya sangat salut dan semoga muncul media lain supaya karya lukis makin beragam,” ujar Ratna.
Lukisan yang dipamerkan mengingatkan pengunjung dengan teknik batik tulis kuno. Hal tersebut memberikan warna baru bagi dunia lukis Indonesia.
Kurator Lampung, Joko Irianto, mengatakan, keunikan gagasan karya lukis bermedia ampas kopi itu lahir dari obrolan para perupa Lampung pada awal 2008. Gagasan tersebut merupakan bentuk kegelisahan para perupa Lampung terhadap kontribusi produksi kopi Lampung terhadap produksi nasional. (hln)
Sumber: Kompas, Senin, 31 Maret 2008
March 31, 2008
Pameran Lukisan: Tujuh Karya Laku Terjual
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Memasuki hari kedua Pameran Lukisan me-Rupa-kan Ampas Kopi yang akan digelar di Taman Budaya Lampung, Minggu (30-3), tujuh karya terjual.
Ketua MediArt Event Organizer Dwi Permono Prastio mengatakan dari tujuh karya yang sudah terjual tersebut, dua di antaranya masih dalam tahapan negosiasi.
"Ketujuh karya tersebut terdiri dari empat karya Tince Megawati Johnson, dua karya dari Ari Susiwa Manangisi, serta satu karya perupa Sutanto," kata Dwi.
Untuk karya Tince, menurut dia, karya yang terjual adalah Ghaneshaku, Si Cantik, Sekawan, dan Lesung Pipit. "Sedangkan dua karya Ari adalah Menampi dan Merpati Mahkota. Serta satu karya Sutanto adalah Panen Kopi.
Selama dua hari penyelenggaraan, animo pengunjung tidak seramai yang diharapkan. "Kalau hari pertama usai pameran, pengunjung tetap ramai. Pada hari kedua, meski didatangi pengunjung, tidak seramai hari pertama. Bahkan, kami sangat bersyukur di Taman Budaya juga digelar lomba lain yang juga akhirnya mendorong pengunjung menyaksikan pameran lukisan ini," ujarnya.
Namun, dia mengharapkan hari selanjutnya, animo pengunjung terutama dari kalangan pelajar, meningkat. Harapannya para pelajar terutama dari TK ataupun SD bisa menyaksikan pameran lukisan ini. Sebab, ini bisa menjadi satu media sosialisasi dan pengenalan seni rupa serta kopi yang merupakan produk unggulan Provinsi Lampung. Apalagi pameran digelar hingga 2 April mendatang.
Pameran ini menghadirkan 40 karya yang berasal dari delapan perupa asal Tanggamus, Metro, dan Bandar Lampung. "Mereka yang akan memamerkan karyanya adalah Ari Susiwa Manganisi, Sutanto, Koliman, Yulius, Joni Putra, Bambang Irianto, Tince Jonson, dan Rosmedi," kata Dwi.
Kurator pameran lukisan, Joko Irianta mengatakan ini merupakan pameran lukisan yang pertama kali digelar menggunakan medium ampas kopi. Hal ini dilakukan karena Lampung merupakan daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia.
"Sudah saatnya hasil bumi kebanggaan Lampung yang menguasai 70 persen pasar kopi nasional diangkat ke permukaan dalam satu medium yang berbeda sehingga ini bisa mengangkat nama kopi lampung," kata Joko. n TYO/K-2
Sumber: Lampung Post, Senin, 31 Maret 2008
Ketua MediArt Event Organizer Dwi Permono Prastio mengatakan dari tujuh karya yang sudah terjual tersebut, dua di antaranya masih dalam tahapan negosiasi.
"Ketujuh karya tersebut terdiri dari empat karya Tince Megawati Johnson, dua karya dari Ari Susiwa Manangisi, serta satu karya perupa Sutanto," kata Dwi.
Untuk karya Tince, menurut dia, karya yang terjual adalah Ghaneshaku, Si Cantik, Sekawan, dan Lesung Pipit. "Sedangkan dua karya Ari adalah Menampi dan Merpati Mahkota. Serta satu karya Sutanto adalah Panen Kopi.
Selama dua hari penyelenggaraan, animo pengunjung tidak seramai yang diharapkan. "Kalau hari pertama usai pameran, pengunjung tetap ramai. Pada hari kedua, meski didatangi pengunjung, tidak seramai hari pertama. Bahkan, kami sangat bersyukur di Taman Budaya juga digelar lomba lain yang juga akhirnya mendorong pengunjung menyaksikan pameran lukisan ini," ujarnya.
Namun, dia mengharapkan hari selanjutnya, animo pengunjung terutama dari kalangan pelajar, meningkat. Harapannya para pelajar terutama dari TK ataupun SD bisa menyaksikan pameran lukisan ini. Sebab, ini bisa menjadi satu media sosialisasi dan pengenalan seni rupa serta kopi yang merupakan produk unggulan Provinsi Lampung. Apalagi pameran digelar hingga 2 April mendatang.
Pameran ini menghadirkan 40 karya yang berasal dari delapan perupa asal Tanggamus, Metro, dan Bandar Lampung. "Mereka yang akan memamerkan karyanya adalah Ari Susiwa Manganisi, Sutanto, Koliman, Yulius, Joni Putra, Bambang Irianto, Tince Jonson, dan Rosmedi," kata Dwi.
Kurator pameran lukisan, Joko Irianta mengatakan ini merupakan pameran lukisan yang pertama kali digelar menggunakan medium ampas kopi. Hal ini dilakukan karena Lampung merupakan daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia.
"Sudah saatnya hasil bumi kebanggaan Lampung yang menguasai 70 persen pasar kopi nasional diangkat ke permukaan dalam satu medium yang berbeda sehingga ini bisa mengangkat nama kopi lampung," kata Joko. n TYO/K-2
Sumber: Lampung Post, Senin, 31 Maret 2008
March 30, 2008
Apresiasi: Dari 'Keroncong Protol' hingga 'Keroncong Lampung'
BICARA musik keroncong, mungkin satu hal yang ada di benak adalah musik zadul atau zaman dahulu. Bahkan, hampir bisa dikatakan kini perkembangan musik keroncong mengalami stagnasi.
Salah satu indikasi yang amat sangat terlihat adalah tidak ada lagi pemilihan Bintang Radio Televisi (BRTV) untuk kategori musik keroncong lagi sejak beberapa tahun belakangan ini. Padahal dahulu, ajang ini menjadi salah satu tolok ukur akan keberhasilan seorang yang akan terjun di dunia musik Indonesia. Sebut saja nama Hetty Koes Endang, Sundari Soekotjo, serta beberapa nama penyanyi keroncong lain.
Bahkan, kegiatan yang selalu digelar setiap tahun, tiba-tiba saja sejak sekitar tiga tahun lalu kembali digelar dengan format baru yang mencoba mengadopsi acara talent show yang ada di dunia populer sekarang. Dengan demikian, kegiatan ini hanya menghadirkan penyanyi-penyanyi muda untuk kategori pop semata sehingga musik keroncong menjadi makin hilang dari peredaran musik Tanah Air.
Sebab itu, bisa dipastikan anak-anak muda kini terbatas pengetahuannya mengenai musik keroncong. Mereka hanya mengenal sosok Gesang sebagai pembuat lagu Bengawan Solo yang memang fenomenal atau sosok Waljinah dengan Walang Kekek yang kerap menjadi satu ikon kejadulan dalam dialog keseharian anak-anak terutama di kota besar. Tidak ada perkembangan lain yang diketahui mengenai musik keroncong.
Sampai kemudian Bondan Prakoso, penyanyi anak-anak yang sudah tampil remaja dan pernah bergabung dengan band funk rock, Fungky Kopral, dalam album solo teranyarnya menghadirkan nuansa keroncong pada salah satu lagu andalannya yang diberi judul Keroncong Protol. Nuansa lenggam khas musik keroncong dipadukan dengan sangat manisnya musik RnB masa kini. Terutama dengan balutan musik rap yang diusung Fade To Black yang berduet dengan Bondan.
Dengan demikian, musik keroncong mulai kembali dari keterasingannya. Atau paling tidak, ini bisa menjadi satu bekal bahwa masih ada anak muda kini yang masih mau mengembangkan dan mengenalkan musik keroncong yang menurut sejarahnya sudah dikenal sejak dahulu di Indonesia.
Bahkan, banyak ahli yang mengatakan keroncong adalah musik khas Indonesia. Makanya ketika Bondan meluncurkan album ini dan menjadi hits di kalangan anak muda. Harapannya akan banyak anak muda yang terpincut musik tersebut.
Salah satu yang juga dilakukan Dewan Kesenian Lampung (DKL) lewat Komite Musik-nya adalah meluncurkan satu CD Keroncong Lampung. Bahkan, dalam rangka menyambut HUT Provinsi Lampung pada 18 Maret lalu, mereka membagikan CD tersebut secara gratis ke berbagai pusat perbelanjaan, rumah makan, tempat publik, serta beberapa angkutan umum di Kota Bandar Lampung.
Ketua Komite Musik DKL, Entus Al Rafi, mengatakan pemberian CD secara cuma-cuma tersebut dilakukan guna menyemarakkan HUT Provinsi Lampung serta menyosialisasi tembang-tembang Lampung kepada masyarakat.
"Kami akan membagikan CD ini ke berbagai pusat perbelanjaan, rumah makan, serta tempat pelayanan publik seperti terminal, bandara, stasiun, dan pelabuhan. Selain itu juga, kami akan juga membagikannya ke beberapa angkutan kota yang ada," kata Entus.
Hal ini, menurut dia, disebabkan lagu-lagu daerah Lampung belum dikenal sebagian besar masyarakat. "Padahal lagu daerah Lampung memiliki kekhasan dan karakteristik tersendiri sehingga dibutuhkan satu tindakan pengenalan kepada masyarakat tentang musik Lampung ini."
Meskipun demikian, ujar Entus, pembagian CD ini masih sangat terbatas sekali. "Karena CD ini memang dibuat dengan terengah-engah dan terbatas copy-annya. Kami hanya memiliki 100 CD, yang nantinya dibagikan gratis. Mudah-mudahan ini bisa menyosialisasikan lagu Lampung kepada masyarakat luas terutama wisatawan. Apalagi menjelang ulang tahun Provinsi Lampung," ujarnya.
Apalagi, menurut dia, CD ini menawarkan satu warna yang berbeda dari album lagu Lampung yang sudah ada di pasaran. "Sebab, di sini kami menawarkan musik keroncong yang dibawakan Keroncong 56 yang kesemuanya terdiri dari anak muda. Begitu juga dengan penyanyinya yang semuanya anak muda, yakni Fika 'AFI', Sanda, Semar Jaya, Samsuri, Iin, dan Dodi Kurniawan."
Inilah yang coba dijual Entus lewat album ini. Anak-anak muda dilibatkan dengan harapan akan menarik pendengar dari kalangan anak muda. Meskipun memang dari jenis suara dan cengkokan lagu yang dinyanyikan masih sangat jauh dengan musik keroncong yang asli, sebagai bentuk pengenalan dan sosialisasi, album ini tentu saja patut diapresiasi terutama bagi perkembangan musik keroncong.
Namun, keroncong Lampung yang ditawarkan memang berbeda dengan keroncong yang ada. "Meski ada langgam-nya, di sini dibuat berbeda. Flute yang menjadi ciri khas lagu keroncong digantikan saksofon. Selain itu juga, kami menambahkan musik tradisi lain yang digabungkan dengan irama cha-cha, jazzy, balada, serta beberapa musik lain yang dipadukan menjadi irama keroncong yang sangat enak didengar," tambah Entus lagi.
Sejarah Musik Keroncong
Keroncong adalah sejenis musik Indonesia yang memiliki hubungan historis dengan sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado. Sejarah keroncong di Indonesia dapat ditarik hingga akhir abad ke-16, saat kekuatan Portugis mulai melemah di Nusantara. Keroncong berawal dari musik yang dimainkan para budak dan opsir Portugis dari daratan India (Goa) serta Maluku.
Bentuk awal musik ini disebut moresco, yang diiringi alat musik dawai. Dalam perkembangannya, masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara, seperti penggunaan seruling serta beberapa komponen gamelan. Lalu pada sekitar abad ke-19 bentuk musik campuran ini sudah populer di banyak tempat di Nusantara, bahkan hingga Semenanjung Malaya. Namun, kini perkembangannya sudah sangat lambat sekali.
Konon banyak orang menduga, keroncong lahir di Jawa Tengah. Padahal alunan musik penuh melodi dengan entakan romantis ini dijumpai hampir di seluruh Pulau Jawa, termasuk Jawa Barat. Instrumen musik tradisional ini pun tak bisa ditemui di bagian lain dunia.
Musik keroncong yang dikolaborasi dengan alat musik (instrumen) modern telah melahirkan aliran baru, yakni musik campursari. Seperti yang dilakukan Manthous, musisi dan penyanyi asal Gunung Kidul Yogyakarta, memberikan pencerahan musik kepada generasi muda kalau musik keroncong tidak identik dengan kesukaan opa-oma.
Namun ada yang patut dibanggakan, keberadaan maestro-maetro musik keroncong seperti Gesang, Waljinah, dan generasi kekinian seperti Sundari Sukoco dan Mus Mulyadi, namanya masih sangat dikenal di negara Sakura. Album rekaman mereka masih laku dijual di sana (Jepang), bahkan Gesang dan Waljinah secara khusus mendapat royalti internasional untuk musik keroncongnya.
Akan tetapi, di Indonesia musik keroncong masih terpinggirkan, terutama di kalangan anak mudanya sehingga harapannya ke depan makin banyak lagi album-album anak muda yang mengikutkan musik keroncong di dalamnya. Ini dilakukan sebagai bentuk meningkatkan apresiasi di kalangan anak muda. Atau bisa jadi memasukkan jenis musik ini dalam kegiatan lomba talent show yang kini menjamur. Harapannya musik asli Indonesia ini tetap tumbuh dan berkembang di negeri sendiri. n TEGUH PRASETYO/M-1
Sumber: Lampung Post, Minggu, 30 Maret 2008
Salah satu indikasi yang amat sangat terlihat adalah tidak ada lagi pemilihan Bintang Radio Televisi (BRTV) untuk kategori musik keroncong lagi sejak beberapa tahun belakangan ini. Padahal dahulu, ajang ini menjadi salah satu tolok ukur akan keberhasilan seorang yang akan terjun di dunia musik Indonesia. Sebut saja nama Hetty Koes Endang, Sundari Soekotjo, serta beberapa nama penyanyi keroncong lain.
Bahkan, kegiatan yang selalu digelar setiap tahun, tiba-tiba saja sejak sekitar tiga tahun lalu kembali digelar dengan format baru yang mencoba mengadopsi acara talent show yang ada di dunia populer sekarang. Dengan demikian, kegiatan ini hanya menghadirkan penyanyi-penyanyi muda untuk kategori pop semata sehingga musik keroncong menjadi makin hilang dari peredaran musik Tanah Air.
Sebab itu, bisa dipastikan anak-anak muda kini terbatas pengetahuannya mengenai musik keroncong. Mereka hanya mengenal sosok Gesang sebagai pembuat lagu Bengawan Solo yang memang fenomenal atau sosok Waljinah dengan Walang Kekek yang kerap menjadi satu ikon kejadulan dalam dialog keseharian anak-anak terutama di kota besar. Tidak ada perkembangan lain yang diketahui mengenai musik keroncong.
Sampai kemudian Bondan Prakoso, penyanyi anak-anak yang sudah tampil remaja dan pernah bergabung dengan band funk rock, Fungky Kopral, dalam album solo teranyarnya menghadirkan nuansa keroncong pada salah satu lagu andalannya yang diberi judul Keroncong Protol. Nuansa lenggam khas musik keroncong dipadukan dengan sangat manisnya musik RnB masa kini. Terutama dengan balutan musik rap yang diusung Fade To Black yang berduet dengan Bondan.
Dengan demikian, musik keroncong mulai kembali dari keterasingannya. Atau paling tidak, ini bisa menjadi satu bekal bahwa masih ada anak muda kini yang masih mau mengembangkan dan mengenalkan musik keroncong yang menurut sejarahnya sudah dikenal sejak dahulu di Indonesia.
Bahkan, banyak ahli yang mengatakan keroncong adalah musik khas Indonesia. Makanya ketika Bondan meluncurkan album ini dan menjadi hits di kalangan anak muda. Harapannya akan banyak anak muda yang terpincut musik tersebut.
Salah satu yang juga dilakukan Dewan Kesenian Lampung (DKL) lewat Komite Musik-nya adalah meluncurkan satu CD Keroncong Lampung. Bahkan, dalam rangka menyambut HUT Provinsi Lampung pada 18 Maret lalu, mereka membagikan CD tersebut secara gratis ke berbagai pusat perbelanjaan, rumah makan, tempat publik, serta beberapa angkutan umum di Kota Bandar Lampung.
Ketua Komite Musik DKL, Entus Al Rafi, mengatakan pemberian CD secara cuma-cuma tersebut dilakukan guna menyemarakkan HUT Provinsi Lampung serta menyosialisasi tembang-tembang Lampung kepada masyarakat.
"Kami akan membagikan CD ini ke berbagai pusat perbelanjaan, rumah makan, serta tempat pelayanan publik seperti terminal, bandara, stasiun, dan pelabuhan. Selain itu juga, kami akan juga membagikannya ke beberapa angkutan kota yang ada," kata Entus.
Hal ini, menurut dia, disebabkan lagu-lagu daerah Lampung belum dikenal sebagian besar masyarakat. "Padahal lagu daerah Lampung memiliki kekhasan dan karakteristik tersendiri sehingga dibutuhkan satu tindakan pengenalan kepada masyarakat tentang musik Lampung ini."
Meskipun demikian, ujar Entus, pembagian CD ini masih sangat terbatas sekali. "Karena CD ini memang dibuat dengan terengah-engah dan terbatas copy-annya. Kami hanya memiliki 100 CD, yang nantinya dibagikan gratis. Mudah-mudahan ini bisa menyosialisasikan lagu Lampung kepada masyarakat luas terutama wisatawan. Apalagi menjelang ulang tahun Provinsi Lampung," ujarnya.
Apalagi, menurut dia, CD ini menawarkan satu warna yang berbeda dari album lagu Lampung yang sudah ada di pasaran. "Sebab, di sini kami menawarkan musik keroncong yang dibawakan Keroncong 56 yang kesemuanya terdiri dari anak muda. Begitu juga dengan penyanyinya yang semuanya anak muda, yakni Fika 'AFI', Sanda, Semar Jaya, Samsuri, Iin, dan Dodi Kurniawan."
Inilah yang coba dijual Entus lewat album ini. Anak-anak muda dilibatkan dengan harapan akan menarik pendengar dari kalangan anak muda. Meskipun memang dari jenis suara dan cengkokan lagu yang dinyanyikan masih sangat jauh dengan musik keroncong yang asli, sebagai bentuk pengenalan dan sosialisasi, album ini tentu saja patut diapresiasi terutama bagi perkembangan musik keroncong.
Namun, keroncong Lampung yang ditawarkan memang berbeda dengan keroncong yang ada. "Meski ada langgam-nya, di sini dibuat berbeda. Flute yang menjadi ciri khas lagu keroncong digantikan saksofon. Selain itu juga, kami menambahkan musik tradisi lain yang digabungkan dengan irama cha-cha, jazzy, balada, serta beberapa musik lain yang dipadukan menjadi irama keroncong yang sangat enak didengar," tambah Entus lagi.
Sejarah Musik Keroncong
Keroncong adalah sejenis musik Indonesia yang memiliki hubungan historis dengan sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado. Sejarah keroncong di Indonesia dapat ditarik hingga akhir abad ke-16, saat kekuatan Portugis mulai melemah di Nusantara. Keroncong berawal dari musik yang dimainkan para budak dan opsir Portugis dari daratan India (Goa) serta Maluku.
Bentuk awal musik ini disebut moresco, yang diiringi alat musik dawai. Dalam perkembangannya, masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara, seperti penggunaan seruling serta beberapa komponen gamelan. Lalu pada sekitar abad ke-19 bentuk musik campuran ini sudah populer di banyak tempat di Nusantara, bahkan hingga Semenanjung Malaya. Namun, kini perkembangannya sudah sangat lambat sekali.
Konon banyak orang menduga, keroncong lahir di Jawa Tengah. Padahal alunan musik penuh melodi dengan entakan romantis ini dijumpai hampir di seluruh Pulau Jawa, termasuk Jawa Barat. Instrumen musik tradisional ini pun tak bisa ditemui di bagian lain dunia.
Musik keroncong yang dikolaborasi dengan alat musik (instrumen) modern telah melahirkan aliran baru, yakni musik campursari. Seperti yang dilakukan Manthous, musisi dan penyanyi asal Gunung Kidul Yogyakarta, memberikan pencerahan musik kepada generasi muda kalau musik keroncong tidak identik dengan kesukaan opa-oma.
Namun ada yang patut dibanggakan, keberadaan maestro-maetro musik keroncong seperti Gesang, Waljinah, dan generasi kekinian seperti Sundari Sukoco dan Mus Mulyadi, namanya masih sangat dikenal di negara Sakura. Album rekaman mereka masih laku dijual di sana (Jepang), bahkan Gesang dan Waljinah secara khusus mendapat royalti internasional untuk musik keroncongnya.
Akan tetapi, di Indonesia musik keroncong masih terpinggirkan, terutama di kalangan anak mudanya sehingga harapannya ke depan makin banyak lagi album-album anak muda yang mengikutkan musik keroncong di dalamnya. Ini dilakukan sebagai bentuk meningkatkan apresiasi di kalangan anak muda. Atau bisa jadi memasukkan jenis musik ini dalam kegiatan lomba talent show yang kini menjamur. Harapannya musik asli Indonesia ini tetap tumbuh dan berkembang di negeri sendiri. n TEGUH PRASETYO/M-1
Sumber: Lampung Post, Minggu, 30 Maret 2008
Seni Lukis: Karya Lukis Bubuk Kopi Mengundang Decak Kagum
BANDAR LAMPUNG--Pencarian keunikan sebuah karya lukis tidak melulu dari kepiawaian perupa mengolah objek. Ditampilkan juga keanekaragaman medium. Hal itulah yang disuguhkan delapan pelukis Lampung saat memamerkan 40 karya lukis berbahan ampas kopi di Taman Budaya Bandar Lampung, selama lima hari mulai Sabtu (29-3).
Gagasan pameran lukis secara kelompok dengan mengangkat tema me-rupa-kan ampas kopi ini muncul dari obrolan di awal 2008. Obrolan tentang seni lukis itu melahirkan ide membuat lukisan dengan bahan ampas kopi, bubuk kopi, dan air kopi. Tiga bulan kemudian, delapan pelukis mengelaborasi keunikan goresan dari bahan ampas kopi itu menjadi lukisan yang sesuai karakter masing-masing.
Mereka adalah Aris Susiwa Manangisi, Bambang, Joni Putra, Koliman, Rosmedi, Susanto, Tince Megawati Johnson, dan Yulius Benardi. Terkumpullah 40 lukisan karya mereka.
Umumnya, pelukis memamerkan tiga hingga tujuh karyanya beraliran realis dan naturalis. Pameran bersama yang menampilkan lukisan berbahan ampas kopi ini, menurut kurator pameran Joko Irianto, adalah pertama di Indonesia. "Memang ada pelukis menggunakan bahan kopi seperti di Bali, tapi baru ini pameran secara komunal digelar," jelas Joko, usai pembukaan pameran.
Menurut Joko, memakai ampas kopi sebagai medium, memberi atmosfer baru dalam seni rupa. Hal itu memberikan dampak positif bagi terciptanya pasar.
Ratna Sarumpaet, Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), juga mengaku baru kali ini menyaksikan pameran lukisan berbahan kopi. "Saya melihat ini sangat kreatif. Ungkapan Lampung sebagai penghasil kopi menjadi lebih berkesan, jadi mengingatkan saya pada lukisan batik tulis kuno. Saya salut sekali dan semoga muncul medium lain, sehingga karya lukis nantinya semakin beragam," ujar Ratna.
Sementara itu, Ketua Dewan Kesenian Lampung Syafariah Widianti mengharapkan dari kreativitas ampas kopi sebagai bahan utama karya lukis akan muncul alternatif bahan lain, seperti cokelat atau bahan lain.
Ketua Penyelenggara Dwi Permono Prastio juga berharap para pelukis itu dapat terus eksis di Lampung. "Sudah saatnya menjadi ikon Lampung lewat karya lukis. Jadi, bukan hanya siger dan gajah saja," kata dia. Dalam pameran ini, beberapa pelukis di antaranya Susanto dan Yulius Benardi memamerkan cara membuat lukisan dari bahan kopi bubuk. Kopi bubuk, agar lebih rekat pada kain kanvas, dicampur rata dengan bahan pelapis genting.
Susanto mengaku tidak ada kesulitan khusus dalam membuat lukisan. Bahan bakunya juga mudah didapat. "Kesulitan justru tergantung dengan objek apa yang akan dilukis," ujarnya. n DWI/X-2
Sumber: Lampung Post, Minggu, 30 Maret 2008
Gagasan pameran lukis secara kelompok dengan mengangkat tema me-rupa-kan ampas kopi ini muncul dari obrolan di awal 2008. Obrolan tentang seni lukis itu melahirkan ide membuat lukisan dengan bahan ampas kopi, bubuk kopi, dan air kopi. Tiga bulan kemudian, delapan pelukis mengelaborasi keunikan goresan dari bahan ampas kopi itu menjadi lukisan yang sesuai karakter masing-masing.
Mereka adalah Aris Susiwa Manangisi, Bambang, Joni Putra, Koliman, Rosmedi, Susanto, Tince Megawati Johnson, dan Yulius Benardi. Terkumpullah 40 lukisan karya mereka.
Umumnya, pelukis memamerkan tiga hingga tujuh karyanya beraliran realis dan naturalis. Pameran bersama yang menampilkan lukisan berbahan ampas kopi ini, menurut kurator pameran Joko Irianto, adalah pertama di Indonesia. "Memang ada pelukis menggunakan bahan kopi seperti di Bali, tapi baru ini pameran secara komunal digelar," jelas Joko, usai pembukaan pameran.
Menurut Joko, memakai ampas kopi sebagai medium, memberi atmosfer baru dalam seni rupa. Hal itu memberikan dampak positif bagi terciptanya pasar.
Ratna Sarumpaet, Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), juga mengaku baru kali ini menyaksikan pameran lukisan berbahan kopi. "Saya melihat ini sangat kreatif. Ungkapan Lampung sebagai penghasil kopi menjadi lebih berkesan, jadi mengingatkan saya pada lukisan batik tulis kuno. Saya salut sekali dan semoga muncul medium lain, sehingga karya lukis nantinya semakin beragam," ujar Ratna.
Sementara itu, Ketua Dewan Kesenian Lampung Syafariah Widianti mengharapkan dari kreativitas ampas kopi sebagai bahan utama karya lukis akan muncul alternatif bahan lain, seperti cokelat atau bahan lain.
Ketua Penyelenggara Dwi Permono Prastio juga berharap para pelukis itu dapat terus eksis di Lampung. "Sudah saatnya menjadi ikon Lampung lewat karya lukis. Jadi, bukan hanya siger dan gajah saja," kata dia. Dalam pameran ini, beberapa pelukis di antaranya Susanto dan Yulius Benardi memamerkan cara membuat lukisan dari bahan kopi bubuk. Kopi bubuk, agar lebih rekat pada kain kanvas, dicampur rata dengan bahan pelapis genting.
Susanto mengaku tidak ada kesulitan khusus dalam membuat lukisan. Bahan bakunya juga mudah didapat. "Kesulitan justru tergantung dengan objek apa yang akan dilukis," ujarnya. n DWI/X-2
Sumber: Lampung Post, Minggu, 30 Maret 2008
March 29, 2008
VLY 2009: Event Wisata Prakondisi Perlu Digelar
BANDAR LAMPUNG (Lampost/Ant): Untuk mendukung sukses program Visit Lampung Year (VLY) 2009, dinas terkait diminta segera mengagendakan dan mempersiapkan sejumlah event kegiatan pariwisata dari sekarang sebagai prakondisi untuk dapat meraih target dua juta kunjungan wisatawan ke Lampung, kata Ketua Yayasan Wisata Alam Lampung (Yawisal) Sibli Rais.
"Tapi hingga sekarang belum terlihat aksi untuk mempersiapkan sejumlah kegiatan wisata dalam VLY 2009," kata Sibli di Bandar Lampung, beberapa waktu lalu.
Ia menyebutkan target dua juta wisatawan mancanegara maupun domestik itu dapat terpenuhi, asalkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung gencar mempromosikan objek-objek wisata yang ada dari sekarang.
Anggota DPRD Bandar Lampung ini menyarankan Pemprov Lampung selain harus gencar mempromosikan objek wisata unggulan daerahnya, juga harus bisa memanfaatkan kerja sama dengan pihak lain untuk membantu mengenalkan sejumlah tempat wisata yang ada di sini.
Sejumlah pihak yang perlu digandeng untuk mengenalkan objek wisata di Lampung itu, antara lain Pengusaha Hotel Restoran Indonesia (PHRI), Asosiasi Tour and Travel (Asita), Himpunan Pemandu Indonesia (HPI), dan Persatuan Usaha Taman Hiburan Rakyat (Putri).
Sibli Rais mengingatkan umumnya wisatawan khususnya dari mancanegara menginginkan kedatangan mereka dapat melihat langsung ajang pariwisata yang tidak bersifat seremonial tapi bersifat natural.
Visit Lampung Year 2009 atau Tahun Kunjungan Lampung 2009 menargetkan sekitar 10 ribu wisatawan mancanegara (wisman) untuk melihat secara langsung objek wisata maupun budaya daerah Lampung.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwiasata Provinsi Lampung, Tibrizi Asmarantaka, mengatakan target wisatawan pada VLY 2009 mencapai total dua juta orang, sebanyak 10 ribu di antaranya wisatawan mancanegara.
Ia menyebutkan pada 2007 lalu kunjungan wisatawan asing maupun domestik mencapai 1,2 juta orang, dan diharapakan pada tahun kunjungan Lampung ini mencapai dua juta wisatawan.
Menurut dia, wisatawan asing yang datang ke Lampung, sangat menggemari keindahan Gunung Anak Krakatau dan kawasan yang memiliki fauna (hewan) liar langka, seperti badak sumatera di Way Kambas, Lampung Timur.
Pada 2007 lalu, jumlah wisman yang mengunjungi Lampung sekitar 10.000 orang.
Provinsi Lampung masih mengandalkan empat kegiatan pariwisata yang juga merupakan agenda nasional pada Visit Indonesia Year (VIY) 2008, yakni Festival Bandarlampung Begawi, Festival Teluk Stabas, Festival Krakatau, dan Festival Way Kambas. n K-1
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 29 Maret 2008
"Tapi hingga sekarang belum terlihat aksi untuk mempersiapkan sejumlah kegiatan wisata dalam VLY 2009," kata Sibli di Bandar Lampung, beberapa waktu lalu.
Ia menyebutkan target dua juta wisatawan mancanegara maupun domestik itu dapat terpenuhi, asalkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung gencar mempromosikan objek-objek wisata yang ada dari sekarang.
Anggota DPRD Bandar Lampung ini menyarankan Pemprov Lampung selain harus gencar mempromosikan objek wisata unggulan daerahnya, juga harus bisa memanfaatkan kerja sama dengan pihak lain untuk membantu mengenalkan sejumlah tempat wisata yang ada di sini.
Sejumlah pihak yang perlu digandeng untuk mengenalkan objek wisata di Lampung itu, antara lain Pengusaha Hotel Restoran Indonesia (PHRI), Asosiasi Tour and Travel (Asita), Himpunan Pemandu Indonesia (HPI), dan Persatuan Usaha Taman Hiburan Rakyat (Putri).
Sibli Rais mengingatkan umumnya wisatawan khususnya dari mancanegara menginginkan kedatangan mereka dapat melihat langsung ajang pariwisata yang tidak bersifat seremonial tapi bersifat natural.
Visit Lampung Year 2009 atau Tahun Kunjungan Lampung 2009 menargetkan sekitar 10 ribu wisatawan mancanegara (wisman) untuk melihat secara langsung objek wisata maupun budaya daerah Lampung.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwiasata Provinsi Lampung, Tibrizi Asmarantaka, mengatakan target wisatawan pada VLY 2009 mencapai total dua juta orang, sebanyak 10 ribu di antaranya wisatawan mancanegara.
Ia menyebutkan pada 2007 lalu kunjungan wisatawan asing maupun domestik mencapai 1,2 juta orang, dan diharapakan pada tahun kunjungan Lampung ini mencapai dua juta wisatawan.
Menurut dia, wisatawan asing yang datang ke Lampung, sangat menggemari keindahan Gunung Anak Krakatau dan kawasan yang memiliki fauna (hewan) liar langka, seperti badak sumatera di Way Kambas, Lampung Timur.
Pada 2007 lalu, jumlah wisman yang mengunjungi Lampung sekitar 10.000 orang.
Provinsi Lampung masih mengandalkan empat kegiatan pariwisata yang juga merupakan agenda nasional pada Visit Indonesia Year (VIY) 2008, yakni Festival Bandarlampung Begawi, Festival Teluk Stabas, Festival Krakatau, dan Festival Way Kambas. n K-1
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 29 Maret 2008
March 28, 2008
Seni: Media Ampas Kopi Jadi Karya Rupa
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Delapan perupa Lampung akan menghadirkan 40 karya rupa yang menggunakan media karya ampas kopi dalam gelaran Pameran Lukisan me-rupa-kan ampas kopi. Karya itu akan digelar di Taman Budaya Lampung, 29 Maret hingga 2 April mendatang.
Kurator pameran lukisan, Joko Irianta, saat ditemui di Jung Foundation, Kamis (27-3), mengatakan ini merupakan satu pameran lukisan yang kali pertama digelar dengan menggunakan medium ampas kopi. Hal ini dilakukan karena Lampung merupakan daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia.
"Sudah saatnya hasil bumi kebanggaan Lampung yang menguasai 70 persen pasar kopi nasional diangkat ke permukaan dalam satu medium yang berbeda. Sehingga ini bisa mengangkat nama kopi Lampung itu sendiri," kata Joko.
Apalagi, menurut dia, karya ini memperlihatkan satu kelokalan yang ada di Lampung. "Makanya dalam melakukan penilaian terhadap karya yang dipamerkan, yang dikedepankan adalah medium ampas kopi yang digunakan perupa dalam berkarya. Sedangkan untuk karya kerupaan yang dihasilkan meski diperhatikan tapi belum terfokuskan."
Meskipun demikian, hasil karya yang ditampilkan sangat beragam dan mengusung banyak gaya karya rupa. "Jadi bahasa rupa, gaya, style, hingga aliran yang ditampilkan sangat berbeda antara satu karya dengan yang lain. Ini sangat layak untuk diapresiasikan oleh masyarakat," ujarnya.
Terlebih lagi bahasa rupa yang tersajikan juga mengetengahkan persoalan wacana yang ada sekarang ini baik perkembangan teknologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya.
Dan lagi, menurut Joko, dengan penyelenggaraan pameran ini memperlihatkan dinamika perkembangan seni rupa di Lampung telah menunjukkan perjalanan yang semakin maju.
"Diharapkan dengan digelarnya kegiatan ini, dunia seni rupa di Lampung semakin menunjukkan tajinya tidak hanya di wilayah regional namun juga skala nasional dan internasional," kata dia.
Ketua MediArt Event Organizer, Dwi Permono Prastio, mengemukakan kegiatan ini akan menghadirkan para perupa asal Tanggamus, Metro, dan Bandar Lampung. Mereka yang akan memamerkan karyanya adalah Ari Susiwa Manganisi, Sutanto, Koliman, Yulius, Joni Putra, Bambang Irianto, Tince Jonson, dan Rosmedi.
Pembukaannya akan dilakukan oleh Ketua Umum DKL Syafariah Widianti. Kegiatan ini merupakan satu rangkaian dari perayaan HUT ke-44 Provinsi Lampung. n TYO/K-2
Sumber: Lampung Post, Jumat, 28 Maret 2008
Kurator pameran lukisan, Joko Irianta, saat ditemui di Jung Foundation, Kamis (27-3), mengatakan ini merupakan satu pameran lukisan yang kali pertama digelar dengan menggunakan medium ampas kopi. Hal ini dilakukan karena Lampung merupakan daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia.
"Sudah saatnya hasil bumi kebanggaan Lampung yang menguasai 70 persen pasar kopi nasional diangkat ke permukaan dalam satu medium yang berbeda. Sehingga ini bisa mengangkat nama kopi Lampung itu sendiri," kata Joko.
Apalagi, menurut dia, karya ini memperlihatkan satu kelokalan yang ada di Lampung. "Makanya dalam melakukan penilaian terhadap karya yang dipamerkan, yang dikedepankan adalah medium ampas kopi yang digunakan perupa dalam berkarya. Sedangkan untuk karya kerupaan yang dihasilkan meski diperhatikan tapi belum terfokuskan."
Meskipun demikian, hasil karya yang ditampilkan sangat beragam dan mengusung banyak gaya karya rupa. "Jadi bahasa rupa, gaya, style, hingga aliran yang ditampilkan sangat berbeda antara satu karya dengan yang lain. Ini sangat layak untuk diapresiasikan oleh masyarakat," ujarnya.
Terlebih lagi bahasa rupa yang tersajikan juga mengetengahkan persoalan wacana yang ada sekarang ini baik perkembangan teknologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya.
Dan lagi, menurut Joko, dengan penyelenggaraan pameran ini memperlihatkan dinamika perkembangan seni rupa di Lampung telah menunjukkan perjalanan yang semakin maju.
"Diharapkan dengan digelarnya kegiatan ini, dunia seni rupa di Lampung semakin menunjukkan tajinya tidak hanya di wilayah regional namun juga skala nasional dan internasional," kata dia.
Ketua MediArt Event Organizer, Dwi Permono Prastio, mengemukakan kegiatan ini akan menghadirkan para perupa asal Tanggamus, Metro, dan Bandar Lampung. Mereka yang akan memamerkan karyanya adalah Ari Susiwa Manganisi, Sutanto, Koliman, Yulius, Joni Putra, Bambang Irianto, Tince Jonson, dan Rosmedi.
Pembukaannya akan dilakukan oleh Ketua Umum DKL Syafariah Widianti. Kegiatan ini merupakan satu rangkaian dari perayaan HUT ke-44 Provinsi Lampung. n TYO/K-2
Sumber: Lampung Post, Jumat, 28 Maret 2008
Kunjungan Siswa: Tanamkan Budaya Menulis Sejak Dini
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Budaya tulis-menulis sebaiknya ditanamkan sejak dini. Mulai dari sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) hingga sekolah menengah atas (SMA).
Dengan rajin menulis tersebut, siswa dapat mengembangkan kemandirian berpikir yang idenya digali tidak hanya melalui kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas, tapi lewat pengamatan terhadap gejala-gejala yang ada di lingkungan sekitarnya atau kunjungan pada sebuah institusi, tempat wisata, ataupun perusahaan.
Karena itu, pihak sekolah, harus membiasakan siswa-siswinya membuat karya tulis.
Demikian benang merah dari dialog bertepatan dengan kunjungan karya wisata 122 siswa-siswi kelas XII SMA 1 Kibang, Lampung Timur, ke Harian Umum Lampung Post, Kamis (27-3). Rombongan siswa-siswi tersebut didampingi 12 guru pembimbing beserta jajaran pengurus sekolah lainnya.
Kunjungan diprogramkan pihak sekolah terkait kewajiban siswa-siswi menyusun karya tulis. "Program ini bertujuan mencari data dan fakta melalui pengamatan sebagai bahan membuat karya tulis ilmiah," kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan Tumin.
Karya tulis ini juga menjadi salah satu syarat siswa-siswi mengikuti Ujian Nasional (UN) 2007--2008. Pihaknya ingin mengaitkan antara pengetahuan yang diperoleh siswa dalam program kurikuler dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Beberapa siswa sempat menanyakan tahap-tahap kerja seorang wartawan. "Seperti apa cara kerja wartawan mulai dari membuat hingga menulis berita?" tanya Gunawan.
Saksi, menanyakan pola pemasukan dan pengeluaran bagi sebuah media harian. Pertanyaan ditanggapi dengan menjelaskan bahwa wartawan sangat menghargai waktu dan memiliki mobilitas tinggi dalam bekerja. "Sehari-hari ada rapat proyeksi, proses reportase, rapat bujet, menulis berita, rapat akhir redaksi, mengedit berita, proses perwajahan dan tata letak, mencetak, lalu mendistribusikan ke pembaca," terang Redaktur Pendidikan Wiwik Hastuti.
Keterangan juga disertai penjelasan mengenai pembagian tugas antara reporter dan redaktur oleh Redaktur Pelaksana Iskak Susanto. Usai berdiskusi, siswa-siswi mengunjungi ruang redaksi, tata letak, perpustakaan, dan beberapa ruang lainnya di bagian usaha, termasuk percetakan. n AST/S-1
Sumber: Lampung Post, Jumat, 28 Maret 2008
Dengan rajin menulis tersebut, siswa dapat mengembangkan kemandirian berpikir yang idenya digali tidak hanya melalui kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas, tapi lewat pengamatan terhadap gejala-gejala yang ada di lingkungan sekitarnya atau kunjungan pada sebuah institusi, tempat wisata, ataupun perusahaan.
Karena itu, pihak sekolah, harus membiasakan siswa-siswinya membuat karya tulis.
Demikian benang merah dari dialog bertepatan dengan kunjungan karya wisata 122 siswa-siswi kelas XII SMA 1 Kibang, Lampung Timur, ke Harian Umum Lampung Post, Kamis (27-3). Rombongan siswa-siswi tersebut didampingi 12 guru pembimbing beserta jajaran pengurus sekolah lainnya.
Kunjungan diprogramkan pihak sekolah terkait kewajiban siswa-siswi menyusun karya tulis. "Program ini bertujuan mencari data dan fakta melalui pengamatan sebagai bahan membuat karya tulis ilmiah," kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan Tumin.
Karya tulis ini juga menjadi salah satu syarat siswa-siswi mengikuti Ujian Nasional (UN) 2007--2008. Pihaknya ingin mengaitkan antara pengetahuan yang diperoleh siswa dalam program kurikuler dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Beberapa siswa sempat menanyakan tahap-tahap kerja seorang wartawan. "Seperti apa cara kerja wartawan mulai dari membuat hingga menulis berita?" tanya Gunawan.
Saksi, menanyakan pola pemasukan dan pengeluaran bagi sebuah media harian. Pertanyaan ditanggapi dengan menjelaskan bahwa wartawan sangat menghargai waktu dan memiliki mobilitas tinggi dalam bekerja. "Sehari-hari ada rapat proyeksi, proses reportase, rapat bujet, menulis berita, rapat akhir redaksi, mengedit berita, proses perwajahan dan tata letak, mencetak, lalu mendistribusikan ke pembaca," terang Redaktur Pendidikan Wiwik Hastuti.
Keterangan juga disertai penjelasan mengenai pembagian tugas antara reporter dan redaktur oleh Redaktur Pelaksana Iskak Susanto. Usai berdiskusi, siswa-siswi mengunjungi ruang redaksi, tata letak, perpustakaan, dan beberapa ruang lainnya di bagian usaha, termasuk percetakan. n AST/S-1
Sumber: Lampung Post, Jumat, 28 Maret 2008
Pentas Seni: Hipmala Suguhkan Khas Etnik Lampung
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Pentas seni dan budaya Himpunan Pelajar Mahasiswa Lampung (Hipmala) Yogyakarta 2008 yang akan digelar Sabtu, 19 April mendatang, di asrama mahasiswa Lampung Yogyakarta, Jalan Pakuningratan No. 7, Jetis, Yogyakarta, bakal menyajikan ciri khas setiap kabupaten/kota se-Lampung.
Selain karena kecintaan mahasiswa Lampung terhadap daerah asalnya, kegiatan ini merupakan ajang tukar pikiran mengenai konsep pembangunan di Sang Bumi Ruwa Jurai di segala bidang. "Bakal ada tarian, musik, dan seni dari masing-masing kabupaten/kota di Lampung," jelas Ketua Umum Hipmala Yogyakarta Jaka Mirdinata saat bersilaturahmi ke Lampung Post, baru-baru ini.
Menurut dia, kegiatan tersebut sebagai bentuk kecintaan mahasiswa Lampung terhadap daerah asalnya. "Pentas ini sebagai bentuk kecintaan dan kerinduan kami sebagai masyarakat Lampung yang merantau untuk belajar di Yogyakarta," ujarnya yang didampingi pengurus dan alumni Hipmala.
Selain itu, pihaknya juga ingin menjadikan pentas sebagai sarana sosialisasi seni dan budaya Lampung di Kota Yogyakarta. Pentas seni juga bakal dimeriahkan oleh seluruh Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa kabupaten/kota se-Lampung yang ada di Yogyakarta.
Bertepatan dengan itu pula, Pengurus Hipmala Yogyakarta periode 2008--2009 dilantik sebagai salah satu agenda organisasi dalam rangkaian musyawarah besar (mubes). "Kami selaku pengurus terpilih juga mengucapkan selamat kepada Lampung atas hari jadi yang ke-44," kata Sekretaris Panitia Pelantikan Syamsul Hadi menambahkan.
Di samping Pentas Seni dan Budaya, juga digelar dialog ringan bertema Pembangunan Lampung berkelanjutan: Refleksi dan tantangan. Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. atau perwakilan Pemprov Lampung sedianya hadir dan memaparkan tema tersebut. Selain itu, juga bakal hadir Gubernur DIY Yogyakarta, mahasiswa, dan masyarakat dari Solo dan Semarang.
"Kami juga ingin berpartisipasi menyumbangkan pemikiran mengenai konsep pembangunan Lampung di segala bidang," tutur Jaka. Pihaknya berharap melalui dialog ringan ini, mahasiswa dan pelajar asal Lampung yang belajar di Yogyakarta tidak menutup mata atas perkembangan pembangunan di daerah asalnya. */S-2
Sumber: Lampung Post, Jumat, 28 Maret 2008
Selain karena kecintaan mahasiswa Lampung terhadap daerah asalnya, kegiatan ini merupakan ajang tukar pikiran mengenai konsep pembangunan di Sang Bumi Ruwa Jurai di segala bidang. "Bakal ada tarian, musik, dan seni dari masing-masing kabupaten/kota di Lampung," jelas Ketua Umum Hipmala Yogyakarta Jaka Mirdinata saat bersilaturahmi ke Lampung Post, baru-baru ini.
Menurut dia, kegiatan tersebut sebagai bentuk kecintaan mahasiswa Lampung terhadap daerah asalnya. "Pentas ini sebagai bentuk kecintaan dan kerinduan kami sebagai masyarakat Lampung yang merantau untuk belajar di Yogyakarta," ujarnya yang didampingi pengurus dan alumni Hipmala.
Selain itu, pihaknya juga ingin menjadikan pentas sebagai sarana sosialisasi seni dan budaya Lampung di Kota Yogyakarta. Pentas seni juga bakal dimeriahkan oleh seluruh Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa kabupaten/kota se-Lampung yang ada di Yogyakarta.
Bertepatan dengan itu pula, Pengurus Hipmala Yogyakarta periode 2008--2009 dilantik sebagai salah satu agenda organisasi dalam rangkaian musyawarah besar (mubes). "Kami selaku pengurus terpilih juga mengucapkan selamat kepada Lampung atas hari jadi yang ke-44," kata Sekretaris Panitia Pelantikan Syamsul Hadi menambahkan.
Di samping Pentas Seni dan Budaya, juga digelar dialog ringan bertema Pembangunan Lampung berkelanjutan: Refleksi dan tantangan. Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. atau perwakilan Pemprov Lampung sedianya hadir dan memaparkan tema tersebut. Selain itu, juga bakal hadir Gubernur DIY Yogyakarta, mahasiswa, dan masyarakat dari Solo dan Semarang.
"Kami juga ingin berpartisipasi menyumbangkan pemikiran mengenai konsep pembangunan Lampung di segala bidang," tutur Jaka. Pihaknya berharap melalui dialog ringan ini, mahasiswa dan pelajar asal Lampung yang belajar di Yogyakarta tidak menutup mata atas perkembangan pembangunan di daerah asalnya. */S-2
Sumber: Lampung Post, Jumat, 28 Maret 2008
Monumen: Pemkot akan Bangun Tugu Keripik Singkong
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Pemkot Bandar Lampung akan membangun tugu kawasan sentra keripik singkong di Jalan Pagar Alam. Sebelumnya Pemkot telah membangun dua tugu Pengantin, tugu Siger, dan tugu Durian.
Seperti pembangunan tugu sebelumnya, dana pembangunan tugu kawasan sentra keripik singkung 100 persen berasal dari bantuan pihak ketiga. "Kami sudah melakukan pembuatan desain tugu kawasan sentra keripik singkong tersebut. Dana pembangunannya berasal dari bantuan PTPN VII," kata Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Bandar Lampung Enny Wahyuni, Kamis (27-3).
Tujuan pembangunan tugu kawasan sentra keripik singkong (TKSKS), lanjut Enny, bertujuan lebih mengenalkan kawasan Gang PU (Jalan Pagar Alam) sebagai kawasan home industry keripik singkong yang kini sudah cukup dikenal.
"Jadi orang luar akan mengenal Bandar Lampung bukan hanya sebagai sentra keripik pisang, melainkan juga sebagai sentra pusat pembuatan keripik singkong yang terkenal kerenyahannya," kata Enny.
Nantinya, kata Enny, TKSKS itu akan dihiasi dengan neon box untuk mempercantik wajah kota terutama menuju kawasan home industry tersebut.
Masyarakat di kawasan itu akan merasa terpacu mengembangkan industri keripik singkong yang memiliki beragam rasa. Mulai rasa keju, rasa manis, dan rasa asin. "Kami akan memikirkan bantuan permodalan bagi usaha industri tersebut," kata mantan Kadis Pertanian dan Peternakan Kota itu.
Pembangunan TKSKS, nantinya juga menjadi kawasan pengembangan wisata seperti tugu Durian. Untuk itu, lanjut Enny, pihaknya juga akan melakukan kerja sama dengan biro perjalanan wisata, hotel, dan Dinas Pariwisata untuk mengajak wisatawan yang datang ke Bandar Lampung agar mau singgah ke kawasan industri singkong tersebut.
"Kita sudah memiliki wisata kuliner, wisata bahari, wisata gunung, dan wisata air terjun. Sekarang, kita akan memiliki juga kawasan wisata industri keripik singkong. Dan, ini akan terus kami kembangkan, terlebih industri keripik singkong yang ada kini, sudah mulai dikenal orang di luar Bandar Lampung," kata dia.
Terkait dengan kawasan wisata kuliner (KWK), Enny mengatakan pihaknya akan mengevaluasi. Jika hasil evaluasi dianggap berhasil dalam pengembangan KWK, dalam waktu dekat ini, pihaknya kembali akan mengajukan penambahan gerobak makanan untuk menambah jumlah pedagang yang ada di KWK.
"Kami juga akan mengajak Bakso Soni untuk ikut berjualan di Katamso KWK sebagai bentuk kepedulian pengembangan wisata kuliner yang ada di Bandar Lampung," ujarnya.
Ke depan, diharapkan ada satu produk makanan yang bisa mengingatkan wisatawan akan Kota Bandar Lampung. Misalnya pempek, orang akan mengenal Kota Palembang atau rendang orang akan mengingat Kota Padang. n KIM/K-2
Sumber: Lampung Post, Jumat, 28 Maret 2008
Seperti pembangunan tugu sebelumnya, dana pembangunan tugu kawasan sentra keripik singkung 100 persen berasal dari bantuan pihak ketiga. "Kami sudah melakukan pembuatan desain tugu kawasan sentra keripik singkong tersebut. Dana pembangunannya berasal dari bantuan PTPN VII," kata Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Bandar Lampung Enny Wahyuni, Kamis (27-3).
Tujuan pembangunan tugu kawasan sentra keripik singkong (TKSKS), lanjut Enny, bertujuan lebih mengenalkan kawasan Gang PU (Jalan Pagar Alam) sebagai kawasan home industry keripik singkong yang kini sudah cukup dikenal.
"Jadi orang luar akan mengenal Bandar Lampung bukan hanya sebagai sentra keripik pisang, melainkan juga sebagai sentra pusat pembuatan keripik singkong yang terkenal kerenyahannya," kata Enny.
Nantinya, kata Enny, TKSKS itu akan dihiasi dengan neon box untuk mempercantik wajah kota terutama menuju kawasan home industry tersebut.
Masyarakat di kawasan itu akan merasa terpacu mengembangkan industri keripik singkong yang memiliki beragam rasa. Mulai rasa keju, rasa manis, dan rasa asin. "Kami akan memikirkan bantuan permodalan bagi usaha industri tersebut," kata mantan Kadis Pertanian dan Peternakan Kota itu.
Pembangunan TKSKS, nantinya juga menjadi kawasan pengembangan wisata seperti tugu Durian. Untuk itu, lanjut Enny, pihaknya juga akan melakukan kerja sama dengan biro perjalanan wisata, hotel, dan Dinas Pariwisata untuk mengajak wisatawan yang datang ke Bandar Lampung agar mau singgah ke kawasan industri singkong tersebut.
"Kita sudah memiliki wisata kuliner, wisata bahari, wisata gunung, dan wisata air terjun. Sekarang, kita akan memiliki juga kawasan wisata industri keripik singkong. Dan, ini akan terus kami kembangkan, terlebih industri keripik singkong yang ada kini, sudah mulai dikenal orang di luar Bandar Lampung," kata dia.
Terkait dengan kawasan wisata kuliner (KWK), Enny mengatakan pihaknya akan mengevaluasi. Jika hasil evaluasi dianggap berhasil dalam pengembangan KWK, dalam waktu dekat ini, pihaknya kembali akan mengajukan penambahan gerobak makanan untuk menambah jumlah pedagang yang ada di KWK.
"Kami juga akan mengajak Bakso Soni untuk ikut berjualan di Katamso KWK sebagai bentuk kepedulian pengembangan wisata kuliner yang ada di Bandar Lampung," ujarnya.
Ke depan, diharapkan ada satu produk makanan yang bisa mengingatkan wisatawan akan Kota Bandar Lampung. Misalnya pempek, orang akan mengenal Kota Palembang atau rendang orang akan mengingat Kota Padang. n KIM/K-2
Sumber: Lampung Post, Jumat, 28 Maret 2008
March 27, 2008
Wisata: Lembah Hijau Kembangkan 'Outbound' untuk Perusahaan
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Taman Wisata Lembah Hijau mengembangkan kegiatan outbound management training (OMT) untuk kalangan perusahaan dan instansi. Seperti yang dilakukan PT Gunung Madu Plantation (GMP) sejak Senin (24-3) hingga Rabu (26-3) kemarin.
Civil Development & Outdoor Activity Management Lembah Hijau, Raffie Yuhanan, mengatakan kegiatan OMT yang dikemas Lembah Hijau ini merupakan suatu bentuk inovasi untuk menyuguhkan kegiatan outdoor yang lain dari yang lain. Dengan OMT yang biasa dilakukan perusahaan, trainer Lembah Hijau berupaya menciptakan tiga hal personal assesment, self empowering, dan team building. Semuanya dilakukan dengan berbagai simulasi permainan tantangan, seperti panjat dinding, jembatan gantung, jalan tali atau flying fox.
"Untuk peserta PT GMP yang diikuti 45 karyawan level asisten manajer (asman) ke atas dilakukan delapan trainer Lembah Hijau dengan konsep solo beouvac (tenda)," jelas Raffie.
OMT yang dilakukan PT GMP ini bertujuan untuk mempersiapkan calon-calon pemimpin di GMP. Karena itu, peserta yang mengikuti mulai dari tingkat asman ke atas. Kegiatan OMT di Lembah Hijau ini telah banyak diikuti perusahaan-perusahaan, seperti Nestle, Coca Cola, PT Federal International Finance (FIF), PT Bukit Asam, Tunas Dwipa Matra (TDM)-Honda, dan lainnya.
Melihat tingginya minat perusahaan untuk menggelar kegiatan outdoor di Lembah Hijau, menurut Raffie, saat ini Lembah Hijau sedang mempersiapkan area khusus seluas 1,5 hektare yang terisolasi untuk kegiatan OMT ini. Sehingga kegiatan outdoor ini tidak terganggu kegiatan pengunjung lainnya yang ingin berekreasi di Lembah Hijau. Selain itu, pada April mendatang, Lembah Hijau akan menggelar workshop outboundÿ20untuk kalangan perusahaan secara gratis. Ditargetkan kegiatan ini dapat diikuti minimal 50 peserta. n NOV/E-2
Sumber: Lampung Post, Kamis, 27 Maret 2008
Civil Development & Outdoor Activity Management Lembah Hijau, Raffie Yuhanan, mengatakan kegiatan OMT yang dikemas Lembah Hijau ini merupakan suatu bentuk inovasi untuk menyuguhkan kegiatan outdoor yang lain dari yang lain. Dengan OMT yang biasa dilakukan perusahaan, trainer Lembah Hijau berupaya menciptakan tiga hal personal assesment, self empowering, dan team building. Semuanya dilakukan dengan berbagai simulasi permainan tantangan, seperti panjat dinding, jembatan gantung, jalan tali atau flying fox.
"Untuk peserta PT GMP yang diikuti 45 karyawan level asisten manajer (asman) ke atas dilakukan delapan trainer Lembah Hijau dengan konsep solo beouvac (tenda)," jelas Raffie.
OMT yang dilakukan PT GMP ini bertujuan untuk mempersiapkan calon-calon pemimpin di GMP. Karena itu, peserta yang mengikuti mulai dari tingkat asman ke atas. Kegiatan OMT di Lembah Hijau ini telah banyak diikuti perusahaan-perusahaan, seperti Nestle, Coca Cola, PT Federal International Finance (FIF), PT Bukit Asam, Tunas Dwipa Matra (TDM)-Honda, dan lainnya.
Melihat tingginya minat perusahaan untuk menggelar kegiatan outdoor di Lembah Hijau, menurut Raffie, saat ini Lembah Hijau sedang mempersiapkan area khusus seluas 1,5 hektare yang terisolasi untuk kegiatan OMT ini. Sehingga kegiatan outdoor ini tidak terganggu kegiatan pengunjung lainnya yang ingin berekreasi di Lembah Hijau. Selain itu, pada April mendatang, Lembah Hijau akan menggelar workshop outboundÿ20untuk kalangan perusahaan secara gratis. Ditargetkan kegiatan ini dapat diikuti minimal 50 peserta. n NOV/E-2
Sumber: Lampung Post, Kamis, 27 Maret 2008
March 26, 2008
Komite Tradisi DKL Gelar Lomba Berbalas Pantun Bahasa Lampung
Bandarlampung, 26/3 (ANTARA) - Komite Tradisi Dewan Kesenian Lampung (DKL) menggelar Lomba Berbalas Pantun berbahasa Lampung, dengan tema Ngebangun Lampung, diadakan di gedung Teater Tertutup Taman Budaya Lampung (TBL), di Bandarlampung, Rabu (26/3).
Ketua Umum DKL Hj Syafariah Widianti SH MH, menjelaskan, lomba berbalas pantun dalam bahasa Lampung itu merupakan salah satu wujud nyata DKL untuk membantu Pemda Provinsi Lampung memasyarakatkan, menumbuhkembangkan, sekaligus melestarikan khazanah seni dan budaya tradisi daerahnya.
"Jadi walaupun hidup di era globalisasi, kita harus tetap punya akar budaya dan memiliki kearifan lokal yang bisa menjadi 'ikon' daerah kita ini," kata Syafariah yang kerap disapa Atu Ayi itu pula.
Menurut Ketua Pelaksana Lomba Suntan Purnama, peserta lomba itu berasal dari 11 kabupaten/kota se-Lampung.
"Setiap kelompok peserta akan diwakili empat orang yang masing masing memiliki kesempatan empat kali 'menjual' dan empat kali 'membeli' pantun," ujar Suntan yang juga pengasuh acara Pantun Setimbalan di TVRI Lampung itu.
Dia menegaskan, perbedaan logat, dialek dan irama bahasa dari masing-masing daerah dan peserta lomba berbalas pantun itu tidak akan dipertentangkan, justru dapat saling memperkaya dan kian memperat tali silaturahmi.
"Tujuan akhirnya adalah untuk memotivasi kita semua dapat memajukan seni budaya khususnya seni pantun berbahasa Lampung ini," ujarnya pula.
Ketua Komite Tradisi DKL, Syafril Yamin menegaskan, lomba itu bertujuan untuk melestarikan salah satu ruang kreatif dan ekspresi bagi seniman Lampung untuk dapat terus berkarya.
"Yang menarik dalam lomba pantun ini adalah sifatnya yang spontan," ujar seniman yang juga perajin musik tradisional Lampung berupa Cetik (alat musik tradisional khas Lampung).
Juri dalam lomba itu, di antaranya Syahidun Hasan, Rifdi Arief, Basri Hamid, dan Hermansyah GA.
Panitia menyediakan hadiah bagi pemenang berupa tropi, piagam, dan uang tunai sebagai dana pembinaan.
Sumber: Antara, 26 Maret 2008
Ketua Umum DKL Hj Syafariah Widianti SH MH, menjelaskan, lomba berbalas pantun dalam bahasa Lampung itu merupakan salah satu wujud nyata DKL untuk membantu Pemda Provinsi Lampung memasyarakatkan, menumbuhkembangkan, sekaligus melestarikan khazanah seni dan budaya tradisi daerahnya.
"Jadi walaupun hidup di era globalisasi, kita harus tetap punya akar budaya dan memiliki kearifan lokal yang bisa menjadi 'ikon' daerah kita ini," kata Syafariah yang kerap disapa Atu Ayi itu pula.
Menurut Ketua Pelaksana Lomba Suntan Purnama, peserta lomba itu berasal dari 11 kabupaten/kota se-Lampung.
"Setiap kelompok peserta akan diwakili empat orang yang masing masing memiliki kesempatan empat kali 'menjual' dan empat kali 'membeli' pantun," ujar Suntan yang juga pengasuh acara Pantun Setimbalan di TVRI Lampung itu.
Dia menegaskan, perbedaan logat, dialek dan irama bahasa dari masing-masing daerah dan peserta lomba berbalas pantun itu tidak akan dipertentangkan, justru dapat saling memperkaya dan kian memperat tali silaturahmi.
"Tujuan akhirnya adalah untuk memotivasi kita semua dapat memajukan seni budaya khususnya seni pantun berbahasa Lampung ini," ujarnya pula.
Ketua Komite Tradisi DKL, Syafril Yamin menegaskan, lomba itu bertujuan untuk melestarikan salah satu ruang kreatif dan ekspresi bagi seniman Lampung untuk dapat terus berkarya.
"Yang menarik dalam lomba pantun ini adalah sifatnya yang spontan," ujar seniman yang juga perajin musik tradisional Lampung berupa Cetik (alat musik tradisional khas Lampung).
Juri dalam lomba itu, di antaranya Syahidun Hasan, Rifdi Arief, Basri Hamid, dan Hermansyah GA.
Panitia menyediakan hadiah bagi pemenang berupa tropi, piagam, dan uang tunai sebagai dana pembinaan.
Sumber: Antara, 26 Maret 2008
Seni: KSS FKIP Unila Gelar Pentas Seni
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Kelompok Studi Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung (KSS FKIP-Unila) yang dimotori Eko Prasetyo menggelar Pentas Seni VII bertema Apresiasikan Seni dalam Dunia Pendidikan di Taman Budaya Lampung (TBL), 22--23 Maret lalu.
Pementasan ini menyuguhkan frame kepada publik terlepas dari penilaian kualitas maupun kuantitas bahwa masih ada tempat bagi setiap insan untuk membebaskan diri berekspresi dalam dunia kesenian.
Pentas agenda tahunan ini merupakan hasil proses kreatif mahasiswa FKIP Unila yang menampilkan lima cabang kesenian, yaitu seni tari, sastra, teater, musik dan seni rupa.
Pimpinan Produksi Pentas Seni KSS FKIP Unila Junaidi bersama Stage Menager Siska memformat acara ini dengan menampilkan rangkaian pementasan lima divisi sekaligus. Divisi Tari mengusung tema Muli Rumah Panggung.
Menurut penata gerak Ahmad Tohamudin, ini merupakan tarian yang merefleksikan kehidupan para gadis desa yang mayoritas sebagai petani. Lalu Divisi Sastra dengan pembacaan puisi Narasi Tujuh Anak Tangga karya Anton Kurniawan dan story telling Wanita yang Mengawini Keris, yang sama-sama mengisahkan konflik batin kehidupan manusia terhadap diri di luar dirinya.
Kemudian Divisi Seni Rupa dengan memasang lukisan bertema Jadilah Aku. Lalu Divisi Musik mengusung tema Irama Krakatau dengan meminimalisasi alat musik ditambah dengan penari latar mencoba mengekspresikan segala apa yang terjadi baik di Lampung dan sekitarnya.
Pementasan terakhir, yaitu dari Divisi Teater membawa lakon Malapraktek, sebuah drama komedi yang mengisahkan fenomena sekaligus konflik yang umumnya terjadi dalam kehidupan.
Pementasan ini diharapkan dapat membangkitkan gairah berkesenian bagi komunikasi kesenian lain yang ada di Lampung sehingga publik tahu bahwa eksistensi suatu golongan bukan dari kualitas yang terjamin melainkan dari napas panjangnya yang mampu meregenerasikan proses kesenian sehingga upaya efektif memasyarakatkan kesenian dapat tercapai. AST/S-1
Sumber: Lampung Post, Rabu, 26 Maret 2008
Pementasan ini menyuguhkan frame kepada publik terlepas dari penilaian kualitas maupun kuantitas bahwa masih ada tempat bagi setiap insan untuk membebaskan diri berekspresi dalam dunia kesenian.
Pentas agenda tahunan ini merupakan hasil proses kreatif mahasiswa FKIP Unila yang menampilkan lima cabang kesenian, yaitu seni tari, sastra, teater, musik dan seni rupa.
Pimpinan Produksi Pentas Seni KSS FKIP Unila Junaidi bersama Stage Menager Siska memformat acara ini dengan menampilkan rangkaian pementasan lima divisi sekaligus. Divisi Tari mengusung tema Muli Rumah Panggung.
Menurut penata gerak Ahmad Tohamudin, ini merupakan tarian yang merefleksikan kehidupan para gadis desa yang mayoritas sebagai petani. Lalu Divisi Sastra dengan pembacaan puisi Narasi Tujuh Anak Tangga karya Anton Kurniawan dan story telling Wanita yang Mengawini Keris, yang sama-sama mengisahkan konflik batin kehidupan manusia terhadap diri di luar dirinya.
Kemudian Divisi Seni Rupa dengan memasang lukisan bertema Jadilah Aku. Lalu Divisi Musik mengusung tema Irama Krakatau dengan meminimalisasi alat musik ditambah dengan penari latar mencoba mengekspresikan segala apa yang terjadi baik di Lampung dan sekitarnya.
Pementasan terakhir, yaitu dari Divisi Teater membawa lakon Malapraktek, sebuah drama komedi yang mengisahkan fenomena sekaligus konflik yang umumnya terjadi dalam kehidupan.
Pementasan ini diharapkan dapat membangkitkan gairah berkesenian bagi komunikasi kesenian lain yang ada di Lampung sehingga publik tahu bahwa eksistensi suatu golongan bukan dari kualitas yang terjamin melainkan dari napas panjangnya yang mampu meregenerasikan proses kesenian sehingga upaya efektif memasyarakatkan kesenian dapat tercapai. AST/S-1
Sumber: Lampung Post, Rabu, 26 Maret 2008
March 25, 2008
Blog Bicara: Ayo Menulis Blog dengan Bahasa Daerahmu!
Radio Singapore International, March 5, 2008
"Cabik Lunik ni Ulun Lampung". Itulah nama blog milik Udo Z.Karzi, seorang blogger yang tinggal di Pangkalan Bun, Kalimantan, yang mulai menulis di blog sejak tahun 2005 lalu.
Udo Zul, begitu dia akrab dipanggil, mempunyai blog yang sangat unik, karena blog nya menggunakan bahasa lampung.
“CUBA pikerko pai jelma sai mak ngedok ruwa culuk ni midor. Kadu ni ya singgah mit mesjid. Mit kakus, aga ngebuka rangok, nyalok rangok, ngebuka kawai ni, ngebuka rangok luwot, ngebuka kawai ni, aga benyulu... rik seterus ni. Pakai cukut, mak mungkin. Inji cerita sai kudengi jak khotib waktu sembayang Jumat di mesjid jeno. Inti ni, ram musti besukor lagi wat ruwa culuk rik kelangkapan badan bareh ini. Hara lamon rezeki rik rahmat sai adu ram terima.”
Ya, itu adalah tulisan terbaru dalam blog Udo Zul, yang berjudul Cerita Jelma Mak Ngedok Culuk, atau dalam bahasa Indonesia artinya cerita orang yang tidak memiliki tangan.
Udo Zul menulis cerita ini karena terilhami oleh sebuah kotbah ketika ia solat jumat. Begini terjemahannya, bayangkan seseorang yang tidak memiliki kedua tangannya berjalan ke pasar kemudian mampir ke masjid.
Di masjid, ia pergi ke kamar kecil. Ia perlu membuka celananya, mengancingkannya kembali, membuka pintu dan lain sebagainya. Sungguh sulit semuanya itu dia lakukan sendiri tanpa bantuan orang lain.
Inti dari cerita ini adalah Udo Zul ingin mengajak kita semua untuk mensyukuri, apa yang kita miliki, termasuk kedua tangan kita, dan anggota tubuh lainnya, dan juga mensyukuri apa yang kita dapat.
+++
Ok, sekarang kita mulai bincang-bincang yuk dengan Udo Zul, apa sih yang melatarbelakangi beliau sehingga memiliki gagasan untuk membuat sebuah blog dalam bahasa lampung?
Sebenarnya tahun 2004 saya memang berkenalan dengan blog, kemudian saya melihat ada yang menggunakan bahasa Inggris, bahasa Indonesia dan berbagai bahasa lain. Nah kemudian saya berfikir, kenapa gak menggunakan bahasa lampung saja, karena saya pikir penutur bahasa Lampung itu lumayan besar. Sekitar 2 juta penutur bahasa Lampung, dan boleh dibilang dalam tataran nasional dan internasional bahasa Lampung itu relative tidak dikenal, karena kajian terhadap bahasa Lampung atau budaya Lampung itu secara khusus tidak atau kurang banyak, kajian tentang bahasa dan budaya Lampung relative kecil. Jadi saya pikir, saya coba saja buat blog itu, untuk menunjukkan seperti inilah Bahasa Lampung itu.
Rasanya Udo Zul memang bisa dibilang pioneer dalam menulis blog dengan bahasa lampung. Sebelumnya, ia melihat beberapa blog yang ditulis oleh orang lampung tapi dengan bahasa Indonesia. Dan ia juga pernah melihat beberapa blog yang ditulis dalam bahasa daerah lainnya, tapi belum ada bahasa lampung.
Saya sendiri, ketika melihat blog ini merasa tertarik. Blog nya bagus sekali, dilengkapi dengan foto-foto menarik, sayangnya saya tidak mengerti isi tulisannya.
Baiklah kita tanyakan saja langsung, tema-tema apa saja yang ditulis oleh Udo Zul dalam blog nya?
Iya, di dalam blog saya, di atasnya saya kasih tulisan “cabik lunik” yang dalam bahasa Indonesia artinya sesobekan kecil, jadi sobek kecil. Apa yang saya catat itu semacam catatan-catatan yang saya rasa atau saya pikirkan, yang berkaitan dengan hal-hal yang mungkin tidak terlalu diperhatikan orang. Hanya mungkin misalnya, saya tidak akan menulis hal-hal yang menjadi wacana publik semacam itu. Tentu, dengan bahasa sehari-hari yang dikenal di Lampung.
Agak aneh memang, karena biasanya, orang menulis di blog karena ingin blog nya dibaca dan terutama dimengerti oleh orang lain. Tapi, khusus untuk Blog Udo Zul, kalau kita tidak mengerti sepatah kata pun bahasa lampung, akan sulit tentunya memahami apa maksud tulisan dalam blog nya itu.
Tapi dari komentar-komentar yang saya baca di blog nya rata-rata menyampaikan salut atas upaya Udo Zul menulis dalam bahasa lampung. Beberapa komentar –menurut Udo- bahkan datang dari Mesir dan Timur Tengah, dari beberapa warga Lampung yang sedang belajar disana. Juga dari sejumlah warga lampung yang tinggal di pelbagai kota di Indonesia.
Kalau anda ingin berkunjung ke blog nya, silakan buka di udozkarzi.blogspot.com.
Upaya melestarikan bahasa lampung, memang sudah lama dilakukan oleh Udo Zul. Meski tinggal jauh dari kampung halaman, tapi upaya ini tidak pernah berhenti ia lakukan.
Selain menulis di Blog, Udo Zul juga sudah menerbitkan sejumlah buku sastra berbahasa Lampung, yang salah satunya mendapat penghargaan sastra Rancage 2008 –penghargaan yang diberikan atas karya kreatif yang sekaligus melestarikan budaya local.
Pada dasarnya saya penulis sastra Lampung. Paling tidak ada dua buku saya yang sudah diterbitkan –buku puisi maksud saya- yang pertama buku Momentum di tahun 2002, kemudian yang baru diluncurkan buku Mak Dawah Mak Dibingi, yang dalam bahasa Indonesia artinya ‘tak siang tak malam’, tahun 2007. Paling gak blog ini menjadi semacam alat bagi saya untuk terus menulis dalam bahasa Lampung.
Selain blog udozkarzi, ‘cabik lunik ni ulun lampung’, Udo Zul juga memiliki blog lain yakni Ulun Lampung. Iini merupakan kliping tulisan Udo Zul tentang segala macam hal yang berkaitan dengan tanah kelahirannya. Mulai dari opini dan kritiknya tentang sanggar-sanggar seni di lampung yang menurutnya masih minim pengetahuan manajemen, hingga soal kebijakan pemerintah daerah yang keliru yang akan memusnahkan bahasa lampung.
Udo Zul tampaknya sangat serius dalam upayanya melestarikan bahasa lampung, meskipun ia pernah dikritik oleh sejumlah budayawan lampung yang menyebut karya sastranya –yang ditulis dengan bahasa lampung sehari-hari atau bahasa pergaulan- dianggap melanggar pakem-pakem penulisan sastra lampung yang baik dan benar.
Namun Udo Zul punya alasan tersendiri menjawab kritikan ini.
Sebenarnya itu yang ingin saya katakan pada teman-teman yang bertutur dalam bahasa Lampung, bahwa sebenarnya bahasa Lampung itu sangat demokratis. Puisi yang saya tulis itu memang dalam bahasa sehari-hari tapi paling tidak saya ingin mengatakan, bahasa sehari-hari pun bisa dibuat nyastra seperti itu. Bahasa Lampung sehari-hari pun bisa dibuat kaya dan bisa dibuat menjadi alat untuk berimajinasi, semacam membuat karya kreatif dan imajinatif seperti itu, dengan bahasa sehari-hari. Karena sebenarnya Lampung cukup kaya dengan budayanya, katakanlah bahasa, karena paling tidak sampai sekarang ada lebih dari 30 jenis sastra lisan seperti itu, nah tapi kan ketika saya memutuskan untuk menulis karya sastra Lampung tidak bisa hanya mengulang-ulang karya lisan yang sudah dihafal. Makanya relatif puisi-puisi yang saya buat itu baru, tidak berpretensi untuk menghebat-hebatkan bahasa.
Udo Zul dengan tegas mengatakan, bahasa Lampung itu mudah asal mau belajar, dan mau menulis. Ia telah membuktikannya sendiri, dan hal ini meruntuhkan pendapat umum yang mengatakan sangat sulit mempelajari bahasa lampung. Dengan puisi yang diciptakannya, menggunakan bahasa sehari-hari, Udo ingin menyampaikan bahwa bahasa lampung mudah, jadi ayo kita lestarikan.
Terakhir. apa pesannya untuk teman-teman yang juga ingin mulai menulis di blog dengan bahasa daerahnya masing-masing?
Blog itu sebenarnya hanya salah satu media saja bagi sebuah upaya. Kalau saya, blog itu lebih kepada media untuk menyampaikan pikiran dan sebagainya. Tapi selain blog yang berbahasa internasional katakanlah bahasa Inggris, Perancis dan sebagainya, ya apa salahnya teman-teman menggunakan bahasa daerah. Saya lihat sudah ada beberapa teman-teman yang menggunakan bahasa Jawa dan Sunda.
Bincang-Bincang dengan Udo Z.Karzi dari udozkarzi.blogspot.com, seorang penulis blog berbahasa lampung.
+++
Saudara, itulah Blog Bicara kali ini, semoga apa yang kami sampaikan bisa memberikan inspirasi untuk anda yang baru ingin mulai menulis di blog, atau pun sudah memiliki blog atau pun gemar membaca tulisan-tulisan di blog.
Saya tunggu kritik saran dan masukan dari anda, mungkin anda puny ide blog apa yang bagus untuk dibahas dalam Blog Bicara, silakan kirimkan e-mail ke efika @ mediacorp.com.sg
Jangan lupa dengarkan blog bicara tiap rabu malam jam 935 waktu singapura hanya di radio singapura internasional siaran bahasa Indonesia. Saya Fika Rosemary pamit, sampai jumpa.
Sumber: RSI Siaran Indonesia, 5 Maret 2008
"Cabik Lunik ni Ulun Lampung". Itulah nama blog milik Udo Z.Karzi, seorang blogger yang tinggal di Pangkalan Bun, Kalimantan, yang mulai menulis di blog sejak tahun 2005 lalu.
Udo Zul, begitu dia akrab dipanggil, mempunyai blog yang sangat unik, karena blog nya menggunakan bahasa lampung.
“CUBA pikerko pai jelma sai mak ngedok ruwa culuk ni midor. Kadu ni ya singgah mit mesjid. Mit kakus, aga ngebuka rangok, nyalok rangok, ngebuka kawai ni, ngebuka rangok luwot, ngebuka kawai ni, aga benyulu... rik seterus ni. Pakai cukut, mak mungkin. Inji cerita sai kudengi jak khotib waktu sembayang Jumat di mesjid jeno. Inti ni, ram musti besukor lagi wat ruwa culuk rik kelangkapan badan bareh ini. Hara lamon rezeki rik rahmat sai adu ram terima.”
Ya, itu adalah tulisan terbaru dalam blog Udo Zul, yang berjudul Cerita Jelma Mak Ngedok Culuk, atau dalam bahasa Indonesia artinya cerita orang yang tidak memiliki tangan.
Udo Zul menulis cerita ini karena terilhami oleh sebuah kotbah ketika ia solat jumat. Begini terjemahannya, bayangkan seseorang yang tidak memiliki kedua tangannya berjalan ke pasar kemudian mampir ke masjid.
Di masjid, ia pergi ke kamar kecil. Ia perlu membuka celananya, mengancingkannya kembali, membuka pintu dan lain sebagainya. Sungguh sulit semuanya itu dia lakukan sendiri tanpa bantuan orang lain.
Inti dari cerita ini adalah Udo Zul ingin mengajak kita semua untuk mensyukuri, apa yang kita miliki, termasuk kedua tangan kita, dan anggota tubuh lainnya, dan juga mensyukuri apa yang kita dapat.
+++
Ok, sekarang kita mulai bincang-bincang yuk dengan Udo Zul, apa sih yang melatarbelakangi beliau sehingga memiliki gagasan untuk membuat sebuah blog dalam bahasa lampung?
Sebenarnya tahun 2004 saya memang berkenalan dengan blog, kemudian saya melihat ada yang menggunakan bahasa Inggris, bahasa Indonesia dan berbagai bahasa lain. Nah kemudian saya berfikir, kenapa gak menggunakan bahasa lampung saja, karena saya pikir penutur bahasa Lampung itu lumayan besar. Sekitar 2 juta penutur bahasa Lampung, dan boleh dibilang dalam tataran nasional dan internasional bahasa Lampung itu relative tidak dikenal, karena kajian terhadap bahasa Lampung atau budaya Lampung itu secara khusus tidak atau kurang banyak, kajian tentang bahasa dan budaya Lampung relative kecil. Jadi saya pikir, saya coba saja buat blog itu, untuk menunjukkan seperti inilah Bahasa Lampung itu.
Rasanya Udo Zul memang bisa dibilang pioneer dalam menulis blog dengan bahasa lampung. Sebelumnya, ia melihat beberapa blog yang ditulis oleh orang lampung tapi dengan bahasa Indonesia. Dan ia juga pernah melihat beberapa blog yang ditulis dalam bahasa daerah lainnya, tapi belum ada bahasa lampung.
Saya sendiri, ketika melihat blog ini merasa tertarik. Blog nya bagus sekali, dilengkapi dengan foto-foto menarik, sayangnya saya tidak mengerti isi tulisannya.
Baiklah kita tanyakan saja langsung, tema-tema apa saja yang ditulis oleh Udo Zul dalam blog nya?
Iya, di dalam blog saya, di atasnya saya kasih tulisan “cabik lunik” yang dalam bahasa Indonesia artinya sesobekan kecil, jadi sobek kecil. Apa yang saya catat itu semacam catatan-catatan yang saya rasa atau saya pikirkan, yang berkaitan dengan hal-hal yang mungkin tidak terlalu diperhatikan orang. Hanya mungkin misalnya, saya tidak akan menulis hal-hal yang menjadi wacana publik semacam itu. Tentu, dengan bahasa sehari-hari yang dikenal di Lampung.
Agak aneh memang, karena biasanya, orang menulis di blog karena ingin blog nya dibaca dan terutama dimengerti oleh orang lain. Tapi, khusus untuk Blog Udo Zul, kalau kita tidak mengerti sepatah kata pun bahasa lampung, akan sulit tentunya memahami apa maksud tulisan dalam blog nya itu.
Tapi dari komentar-komentar yang saya baca di blog nya rata-rata menyampaikan salut atas upaya Udo Zul menulis dalam bahasa lampung. Beberapa komentar –menurut Udo- bahkan datang dari Mesir dan Timur Tengah, dari beberapa warga Lampung yang sedang belajar disana. Juga dari sejumlah warga lampung yang tinggal di pelbagai kota di Indonesia.
Kalau anda ingin berkunjung ke blog nya, silakan buka di udozkarzi.blogspot.com.
Upaya melestarikan bahasa lampung, memang sudah lama dilakukan oleh Udo Zul. Meski tinggal jauh dari kampung halaman, tapi upaya ini tidak pernah berhenti ia lakukan.
Selain menulis di Blog, Udo Zul juga sudah menerbitkan sejumlah buku sastra berbahasa Lampung, yang salah satunya mendapat penghargaan sastra Rancage 2008 –penghargaan yang diberikan atas karya kreatif yang sekaligus melestarikan budaya local.
Pada dasarnya saya penulis sastra Lampung. Paling tidak ada dua buku saya yang sudah diterbitkan –buku puisi maksud saya- yang pertama buku Momentum di tahun 2002, kemudian yang baru diluncurkan buku Mak Dawah Mak Dibingi, yang dalam bahasa Indonesia artinya ‘tak siang tak malam’, tahun 2007. Paling gak blog ini menjadi semacam alat bagi saya untuk terus menulis dalam bahasa Lampung.
Selain blog udozkarzi, ‘cabik lunik ni ulun lampung’, Udo Zul juga memiliki blog lain yakni Ulun Lampung. Iini merupakan kliping tulisan Udo Zul tentang segala macam hal yang berkaitan dengan tanah kelahirannya. Mulai dari opini dan kritiknya tentang sanggar-sanggar seni di lampung yang menurutnya masih minim pengetahuan manajemen, hingga soal kebijakan pemerintah daerah yang keliru yang akan memusnahkan bahasa lampung.
Udo Zul tampaknya sangat serius dalam upayanya melestarikan bahasa lampung, meskipun ia pernah dikritik oleh sejumlah budayawan lampung yang menyebut karya sastranya –yang ditulis dengan bahasa lampung sehari-hari atau bahasa pergaulan- dianggap melanggar pakem-pakem penulisan sastra lampung yang baik dan benar.
Namun Udo Zul punya alasan tersendiri menjawab kritikan ini.
Sebenarnya itu yang ingin saya katakan pada teman-teman yang bertutur dalam bahasa Lampung, bahwa sebenarnya bahasa Lampung itu sangat demokratis. Puisi yang saya tulis itu memang dalam bahasa sehari-hari tapi paling tidak saya ingin mengatakan, bahasa sehari-hari pun bisa dibuat nyastra seperti itu. Bahasa Lampung sehari-hari pun bisa dibuat kaya dan bisa dibuat menjadi alat untuk berimajinasi, semacam membuat karya kreatif dan imajinatif seperti itu, dengan bahasa sehari-hari. Karena sebenarnya Lampung cukup kaya dengan budayanya, katakanlah bahasa, karena paling tidak sampai sekarang ada lebih dari 30 jenis sastra lisan seperti itu, nah tapi kan ketika saya memutuskan untuk menulis karya sastra Lampung tidak bisa hanya mengulang-ulang karya lisan yang sudah dihafal. Makanya relatif puisi-puisi yang saya buat itu baru, tidak berpretensi untuk menghebat-hebatkan bahasa.
Udo Zul dengan tegas mengatakan, bahasa Lampung itu mudah asal mau belajar, dan mau menulis. Ia telah membuktikannya sendiri, dan hal ini meruntuhkan pendapat umum yang mengatakan sangat sulit mempelajari bahasa lampung. Dengan puisi yang diciptakannya, menggunakan bahasa sehari-hari, Udo ingin menyampaikan bahwa bahasa lampung mudah, jadi ayo kita lestarikan.
Terakhir. apa pesannya untuk teman-teman yang juga ingin mulai menulis di blog dengan bahasa daerahnya masing-masing?
Blog itu sebenarnya hanya salah satu media saja bagi sebuah upaya. Kalau saya, blog itu lebih kepada media untuk menyampaikan pikiran dan sebagainya. Tapi selain blog yang berbahasa internasional katakanlah bahasa Inggris, Perancis dan sebagainya, ya apa salahnya teman-teman menggunakan bahasa daerah. Saya lihat sudah ada beberapa teman-teman yang menggunakan bahasa Jawa dan Sunda.
Bincang-Bincang dengan Udo Z.Karzi dari udozkarzi.blogspot.com, seorang penulis blog berbahasa lampung.
+++
Saudara, itulah Blog Bicara kali ini, semoga apa yang kami sampaikan bisa memberikan inspirasi untuk anda yang baru ingin mulai menulis di blog, atau pun sudah memiliki blog atau pun gemar membaca tulisan-tulisan di blog.
Saya tunggu kritik saran dan masukan dari anda, mungkin anda puny ide blog apa yang bagus untuk dibahas dalam Blog Bicara, silakan kirimkan e-mail ke efika @ mediacorp.com.sg
Jangan lupa dengarkan blog bicara tiap rabu malam jam 935 waktu singapura hanya di radio singapura internasional siaran bahasa Indonesia. Saya Fika Rosemary pamit, sampai jumpa.
Sumber: RSI Siaran Indonesia, 5 Maret 2008
Pariwisata: VLY 2009 Jangan Hanya Slogan
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Visit Lampung Years (VLY) 2009 diharapkan tidak hanya menjadi slogan dalam menarik wisatawan mancanegara dan kegiatan wisata yang dilaksanakan hanya bersifat seremonial. Sedangkan target 10 ribu wisatawan asing masuk ke Lampung hanya sebuah mimpi jika tidak diimbangi dengan persiapan paket wisata sejak saat ini.
Ketua Yayasan Wisata Alam (Yawisal) Lampung Ahmad Sibli Rais mengatakan pembangunan pariwisata daerah harus diimbangi dengan aksi dan persiapan-persiapan paket wisata yang akan disajikan. Selain itu, harus ada agenda event budaya yang bukan hanya bersifat seremoni belaka.
"Wisatawan asing bukan hanya ingin kegiatan seremoni belaka. Tapi, mereka ingin melihat nilai-nilai budaya dalam paket wisata, baik itu keindahan budaya, keindahan alam, dan fasilitas wisata yang dapat membuat wisatawan terkesan dalam mengunjungi daerah wisata," kata Sibli di ruang kerjanya, Senin (24-3).
Apalagi, lanjut Sibli, Lampung menargetkan kunjungan 10 ribu wisatawan dari dua juta wisatawan luar dan dalam negeri yang akan mengunjungi Lampung. Sementara itu, Lampung sendiri bukan menjadi daerah kunjungan wisata yang utama dibanding daerah-daerah kunjungan wisata lainnya di Indonesia.
"Memang benar, enam objek wisata di Lampung, termasuk Begawi Bandar Lampung masuk dalam agenda wisata nasional. Namun, Lampung tidak menjadi daerah kunjungan wisata utama dibanding Bali, Surabaya, Palembang, Medan, Nusa Tengara Barat (NTB)," kata politisi Partai Golkar itu.
Target kunjungan wisman sebesar 10 ribu ke Lampung, lanjut Sibli, dapat terwujud dengan catatan. Yaitu, pemda/pemkot sudah tahu jaringan wisatawan yang akan ditarik ke Lampung.
Selain itu, fasilitas wisata dan akomodasi harus benar-benar sudah siap. Artinya, harus ada tour operator yang datanya dapat dibuat oleh Asosiasi Tour and Travel (Asita) dengan jelas.
Agar pembangunan wisata di Lampung tidak merupakan mimpi belaka, kata dia, harus ada pertemuan-pertemuan yang intensif antara Asita, PHRI, dan pihak lain yang berkaitan dengan pembangunan wisata. Tujuannya, agar dapat dibuat agenda wisata yang jelas dan merancang kunjungan wisata yang ditargetkan.
Sebelumnya, Wakil Wali Kota Bandar Lampung Kherlani mengatakan lambannya pembangunan pariwisata Kota Bandar Lampung karena masterplan yang sudah dibuat tahun 2007 lalu belum ditindaklanjuti oleh satuan kerja terkait. Untuk itu, Visit Lampung Years (LVY) 2009 harus dapat dijadikan momentum mempromosikan wisata Bandar Lampung yang cukup unik.
Kherlani mengatakan potensi wisata Bandar Lampung sangat banyak. Mulai dari Taman Kupu-Kupu, Taman Monyet, Taman Wisata Alam Bumi Kedaton, wisata durian, air terjun, wisata kuliner, sampai wisata bahari. Namun, kurangnya promosi yang dilakukan, seolah Bandar Lampung tidak memiliki potensi wisata apa pun. n KIM/K-2
Sumber: Lampung Post, Selasa, 25 Maret 2008
Ketua Yayasan Wisata Alam (Yawisal) Lampung Ahmad Sibli Rais mengatakan pembangunan pariwisata daerah harus diimbangi dengan aksi dan persiapan-persiapan paket wisata yang akan disajikan. Selain itu, harus ada agenda event budaya yang bukan hanya bersifat seremoni belaka.
"Wisatawan asing bukan hanya ingin kegiatan seremoni belaka. Tapi, mereka ingin melihat nilai-nilai budaya dalam paket wisata, baik itu keindahan budaya, keindahan alam, dan fasilitas wisata yang dapat membuat wisatawan terkesan dalam mengunjungi daerah wisata," kata Sibli di ruang kerjanya, Senin (24-3).
Apalagi, lanjut Sibli, Lampung menargetkan kunjungan 10 ribu wisatawan dari dua juta wisatawan luar dan dalam negeri yang akan mengunjungi Lampung. Sementara itu, Lampung sendiri bukan menjadi daerah kunjungan wisata yang utama dibanding daerah-daerah kunjungan wisata lainnya di Indonesia.
"Memang benar, enam objek wisata di Lampung, termasuk Begawi Bandar Lampung masuk dalam agenda wisata nasional. Namun, Lampung tidak menjadi daerah kunjungan wisata utama dibanding Bali, Surabaya, Palembang, Medan, Nusa Tengara Barat (NTB)," kata politisi Partai Golkar itu.
Target kunjungan wisman sebesar 10 ribu ke Lampung, lanjut Sibli, dapat terwujud dengan catatan. Yaitu, pemda/pemkot sudah tahu jaringan wisatawan yang akan ditarik ke Lampung.
Selain itu, fasilitas wisata dan akomodasi harus benar-benar sudah siap. Artinya, harus ada tour operator yang datanya dapat dibuat oleh Asosiasi Tour and Travel (Asita) dengan jelas.
Agar pembangunan wisata di Lampung tidak merupakan mimpi belaka, kata dia, harus ada pertemuan-pertemuan yang intensif antara Asita, PHRI, dan pihak lain yang berkaitan dengan pembangunan wisata. Tujuannya, agar dapat dibuat agenda wisata yang jelas dan merancang kunjungan wisata yang ditargetkan.
Sebelumnya, Wakil Wali Kota Bandar Lampung Kherlani mengatakan lambannya pembangunan pariwisata Kota Bandar Lampung karena masterplan yang sudah dibuat tahun 2007 lalu belum ditindaklanjuti oleh satuan kerja terkait. Untuk itu, Visit Lampung Years (LVY) 2009 harus dapat dijadikan momentum mempromosikan wisata Bandar Lampung yang cukup unik.
Kherlani mengatakan potensi wisata Bandar Lampung sangat banyak. Mulai dari Taman Kupu-Kupu, Taman Monyet, Taman Wisata Alam Bumi Kedaton, wisata durian, air terjun, wisata kuliner, sampai wisata bahari. Namun, kurangnya promosi yang dilakukan, seolah Bandar Lampung tidak memiliki potensi wisata apa pun. n KIM/K-2
Sumber: Lampung Post, Selasa, 25 Maret 2008
March 24, 2008
Pariwisata: Visit Lampung Year 2009 Targetkan 10.000 Wisman
Bandarlampung, 23/3 (ANTARA) - Visit Lampung Year 2009 (VLY-2009), atau tahun kunjungan Lampung menargetkan sekitar 10.000 wisatawan manca negara (wisman) untuk melihat dan menikmati secara langsung objek wisata maupun budaya daerah setempat.
"Target kunjungan wisatawan pada VLY 2009, dua juta orang, sebanyak 10.000 di antaranya wisatawan manca negara," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung, Tibrizi Asmarantaka, di Bandarlampung, Minggu (23/3).
Ia menjelaskan, pada tahun 2007 lalu kunjungan wisatawan asing maupun domestik mencapai 1,2 juta orang, dan diharapakan pada tahun kunjungan Lampung ini mencapai 2 juta wisatawan.
Wisatawan asing yang datang ke Lampung, sangat menggemari keindahan Gunung Anak Krakatau dan kawasan yang memiliki fauna langka seperti Badak Sumatera di Way Kambas, Lampung Timur.
Berdasarkan data, katanya lebih lanjut, pada tahun 2007 lalu jumlah wisman yang mengunjungi Provinsi Lampung berjumlah sekitar 10.000 orang.
"Pada VLY 2009, wisman ditargetkan sekitar 10.000 orang lebih," kata Tibrizi menambahkan.
Sementara itu, gema kegiatan pariwisata guna mendukung tahun kunjungan Lampung telah dimulai, salah satunya dengan peluncuran logo dan maskot VLY 2009.
Provinsi Lampung, masih mengandalkan empat kegiatan pariwisata yang juga merupakan agenda nasional pada Visit Indonesia Year 2008, yakni Festival Bandarlampung Begawi, Festival Stabas, Festival Krakatau, dan Festival Way Kambas.
Potensi wisata Lampung cukup banyak, tetapi hingga sekarang belum tergarap dengan optimal.
"Lampung memiliki ratusan potensi objek pariwisata, tetapi belum tergarap secara maksimal," ujar dia.
Belum tergarapnya potensi wisata itu, kata Tibrizi lagi, antara lain karena minimnya dana untuk pengelolaan objek wisata tersebut dan kurangnya perhatian dari pemerintah kabupaten/kota yang daerahnya memiliki tempat wisata yang bagus.
Karena itu, ia mengharapkan agar pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Lampung dapat mengelola objek wisatanya dengan baik.
Selain dukungan dari pemerintah daerah provinsi maupun kabvupaten/kota se-Lampung, ia juga mengharapkan peran swasta untuk mendukung penuh program tahun kunjungan Lampung 2009 ini.
Sumber: Antara, 23 Maret 2008
"Target kunjungan wisatawan pada VLY 2009, dua juta orang, sebanyak 10.000 di antaranya wisatawan manca negara," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung, Tibrizi Asmarantaka, di Bandarlampung, Minggu (23/3).
Ia menjelaskan, pada tahun 2007 lalu kunjungan wisatawan asing maupun domestik mencapai 1,2 juta orang, dan diharapakan pada tahun kunjungan Lampung ini mencapai 2 juta wisatawan.
Wisatawan asing yang datang ke Lampung, sangat menggemari keindahan Gunung Anak Krakatau dan kawasan yang memiliki fauna langka seperti Badak Sumatera di Way Kambas, Lampung Timur.
Berdasarkan data, katanya lebih lanjut, pada tahun 2007 lalu jumlah wisman yang mengunjungi Provinsi Lampung berjumlah sekitar 10.000 orang.
"Pada VLY 2009, wisman ditargetkan sekitar 10.000 orang lebih," kata Tibrizi menambahkan.
Sementara itu, gema kegiatan pariwisata guna mendukung tahun kunjungan Lampung telah dimulai, salah satunya dengan peluncuran logo dan maskot VLY 2009.
Provinsi Lampung, masih mengandalkan empat kegiatan pariwisata yang juga merupakan agenda nasional pada Visit Indonesia Year 2008, yakni Festival Bandarlampung Begawi, Festival Stabas, Festival Krakatau, dan Festival Way Kambas.
Potensi wisata Lampung cukup banyak, tetapi hingga sekarang belum tergarap dengan optimal.
"Lampung memiliki ratusan potensi objek pariwisata, tetapi belum tergarap secara maksimal," ujar dia.
Belum tergarapnya potensi wisata itu, kata Tibrizi lagi, antara lain karena minimnya dana untuk pengelolaan objek wisata tersebut dan kurangnya perhatian dari pemerintah kabupaten/kota yang daerahnya memiliki tempat wisata yang bagus.
Karena itu, ia mengharapkan agar pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Lampung dapat mengelola objek wisatanya dengan baik.
Selain dukungan dari pemerintah daerah provinsi maupun kabvupaten/kota se-Lampung, ia juga mengharapkan peran swasta untuk mendukung penuh program tahun kunjungan Lampung 2009 ini.
Sumber: Antara, 23 Maret 2008
March 23, 2008
Kronika: Perlu Digelar Kongres Bahasa Lampung
BANDAR LAMPUNG--Ancaman kepunahan bahasa Lampung seperti yang diungkapkan para pakar bahasa daerah, semestinya mendorong semua pihak di Lampung untuk menggencarkan upaya penyelamatannya, termasuk mendorong segera menggelar Kongres Bahasa Daerah Lampung.
Pimpinan Jung Foundation Lampung --lembaga nirlaba yang peduli bahasa, seni, dan budaya Lampung--Ch. Heru Cahyo Saputro menilai ancaman kepunahan bahasa Lampung antara lain tergambarkan dari kecenderung penuturnya yang makin sedikit dan wilayahnya yang juga kian menyempit.
Menurut Heru yang juga sastrawan Lampung itu, saat ini penutur bahasa Lampung praktis terkonsentrasi hanya di wilayah perdesaan tradisional di Lampung saja. Di wilayah perkotaan dan pusat-pusat perdagangan maupun bisnis nyaris sulit menemukan penutur bahasa daerah itu, baik oleh warga suku Lampung sendiri, apalagi warga pendatang.
Ketua Harian Dewan Kesenian Lampung (DKL), Syaiful Irba Tanpaka, juga mendukung upaya untuk mendorong segera dilaksanakan Kongres Bahasa Daerah Lampung untuk membicarakan secara komprehensif penyelamatan dan pelestarian bahasa Lampung itu, sekaligus menyusun strategi bersama ke depan. */S-2
Sumber: Lampung Post, Minggu, 23 Maret 2008
Pimpinan Jung Foundation Lampung --lembaga nirlaba yang peduli bahasa, seni, dan budaya Lampung--Ch. Heru Cahyo Saputro menilai ancaman kepunahan bahasa Lampung antara lain tergambarkan dari kecenderung penuturnya yang makin sedikit dan wilayahnya yang juga kian menyempit.
Menurut Heru yang juga sastrawan Lampung itu, saat ini penutur bahasa Lampung praktis terkonsentrasi hanya di wilayah perdesaan tradisional di Lampung saja. Di wilayah perkotaan dan pusat-pusat perdagangan maupun bisnis nyaris sulit menemukan penutur bahasa daerah itu, baik oleh warga suku Lampung sendiri, apalagi warga pendatang.
Ketua Harian Dewan Kesenian Lampung (DKL), Syaiful Irba Tanpaka, juga mendukung upaya untuk mendorong segera dilaksanakan Kongres Bahasa Daerah Lampung untuk membicarakan secara komprehensif penyelamatan dan pelestarian bahasa Lampung itu, sekaligus menyusun strategi bersama ke depan. */S-2
Sumber: Lampung Post, Minggu, 23 Maret 2008
March 22, 2008
Pariwisata: Masterplan 2007 Belum Dijalankan
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Lambannya pembangunan pariwisata Kota Bandar Lampung karena masterplan yang sudah dibuat pada 2007 belum ditindaklanjuti oleh satuan kerja. Untuk itu, Visit Lampung Years (LVY) 2009 harus dapat dijadikan momentum mempromosikan wisata Bandar Lampung yang cukup unik.
Wakil Wali Kota Bandar Lampung Kherlani mengatakan potensi wisata Bandar Lampung sangat banyak. Mulai dari Taman Kupu-Kupu, Taman Monyet, Taman Wisata Alam Bumi Kedaton, Wisata Durian, Air Terjun, Wisata Kuliner, sampai Wisata Bahari. Namun, kurangnya promosi yang dilakukan, seolah Bandar Lampung tidak memiliki potensi wisata apa pun.
"Seharusnya, jika masterplan pariwisata Batu Putu dan Sukadanaham yang sudah dibahas sejak 2007 ditindaklanjuti, bukan tidak mungkin Bandar Lampung akan menjadi salah satu tujuan wisata dalam negeri maupun mancanegara. Sebab, memang wisata alam Bandar Lampung cukup unik dan banyak," kata Kherlani di ruang kerjanya, Rabu (19-3).
Jika masterplan wisata alam Batu Putu dan Sukadanaham segera ditindaklanjuti, lanjut Kherlani, akses jalan menuju kawasan itu dapat segera diperbaiki dan sarana dan prasarana penunjang lainnya harus pula disiapkan.
"Sarana dan prasarana wisata kita memang masih sangat minim. Untuk itu, perlu kerja keras dari dinas/instansi terkait serta masyarakat untuk segera mewujudkannya. Karena, di daerah lain, hampir tidak ada objek wisata alam di tengah kota seperti Bandar Lampung," kata dia.
Dengan telah diterimanya maskot VLY 2009 berupa patung badak sumatera yang diberi nama Andalas, sebagai ibu kota provinsi, pihak-pihak terkait juga harus sudah dapat menyiapkan sarana-prasarana penunjang seperti hotel, rumah makan, dan biro perjalanan wisata.
"Bagaimana kita membuat semuanya menjadi satu-kesatuan paket wisata yang memiliki nilai jual. Karena, harus kita akui, kalau objek wisata kita sangat minim promosi dan minim sarana. Jika semua ini dapat diwujudkan dalam satu tahun ke depan, bukan tidak mungkin Visit Lampung Years 2009 menjadi milik kita," kata Kherlani.
Sebelumnya, DPRD Bandar Lampung segera akan mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Khusus tentang Kepariwisataan kepada Panitia Legislasi (Panleg). Dengan adanya raperda tersebut, pengelolaan kawasan yang akan dijadikan daerah pariwisata harus mengacu pada ketentuan yang ada.
Ketua Komisi B DPRD Bandar Lampung Budiman mengatakan kawasan Batu Putu, Telukbetung Utara, yang selama ini menjadi pusat pariwisata kota merupakan objek wisata yang sangat lengkap. Di mana, kawasan itu berada di lereng bukit, lembah, dan pesona laut yang indah.
Namun, keindahan tersebut, jika tidak diatur dalam perda pariwisata khusus, ke depan hanya tinggal kenangan dan menjadi kawasan itu rusak dari habitat aslinya. "Sehingga, kami akan mengajukan raperda khusus pariwisata yang akan mengatur secara jelas peruntukan kawasan itu, sesuai dengan kebijakan Pemkot Bandar Lampung," kata Budiman, Selasa (18-3).
Atas usulan itu, Kherlani sangat berterima kasih dengan Dewan. Sebab, raperda yang merupakan hak inisiatif Dewan sangat diperlukan dalam pembangunan wisata Bandar Lampung.
"Dalam pembangunan pariwisata memang harus ada perencanaan yang matang dan terarah. Salah satunya adalah adanya payung hukum pariwisata agar jelas akan dibawa ke mana pembangunan wisata Bandar Lampung," kata mantan Kepala BPKD Kota Bandar Lampung itu. n KIM/K-1
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 22 Maret 2008
Wakil Wali Kota Bandar Lampung Kherlani mengatakan potensi wisata Bandar Lampung sangat banyak. Mulai dari Taman Kupu-Kupu, Taman Monyet, Taman Wisata Alam Bumi Kedaton, Wisata Durian, Air Terjun, Wisata Kuliner, sampai Wisata Bahari. Namun, kurangnya promosi yang dilakukan, seolah Bandar Lampung tidak memiliki potensi wisata apa pun.
"Seharusnya, jika masterplan pariwisata Batu Putu dan Sukadanaham yang sudah dibahas sejak 2007 ditindaklanjuti, bukan tidak mungkin Bandar Lampung akan menjadi salah satu tujuan wisata dalam negeri maupun mancanegara. Sebab, memang wisata alam Bandar Lampung cukup unik dan banyak," kata Kherlani di ruang kerjanya, Rabu (19-3).
Jika masterplan wisata alam Batu Putu dan Sukadanaham segera ditindaklanjuti, lanjut Kherlani, akses jalan menuju kawasan itu dapat segera diperbaiki dan sarana dan prasarana penunjang lainnya harus pula disiapkan.
"Sarana dan prasarana wisata kita memang masih sangat minim. Untuk itu, perlu kerja keras dari dinas/instansi terkait serta masyarakat untuk segera mewujudkannya. Karena, di daerah lain, hampir tidak ada objek wisata alam di tengah kota seperti Bandar Lampung," kata dia.
Dengan telah diterimanya maskot VLY 2009 berupa patung badak sumatera yang diberi nama Andalas, sebagai ibu kota provinsi, pihak-pihak terkait juga harus sudah dapat menyiapkan sarana-prasarana penunjang seperti hotel, rumah makan, dan biro perjalanan wisata.
"Bagaimana kita membuat semuanya menjadi satu-kesatuan paket wisata yang memiliki nilai jual. Karena, harus kita akui, kalau objek wisata kita sangat minim promosi dan minim sarana. Jika semua ini dapat diwujudkan dalam satu tahun ke depan, bukan tidak mungkin Visit Lampung Years 2009 menjadi milik kita," kata Kherlani.
Sebelumnya, DPRD Bandar Lampung segera akan mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Khusus tentang Kepariwisataan kepada Panitia Legislasi (Panleg). Dengan adanya raperda tersebut, pengelolaan kawasan yang akan dijadikan daerah pariwisata harus mengacu pada ketentuan yang ada.
Ketua Komisi B DPRD Bandar Lampung Budiman mengatakan kawasan Batu Putu, Telukbetung Utara, yang selama ini menjadi pusat pariwisata kota merupakan objek wisata yang sangat lengkap. Di mana, kawasan itu berada di lereng bukit, lembah, dan pesona laut yang indah.
Namun, keindahan tersebut, jika tidak diatur dalam perda pariwisata khusus, ke depan hanya tinggal kenangan dan menjadi kawasan itu rusak dari habitat aslinya. "Sehingga, kami akan mengajukan raperda khusus pariwisata yang akan mengatur secara jelas peruntukan kawasan itu, sesuai dengan kebijakan Pemkot Bandar Lampung," kata Budiman, Selasa (18-3).
Atas usulan itu, Kherlani sangat berterima kasih dengan Dewan. Sebab, raperda yang merupakan hak inisiatif Dewan sangat diperlukan dalam pembangunan wisata Bandar Lampung.
"Dalam pembangunan pariwisata memang harus ada perencanaan yang matang dan terarah. Salah satunya adalah adanya payung hukum pariwisata agar jelas akan dibawa ke mana pembangunan wisata Bandar Lampung," kata mantan Kepala BPKD Kota Bandar Lampung itu. n KIM/K-1
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 22 Maret 2008
Liburan: Pantai Masih Favorit Warga Bandar Lampung
BANDAR LAMPUNG (Lampost/Ant): Objek wisata pantai masih menjadi tempat favorit bagi warga Bandar Lampung untuk dikunjungi berlibur, bertepatan dengan libur panjang akhir pekan ini.
Pantauan di sejumlah objek wisata pantai di Bandarlampung, Kamis, ribuan warga mengunjungi wisata pantai itu, seperti Pantai Mutun, Duta, Lempasing, dan Pasir Putih yang berjarak sekitar 25 km dari pusat Kota Bandar Lampung, ibu kota Provinsi Lampung, untuk merayakan liburan panjang.
Kendati sempat diguyur hujan, tidak mengurangi minat warga untuk mendatangi lokasi pantai tersebut.
Di sana, pengunjung baik orang dewasa, muda-mudi maupun anak-anak, dengan mengendarai kendaraan roda dua, mobil maupun truk bak terbuka bersuka cita merayakan liburan.
Para pengunjung pantai itu mengaku berlibur ke pantai, selain untuk menghilangkan kepenatan pekerjaan sehari-hari, juga karena dianggap sebagai alternatif wisata murah bagi kebanyakan warga.
Seorang warga Bandar Lampung, Roni, menyatakan memilih Pantai Mutun untuk rekreasi bersama sejumlah keluarganya karena lokasinya dinilai masih lumayan bagus. Air dan ombaknya cukup bagus dan aman untuk berenang, terutama bagi anak-anak.
Pantai yang terletak di sebelah barat dan berjarak sekitar 25 km dari Kota Bandar Lampung, selain menjual keindahan pantai juga terdapat penyewaan perahu getek menuju pulau terdekat.
"Lumayan murah, satu orang dikenakan biaya Rp5.000 untuk diantar ke pulau terdekat pantai ini," kata dia.
Di lokasi pantai itu pun disediakan penyewaan tempat untuk berteduh bagi pengunjung bersama keluarga mereka.
Warga lainnya, Rudi, menuturkan memilih lokasi pantai itu karena dinilai cukup bagus untuk rekreasi keluarga.
"Kebetulan hari ini libur sekolah, anak-anak ingin liburan ke pantai di sini," ujar dia lagi.
Dia menambahkan selain pantainya cukup bagus, tiket masuk ke pantai ini juga relatif murah hanya Rp5.000 untuk sepeda motor beserta penumpangnya.
Kawasan wisata lainnya di Bandar Lampung, seperti Taman Wisata Bumi Kedaton (kebun binatang mini), banyak pula dikunjungi warga yang memanfaatkan hari libur panjang ini.
Objek wisata alam air terjun Batu Putu, Bandar Lampung, juga banyak pula dikunjungi oleh warga terutama kalangan muda-mudi yang mempunyai hobi berpetualang. n K-1
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 22 Maret 2008
Pantauan di sejumlah objek wisata pantai di Bandarlampung, Kamis, ribuan warga mengunjungi wisata pantai itu, seperti Pantai Mutun, Duta, Lempasing, dan Pasir Putih yang berjarak sekitar 25 km dari pusat Kota Bandar Lampung, ibu kota Provinsi Lampung, untuk merayakan liburan panjang.
Kendati sempat diguyur hujan, tidak mengurangi minat warga untuk mendatangi lokasi pantai tersebut.
Di sana, pengunjung baik orang dewasa, muda-mudi maupun anak-anak, dengan mengendarai kendaraan roda dua, mobil maupun truk bak terbuka bersuka cita merayakan liburan.
Para pengunjung pantai itu mengaku berlibur ke pantai, selain untuk menghilangkan kepenatan pekerjaan sehari-hari, juga karena dianggap sebagai alternatif wisata murah bagi kebanyakan warga.
Seorang warga Bandar Lampung, Roni, menyatakan memilih Pantai Mutun untuk rekreasi bersama sejumlah keluarganya karena lokasinya dinilai masih lumayan bagus. Air dan ombaknya cukup bagus dan aman untuk berenang, terutama bagi anak-anak.
Pantai yang terletak di sebelah barat dan berjarak sekitar 25 km dari Kota Bandar Lampung, selain menjual keindahan pantai juga terdapat penyewaan perahu getek menuju pulau terdekat.
"Lumayan murah, satu orang dikenakan biaya Rp5.000 untuk diantar ke pulau terdekat pantai ini," kata dia.
Di lokasi pantai itu pun disediakan penyewaan tempat untuk berteduh bagi pengunjung bersama keluarga mereka.
Warga lainnya, Rudi, menuturkan memilih lokasi pantai itu karena dinilai cukup bagus untuk rekreasi keluarga.
"Kebetulan hari ini libur sekolah, anak-anak ingin liburan ke pantai di sini," ujar dia lagi.
Dia menambahkan selain pantainya cukup bagus, tiket masuk ke pantai ini juga relatif murah hanya Rp5.000 untuk sepeda motor beserta penumpangnya.
Kawasan wisata lainnya di Bandar Lampung, seperti Taman Wisata Bumi Kedaton (kebun binatang mini), banyak pula dikunjungi warga yang memanfaatkan hari libur panjang ini.
Objek wisata alam air terjun Batu Putu, Bandar Lampung, juga banyak pula dikunjungi oleh warga terutama kalangan muda-mudi yang mempunyai hobi berpetualang. n K-1
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 22 Maret 2008
March 21, 2008
Meragukan Visit Lampung 2009
-- Budi Hutasuhut*
PEMERINTAH Provinsi Lampung meluncurkan logo Visit Lampung 2009 pada Maret 2008 ini, bersamaan dengan HUT Provinsi Lampung. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lampung Tibrizi Asmarantaka mengatakan hal ini kepada penulis, dan berharap program pembangunan sector pariwisata ini bisa berjalan seperti diharapkan.
Cuma, hingga hari ini tak jelas betul apa harapan yang ingin dicapai pemerintah provinsi. Itu sebabnya, Visit Lampung 2009 tidak bergema secara luas. Gaungnya cuma nyaring di kalangan elite pemerintah, terutama di Dinas Pariwisata dan Kebudaya Lampung dan instansi terkait. Kesibukan di kalangan pemerintah terkait pembangunan sector pariwisata terlihat gegap-gempita. Semua elemen dalam tim yang bertanggung jawab atas suksesnya pelaksanaan program ini sering menggelar rapat yang muaranya pada pemaksimalan kinerja tim.
Kesibukan tim kerja Visit Lampung 2009 lebih diarahkan untuk kalangan sendiri. Hal itu memberi kesan, Visit Lampung 2009 tidak akan melibatkan masyarakat. Karenanya, nasib Visit Lampung 2009 tidak akan berbeda seperti nasib program pembangunan sector pariwisata yang digelar selama ini: menyerap banyak dana APBD tetapi tidak membuat pariwisata menjelma sebagai sebuah industri yang dapat mejadi sumber pendapatan asli daerah. Konon lagi berharap pariwisata menjadi industri yang padat karya, yang mampu mengatasi persoalan tingginya angka pengangguran dan kemiskinan di provinsi ini.
Pengekor
Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan Visit Indonesia 2008, disinggung tentang 100 event yang akan digelar selama program itu berlangsung. Ke-100 event itu, beberapa diantaranya event pariwisata yang ada di Lampung seperti Festival Krakatau, Festival Teluk Stabas, dan festival-festival lainnya.
Visit Lampung 2009 hanya sebuah program ikutan yang didisain untuk menjaring dana APBN yang dialokasikan pemerintah bagi suksesnya Visit Indonesia 2008. Artinya, Visit Lampung 2009 merupakan kemasan lama dengan casing baru. Program ini digelontorkan pemerintah provinsi karena Jakarta memasukkan event-event pariwisata yang ada di Lampung sebagai event yang digadang-gadang untuk menarik wisatawan ke Indonesia.
Karena itu, Visit Lampung 2009 akan sangat tergantung pada calendar event tim Visit Indonesia 2008. Jika Visit Indonesia 2008 menetapkan akan menggelar kegiatan di Lampung, tim kerja akan menyesuaikannya dengan jadwal pelaksanaan event Festival Krakatau, misalnya. Saat itulah tim Visit Lampung 2009 bekerja serius mempersiapkan event-event pariwisata yang ada. Sangat mungkin event-event pariwisata yang ada di Lampung akan digelar secara serentak, sehingga Visit Indonesia 2008 dapat berjalan dengan sukses. Itulah target Visit Lampung 2009 yang paling nyata. Bisa berperan aktif dalam menyukseskan pelaksanaan Visit Indonesia 2008. Setelah itu, bisa dibayangkan Visit Lampung 2009 tidak akan bergema lagi.
Hampir semua daerah memiliki program serupa sebagai bukti betapa negara ini masih dikelola oleh elite-elite yang hanya mampu mengekor pada Jakarta. Padahal, otonomi daerah yang berlangsung beberapa tahun mengandaikan bahwa daerah mesti memiliki insiatif sendiri untuk membangun. Tapi, dalam kasus pembangunan sector pariwisata di negeri ini, setiap daerah terkesan menunggu petunjuk, sehingga target yang hendak dicapai daerah sering tidak tergambarkan dalam menyusunan program.
Semangat otonomi daerah tidak punya tempat dalam pembangunan sector pariwisata. Penyebabnya, karena sector ini mensyaratkan banyak dana yang mesti dikucurkan. Ketergantungan sector pariwisata terhadap dana besar acap membuat pemerintah daerah kecut, apalagi bila dikaitkan dengan kondisi suprastruktur dan infrastruktur pariwisata di daerah yang rata-rata tidak maksimal. Di Lampung, selama provinsi ini berdiri, bisa dikatakan hampir tidak ada objek wisata yang terbangun secara maksimal meskipun kaya akan objek wisata. Kondisi ini membuat grafik pertumbuhan sector pariwisata Lampung selalu menurun, kalah jauh disbanding dengan Provinsi Banten.
Minim fasilitas
Sebagai kegiatan yang mengekor Jakarta, Visit Lampung 2009 tampaknya hanya kemasan. Sementara isinya tetap saja hal-hal lama. Karena itu, program yang akan didanai dengan APBD senilai Rp7 miliar ini tidak akan membawa perubahan positif pada peningkatan PAD dari sector pariwisata. Ini sangat mungkin, karena para wisatawan akan lebih memilih daerah-daerah wisata lainnya, yang para elitenya bekerja sangat serius dan telah berpengalaman dalam memasarkan pariwisata di daerahnya.
Ketika setiap daerah di negeri ini berlomba-lomba menarik wisatawan ke daerahnya demi menyukseskan Visit Indonesia 2008, sudah tentu daerah-daerah yang sangat akrab di telinga wisatawan akan menjadi kunjungan utama. Kita ambil contoh Provinsi Bali, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Sumatra Barat, Jawa Barat, Nusatengara Barat, dan lain-lain. Pembangunan infrastruktur dan suprastruktur pariwisata di daerah-daerah ini sudah selesai, sehingga mereka tinggal memikirkan bagaimana mengemasnya dan memasarkannya. Sementara pariwisata Lampung masih belum beranjak dari persoalan infrastruktur dan suprastruktur, yang berarti pariwisata Lampung tertinggal beberapa tingkatan dibandingkan daerah-daerah kunjungan wisata lainnya.
Infrastruktur dan suprastruktur pembangunan pariwisata di provinsi ini tak kunjung dibenahi. Jalan-jalan rusak, transportasi menuju objek-objek wisata tidak memadai, sulit mendapatkan informasi yang ajek tentang objek-objek wisata di Lampung, dan jadwal event pariwisata selalu berubah. Lampung tidak memiliki media informasi pariwisata yang bisa dipercayai. Hotel-hotel tidak memiliki program memperkenalkan objek wisata kepada para pengunjungnya. Sedangkan biro-biro perjalanan wisata sering menolak permintaan wisatawan karena kendala buruknya sarana transportasi di provinsi ini.
Untuk kawasan Sumatra bagian Selatan, misalnya, para wisatawan akan lebih tertarik mengunjungi Palembang ketimbang Lampung. Ibu Kota Provinsi Sumatra Selatan ini memiliki bandara internasional yang dapat menampung para wisatawan dari manca negara, dan kondisi ini telah dipromosikan secara besar-besaran ke manca negara. Karena itu, akan sukar bagi pariwisata Lampung yang belum selesai pada tahap peningkatan prasarana untuk menarik minat wisatawan. Ditambah lagi mentalitas stake holder pariwisata yang memposisikan kegiatan kepariwisataaan cuma sebatas menonjolkan ekspresi-ekspresi budaya masyarakat Lampung.
Segala bentuk kegiatan yang ditawarkan dalam Visit Lampung 2009, dikelola dengan cara yang sama seperti Festival Krakatau dan event-event pariwisata lainnya dikelola. Semua event itu digelar tanpa didukung oleh kemampuan yang cakap dalam mengemas dan memasarkan. Karena itu, pantas dikhawatirkan Visit Lampung 2009 tidak akan membawa perubahan berarti bagi pembangunan sector pariwisata di provinsi ini.
Kerja sama antarprovinsi
Yang paling mungkin dilakukan dalam menyukseskan Visit Lampung 2009 adalah menjalin kerjasama antarprovinsi dalam hal memuaskan para wisatawan. Banyak objek wisata yang ada di provinsi ini tidak ada di provinsi lain. Begitu juga sebaliknya, provinsi ini tidak memiliki bjek wisata yang ada di provinsi lain. Sebab itu, stake holder pembangunan sector pariwisata di provinsi ini sudah harus memiliki daftar objek wisata yang tidak akan ditemukan wisatawan di daerah-daerah lain. Dengan begitu, pemerintah di provinsi ini bisa menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah lain terkait bagaimana membuat wisatawan betah.
Dengan demikian, persaingan antardaerah dalam merebut perhatian wisatawan tidak akan terjadi. Pada akhirnya, semua daerah akan diuntungkan sehinga tujuan yang ingin dicapai dengan kebijakan Visit Indonesia 2008 bisa terealisasikan dimana semua daerah menikmatinya.Kerja sama antarprovinsi ini bisa ditandai dengan adanya master of understanding (MoU), dimana klausulnya menyebutkan bahwa setiap daerah mesti memperkenalkan objek-objek wisata yang khas di daerah-daerah lain, sehingga para wisatawan tertarik untuk mengunjungi daerah tersebut.
Kerja sama ini mutlak perlu karena promosi pariwisata yang serentak dilakukan setiap daerah dapat membigungkan para wisatawan. Alhasil, mereka akan tetap memilih daerah-daerah yang sebelumnya sangat dikenalnya. Karena itu, segala upaya yang dilakukan daerah-daerah baru pariwisata tidak akan membawa hasil positif.
Sebagai contoh, Lampung memiliki objek wisata pemancingan yang tidak ditemukan di daerah lain. Primadona ikan Marlin di Kabupaten Lampung Barat selalu akan membuat para wisatawan datang ke daerah tersebut, ada atau tidak Visit Lampung 2009. Namun, para wisatawan sering terkandal pada soal transportasi laut, dimana mereka menjadi objek pemerasan dari para nelayan.
Wisata agrobisnis bisa juga ditawarkan di provinsi ini. Memetik lada, misalnya, akan menjadi objek wisata yang menarik bagi wisatawan yang sudah mengetahui bahwa Lampung merupakan Negeri Lada. Banyak lagi objek wisata lainnya, yang tidak ditemukan di daerah-daerah lain. Tinggal bagamana pemerintah provinsi bisa menjalin kerja sama antaraprovinsi sekalgus mengemas objek-objek wisata ang khas itu sebagai produk yang tak akan bisa ditolak para wisatawan. (budi hutasuhut, 081977100114)
* Budi Hutasuhut, wisatawan, menulis dari Jakarta
Sumber: seruit.com, 20 Maret 2008
PEMERINTAH Provinsi Lampung meluncurkan logo Visit Lampung 2009 pada Maret 2008 ini, bersamaan dengan HUT Provinsi Lampung. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lampung Tibrizi Asmarantaka mengatakan hal ini kepada penulis, dan berharap program pembangunan sector pariwisata ini bisa berjalan seperti diharapkan.
Cuma, hingga hari ini tak jelas betul apa harapan yang ingin dicapai pemerintah provinsi. Itu sebabnya, Visit Lampung 2009 tidak bergema secara luas. Gaungnya cuma nyaring di kalangan elite pemerintah, terutama di Dinas Pariwisata dan Kebudaya Lampung dan instansi terkait. Kesibukan di kalangan pemerintah terkait pembangunan sector pariwisata terlihat gegap-gempita. Semua elemen dalam tim yang bertanggung jawab atas suksesnya pelaksanaan program ini sering menggelar rapat yang muaranya pada pemaksimalan kinerja tim.
Kesibukan tim kerja Visit Lampung 2009 lebih diarahkan untuk kalangan sendiri. Hal itu memberi kesan, Visit Lampung 2009 tidak akan melibatkan masyarakat. Karenanya, nasib Visit Lampung 2009 tidak akan berbeda seperti nasib program pembangunan sector pariwisata yang digelar selama ini: menyerap banyak dana APBD tetapi tidak membuat pariwisata menjelma sebagai sebuah industri yang dapat mejadi sumber pendapatan asli daerah. Konon lagi berharap pariwisata menjadi industri yang padat karya, yang mampu mengatasi persoalan tingginya angka pengangguran dan kemiskinan di provinsi ini.
Pengekor
Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan Visit Indonesia 2008, disinggung tentang 100 event yang akan digelar selama program itu berlangsung. Ke-100 event itu, beberapa diantaranya event pariwisata yang ada di Lampung seperti Festival Krakatau, Festival Teluk Stabas, dan festival-festival lainnya.
Visit Lampung 2009 hanya sebuah program ikutan yang didisain untuk menjaring dana APBN yang dialokasikan pemerintah bagi suksesnya Visit Indonesia 2008. Artinya, Visit Lampung 2009 merupakan kemasan lama dengan casing baru. Program ini digelontorkan pemerintah provinsi karena Jakarta memasukkan event-event pariwisata yang ada di Lampung sebagai event yang digadang-gadang untuk menarik wisatawan ke Indonesia.
Karena itu, Visit Lampung 2009 akan sangat tergantung pada calendar event tim Visit Indonesia 2008. Jika Visit Indonesia 2008 menetapkan akan menggelar kegiatan di Lampung, tim kerja akan menyesuaikannya dengan jadwal pelaksanaan event Festival Krakatau, misalnya. Saat itulah tim Visit Lampung 2009 bekerja serius mempersiapkan event-event pariwisata yang ada. Sangat mungkin event-event pariwisata yang ada di Lampung akan digelar secara serentak, sehingga Visit Indonesia 2008 dapat berjalan dengan sukses. Itulah target Visit Lampung 2009 yang paling nyata. Bisa berperan aktif dalam menyukseskan pelaksanaan Visit Indonesia 2008. Setelah itu, bisa dibayangkan Visit Lampung 2009 tidak akan bergema lagi.
Hampir semua daerah memiliki program serupa sebagai bukti betapa negara ini masih dikelola oleh elite-elite yang hanya mampu mengekor pada Jakarta. Padahal, otonomi daerah yang berlangsung beberapa tahun mengandaikan bahwa daerah mesti memiliki insiatif sendiri untuk membangun. Tapi, dalam kasus pembangunan sector pariwisata di negeri ini, setiap daerah terkesan menunggu petunjuk, sehingga target yang hendak dicapai daerah sering tidak tergambarkan dalam menyusunan program.
Semangat otonomi daerah tidak punya tempat dalam pembangunan sector pariwisata. Penyebabnya, karena sector ini mensyaratkan banyak dana yang mesti dikucurkan. Ketergantungan sector pariwisata terhadap dana besar acap membuat pemerintah daerah kecut, apalagi bila dikaitkan dengan kondisi suprastruktur dan infrastruktur pariwisata di daerah yang rata-rata tidak maksimal. Di Lampung, selama provinsi ini berdiri, bisa dikatakan hampir tidak ada objek wisata yang terbangun secara maksimal meskipun kaya akan objek wisata. Kondisi ini membuat grafik pertumbuhan sector pariwisata Lampung selalu menurun, kalah jauh disbanding dengan Provinsi Banten.
Minim fasilitas
Sebagai kegiatan yang mengekor Jakarta, Visit Lampung 2009 tampaknya hanya kemasan. Sementara isinya tetap saja hal-hal lama. Karena itu, program yang akan didanai dengan APBD senilai Rp7 miliar ini tidak akan membawa perubahan positif pada peningkatan PAD dari sector pariwisata. Ini sangat mungkin, karena para wisatawan akan lebih memilih daerah-daerah wisata lainnya, yang para elitenya bekerja sangat serius dan telah berpengalaman dalam memasarkan pariwisata di daerahnya.
Ketika setiap daerah di negeri ini berlomba-lomba menarik wisatawan ke daerahnya demi menyukseskan Visit Indonesia 2008, sudah tentu daerah-daerah yang sangat akrab di telinga wisatawan akan menjadi kunjungan utama. Kita ambil contoh Provinsi Bali, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Sumatra Barat, Jawa Barat, Nusatengara Barat, dan lain-lain. Pembangunan infrastruktur dan suprastruktur pariwisata di daerah-daerah ini sudah selesai, sehingga mereka tinggal memikirkan bagaimana mengemasnya dan memasarkannya. Sementara pariwisata Lampung masih belum beranjak dari persoalan infrastruktur dan suprastruktur, yang berarti pariwisata Lampung tertinggal beberapa tingkatan dibandingkan daerah-daerah kunjungan wisata lainnya.
Infrastruktur dan suprastruktur pembangunan pariwisata di provinsi ini tak kunjung dibenahi. Jalan-jalan rusak, transportasi menuju objek-objek wisata tidak memadai, sulit mendapatkan informasi yang ajek tentang objek-objek wisata di Lampung, dan jadwal event pariwisata selalu berubah. Lampung tidak memiliki media informasi pariwisata yang bisa dipercayai. Hotel-hotel tidak memiliki program memperkenalkan objek wisata kepada para pengunjungnya. Sedangkan biro-biro perjalanan wisata sering menolak permintaan wisatawan karena kendala buruknya sarana transportasi di provinsi ini.
Untuk kawasan Sumatra bagian Selatan, misalnya, para wisatawan akan lebih tertarik mengunjungi Palembang ketimbang Lampung. Ibu Kota Provinsi Sumatra Selatan ini memiliki bandara internasional yang dapat menampung para wisatawan dari manca negara, dan kondisi ini telah dipromosikan secara besar-besaran ke manca negara. Karena itu, akan sukar bagi pariwisata Lampung yang belum selesai pada tahap peningkatan prasarana untuk menarik minat wisatawan. Ditambah lagi mentalitas stake holder pariwisata yang memposisikan kegiatan kepariwisataaan cuma sebatas menonjolkan ekspresi-ekspresi budaya masyarakat Lampung.
Segala bentuk kegiatan yang ditawarkan dalam Visit Lampung 2009, dikelola dengan cara yang sama seperti Festival Krakatau dan event-event pariwisata lainnya dikelola. Semua event itu digelar tanpa didukung oleh kemampuan yang cakap dalam mengemas dan memasarkan. Karena itu, pantas dikhawatirkan Visit Lampung 2009 tidak akan membawa perubahan berarti bagi pembangunan sector pariwisata di provinsi ini.
Kerja sama antarprovinsi
Yang paling mungkin dilakukan dalam menyukseskan Visit Lampung 2009 adalah menjalin kerjasama antarprovinsi dalam hal memuaskan para wisatawan. Banyak objek wisata yang ada di provinsi ini tidak ada di provinsi lain. Begitu juga sebaliknya, provinsi ini tidak memiliki bjek wisata yang ada di provinsi lain. Sebab itu, stake holder pembangunan sector pariwisata di provinsi ini sudah harus memiliki daftar objek wisata yang tidak akan ditemukan wisatawan di daerah-daerah lain. Dengan begitu, pemerintah di provinsi ini bisa menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah lain terkait bagaimana membuat wisatawan betah.
Dengan demikian, persaingan antardaerah dalam merebut perhatian wisatawan tidak akan terjadi. Pada akhirnya, semua daerah akan diuntungkan sehinga tujuan yang ingin dicapai dengan kebijakan Visit Indonesia 2008 bisa terealisasikan dimana semua daerah menikmatinya.Kerja sama antarprovinsi ini bisa ditandai dengan adanya master of understanding (MoU), dimana klausulnya menyebutkan bahwa setiap daerah mesti memperkenalkan objek-objek wisata yang khas di daerah-daerah lain, sehingga para wisatawan tertarik untuk mengunjungi daerah tersebut.
Kerja sama ini mutlak perlu karena promosi pariwisata yang serentak dilakukan setiap daerah dapat membigungkan para wisatawan. Alhasil, mereka akan tetap memilih daerah-daerah yang sebelumnya sangat dikenalnya. Karena itu, segala upaya yang dilakukan daerah-daerah baru pariwisata tidak akan membawa hasil positif.
Sebagai contoh, Lampung memiliki objek wisata pemancingan yang tidak ditemukan di daerah lain. Primadona ikan Marlin di Kabupaten Lampung Barat selalu akan membuat para wisatawan datang ke daerah tersebut, ada atau tidak Visit Lampung 2009. Namun, para wisatawan sering terkandal pada soal transportasi laut, dimana mereka menjadi objek pemerasan dari para nelayan.
Wisata agrobisnis bisa juga ditawarkan di provinsi ini. Memetik lada, misalnya, akan menjadi objek wisata yang menarik bagi wisatawan yang sudah mengetahui bahwa Lampung merupakan Negeri Lada. Banyak lagi objek wisata lainnya, yang tidak ditemukan di daerah-daerah lain. Tinggal bagamana pemerintah provinsi bisa menjalin kerja sama antaraprovinsi sekalgus mengemas objek-objek wisata ang khas itu sebagai produk yang tak akan bisa ditolak para wisatawan. (budi hutasuhut, 081977100114)
* Budi Hutasuhut, wisatawan, menulis dari Jakarta
Sumber: seruit.com, 20 Maret 2008
March 19, 2008
HUT Provinsi Lampung: DPP PPL Kritisi Tanggal Peringatan
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Peringatan hari ulang tahun (HUT) Provinsi Lampung dikritisi Paguyuban Pagar Lampung (DPP PPL). Organisasi tersebut menuding peringatan HUT yang dilaksanakan pada 18 Maret tidak berdasar dan harus ada pelurusan sejarah.
Pelaksana Harian (Plh.) Ketua DPP-PPL, Oking G.M.A. Kartadilaga, mengimbau Pemprov Lampung mempertimbangkan lagi pelaksanaan peringatan HUT itu. Pasalnya, pembentukan Provinsi Lampung itu sesuai dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 3/1964 pada 13 Februari 1964.
Tanggal 18 Maret 1964, kata Oking, adalah hanya pelaksanaan pelantikan Pj. Gubernur Lampung, Kusno Dhanupojo. Namun, justru pelantikan ini dijadikan peringatan HUT Lampung.
"Departemen Dalam Negeri pun sudah memberi arahan tentang peringatan HUT pada 13 Februari," kata Oking didampingi Sekretaris Umum, Alfian Ayubkhan, dihubungi di Bandar Lampung, ditemui Selasa (18-3).
Dengan demikian, perayaan HUT Lampung mestinya mengikuti pedoman yang mengacu pada surat Mendagri itu. Sebab, peringatan HUT Lampung pada 18 Maret akan sangat tidak berdasar.
Atau segera membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang Penetapan HUT Lampung ini dan segera disosialisasikan kepada seluruh elemen masyarakat Lampung. "Saya khawatir ini akan menjadi polemik di kemudian hari," ujarnya.
Namun, data di Biro Hukum Pemprov Lampung menyatakan proses HUT Lampung telah diatur dalam Perda 5/2006. Dasar penetapan HUT Lampung dibagi dalam dua pasal. Pasal satu berisi daerah Lampung berdasar pada Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 3/1964 tanggal 13 Februari 1964 ditetapkan sebagai provinsi yang berdiri sendiri. Sedangkan, 18 Maret 1964 merupakan tanggal, bulan, dan tahun perayaan HUT Lampung.
Kepala Biro Hukum Zulkifli, menerangkan pada 18 Maret merupakan tanggal yang dianggap paling tepat untuk ditetapkan sebagai HUT Lampung karena sejak 18 Maret 1964 Provinsi Lampung telah memiliki secara utuh pemerintahan yang otonom dan terpisah dari Sumatera Selatan.
Ditandai pelantikan dan peresmian penjabat gubernur Lampung yang memiliki kedaulatan sejak dilakukan peresmian dan serah terima jabatan pemerintahan dari Sumsel kepada Lampung. n AAN/K-2
Sumber: Lampung Post, Rabu, 19 Maret 2008
Pelaksana Harian (Plh.) Ketua DPP-PPL, Oking G.M.A. Kartadilaga, mengimbau Pemprov Lampung mempertimbangkan lagi pelaksanaan peringatan HUT itu. Pasalnya, pembentukan Provinsi Lampung itu sesuai dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 3/1964 pada 13 Februari 1964.
Tanggal 18 Maret 1964, kata Oking, adalah hanya pelaksanaan pelantikan Pj. Gubernur Lampung, Kusno Dhanupojo. Namun, justru pelantikan ini dijadikan peringatan HUT Lampung.
"Departemen Dalam Negeri pun sudah memberi arahan tentang peringatan HUT pada 13 Februari," kata Oking didampingi Sekretaris Umum, Alfian Ayubkhan, dihubungi di Bandar Lampung, ditemui Selasa (18-3).
Dengan demikian, perayaan HUT Lampung mestinya mengikuti pedoman yang mengacu pada surat Mendagri itu. Sebab, peringatan HUT Lampung pada 18 Maret akan sangat tidak berdasar.
Atau segera membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang Penetapan HUT Lampung ini dan segera disosialisasikan kepada seluruh elemen masyarakat Lampung. "Saya khawatir ini akan menjadi polemik di kemudian hari," ujarnya.
Namun, data di Biro Hukum Pemprov Lampung menyatakan proses HUT Lampung telah diatur dalam Perda 5/2006. Dasar penetapan HUT Lampung dibagi dalam dua pasal. Pasal satu berisi daerah Lampung berdasar pada Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 3/1964 tanggal 13 Februari 1964 ditetapkan sebagai provinsi yang berdiri sendiri. Sedangkan, 18 Maret 1964 merupakan tanggal, bulan, dan tahun perayaan HUT Lampung.
Kepala Biro Hukum Zulkifli, menerangkan pada 18 Maret merupakan tanggal yang dianggap paling tepat untuk ditetapkan sebagai HUT Lampung karena sejak 18 Maret 1964 Provinsi Lampung telah memiliki secara utuh pemerintahan yang otonom dan terpisah dari Sumatera Selatan.
Ditandai pelantikan dan peresmian penjabat gubernur Lampung yang memiliki kedaulatan sejak dilakukan peresmian dan serah terima jabatan pemerintahan dari Sumsel kepada Lampung. n AAN/K-2
Sumber: Lampung Post, Rabu, 19 Maret 2008
HUT Ke-44 Lampung: Budaya Lampung Harus Dapat Perhatian Serius
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Pemerintah daerah harus lebih serius memperhatikan seni budaya Lampung. Jika diperlukan, pemda membuat peraturan daerah (perda) untuk menguatkan keberadaan budaya lokal.
DIRGAHAYU LAMPUNG. Gubernur Sjachroedin Z.P. menyerahkan patung badak sebagai ikon Visit Lampung Year (VLY) 2009 kepada Wakil Wali Kota Bandar Lampung Kherlani dalam rangkaian acara HUT ke-44 Lampung di Gedung Serbaguna Unila, kemarin (18-3). Selain ikon, Gubernur juga memberikan penghargaan kepada 1.290 orang dari berbagai profesi yang dinilai berjasa terhadap pembangunan daerah (foto atas). Perayaan HUT Lampung juga dimeriahkan dengan penampilan Matta Band di Lapangan Samber, Metro, tadi malam. Artis segala bisa, Dorce Gamalama, juga ikut menghibur masyarakat yang memadati lapangan tersebut. (LAMPUNG POST/SYAIFULLOH/AGUS CHANDRA)
Pemerhati seni budaya Lampung yang berdomisili di Bandung, Jawa Barat, Irfan Anshori, kemarin (18-3), menyatakan pelestarian budaya lokal bisa dilakukan dengan pendekatan legal. "Misalnya dengan membuat Perda Bahasa Lampung dan surat keputusan tentang kewajiban penggunaan bahasa ibu di lingkungan kantor pemerintah," ujarnya saat diminta pendapat dalam rangka HUT ke-44 Lampung.
Dari segi bahasa, Irfan menyatakan aneka dialek jangan dijadikan alasan menolak gagasan pelestarian. "Yang penting berbahasa Lampung dapat dibiasakan agar tidak hilang. Perbedaan kosakata Peminggir, Pubian, Abung, Menggala, dan Sungkai mestinya dianggap sinonim yang memperkaya bahasa Lampung yang satu," kata pengurus Yayasan Kebudayaan Rancage ini.
Dalam pandangan pengurus harian Dewan Kesenian Lampung (DKL) Lampung Syaiful Irba Tanpaka, masyarakat harus membangun kesadaran diri sebagai orang Lampung. Pemerintah yang mengayomi. Budaya Lampung yang selama ini termarginalkan memerlukan campur tangan pemerintah dan swasta," kata dia.
Menurut Syaiful, perkembangan budaya tidak lepas dari peran empat faktor, yakni pemerintah, swasta, masyarakat, dan pelaku budaya. "Keempatnya bagai kaki meja yang harus berdiri seimbang untuk menopang apa pun yang ada di atas meja," kata penyair Lampung ini.
Dalam rangkaian HUT Lampung, Gubernur Sjachroedin Z.P. kemarin memberi penghargaan pada 1.290 orang. Piagam dan cendera mata itu diberikan sesuai dengan SK Gubernur No. G/100/B.VII/HK/2008 yang dikeluarkan 12 Maret 2008.
Penghargaan diberikan kepada masyarakat yang berjasa, berprestasi, dan mengabdi untuk membangun Lampung. Penerima penghargaan, antara lain berasal dari berbagai bidang di antaranya mantan anggota Dewan, mantan kepala desa, tokoh agama, akademisi, janda perintis kemerdekaan, pengusaha, guru, paramedis, budayawan, dan jurnalis.
Dari kalangan jurnalis, wartawan Lampung Post Hesma Eryani, Gustina Asmara (Radar Lampung), dan koresponden Metro TV Fadilasari menerima penghargaan Gubernur. n AAN/KIS/U-1
Sumber: Lampung Post, Rabu, 19 Maret 2008
DIRGAHAYU LAMPUNG. Gubernur Sjachroedin Z.P. menyerahkan patung badak sebagai ikon Visit Lampung Year (VLY) 2009 kepada Wakil Wali Kota Bandar Lampung Kherlani dalam rangkaian acara HUT ke-44 Lampung di Gedung Serbaguna Unila, kemarin (18-3). Selain ikon, Gubernur juga memberikan penghargaan kepada 1.290 orang dari berbagai profesi yang dinilai berjasa terhadap pembangunan daerah (foto atas). Perayaan HUT Lampung juga dimeriahkan dengan penampilan Matta Band di Lapangan Samber, Metro, tadi malam. Artis segala bisa, Dorce Gamalama, juga ikut menghibur masyarakat yang memadati lapangan tersebut. (LAMPUNG POST/SYAIFULLOH/AGUS CHANDRA)
Pemerhati seni budaya Lampung yang berdomisili di Bandung, Jawa Barat, Irfan Anshori, kemarin (18-3), menyatakan pelestarian budaya lokal bisa dilakukan dengan pendekatan legal. "Misalnya dengan membuat Perda Bahasa Lampung dan surat keputusan tentang kewajiban penggunaan bahasa ibu di lingkungan kantor pemerintah," ujarnya saat diminta pendapat dalam rangka HUT ke-44 Lampung.
Dari segi bahasa, Irfan menyatakan aneka dialek jangan dijadikan alasan menolak gagasan pelestarian. "Yang penting berbahasa Lampung dapat dibiasakan agar tidak hilang. Perbedaan kosakata Peminggir, Pubian, Abung, Menggala, dan Sungkai mestinya dianggap sinonim yang memperkaya bahasa Lampung yang satu," kata pengurus Yayasan Kebudayaan Rancage ini.
Dalam pandangan pengurus harian Dewan Kesenian Lampung (DKL) Lampung Syaiful Irba Tanpaka, masyarakat harus membangun kesadaran diri sebagai orang Lampung. Pemerintah yang mengayomi. Budaya Lampung yang selama ini termarginalkan memerlukan campur tangan pemerintah dan swasta," kata dia.
Menurut Syaiful, perkembangan budaya tidak lepas dari peran empat faktor, yakni pemerintah, swasta, masyarakat, dan pelaku budaya. "Keempatnya bagai kaki meja yang harus berdiri seimbang untuk menopang apa pun yang ada di atas meja," kata penyair Lampung ini.
Dalam rangkaian HUT Lampung, Gubernur Sjachroedin Z.P. kemarin memberi penghargaan pada 1.290 orang. Piagam dan cendera mata itu diberikan sesuai dengan SK Gubernur No. G/100/B.VII/HK/2008 yang dikeluarkan 12 Maret 2008.
Penghargaan diberikan kepada masyarakat yang berjasa, berprestasi, dan mengabdi untuk membangun Lampung. Penerima penghargaan, antara lain berasal dari berbagai bidang di antaranya mantan anggota Dewan, mantan kepala desa, tokoh agama, akademisi, janda perintis kemerdekaan, pengusaha, guru, paramedis, budayawan, dan jurnalis.
Dari kalangan jurnalis, wartawan Lampung Post Hesma Eryani, Gustina Asmara (Radar Lampung), dan koresponden Metro TV Fadilasari menerima penghargaan Gubernur. n AAN/KIS/U-1
Sumber: Lampung Post, Rabu, 19 Maret 2008
March 18, 2008
HUT Ke-44 Lampung: Semua Harus Bangga dengan Daerahnya
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-44 Provinsi Lampung hari ini (18-3) digelar di berbagai tempat. Tujuannya untuk menanamkan rasa bangga pada daerahnya.
Selain rapat paripurna di DPRD, malam ini Pemprov juga menggelar resepsi yang dipusatkan di Lapangan Samber Kota Metro. Selain itu, upacara bendera dan tabur bunga di Makam Pahlawan Tanjungkarang serta makam tokoh pendiri Lampung Zainal Abidin Pagaralam.
Berbagai kabupaten kota di Lampung juga menggelar rapat paripurna dan upacara bendara. Bukan itu saja, peringatan di kabupaten/kota se-Lampung juga diisi dengan berbagai kegiatan sosial dan hiburan.
Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. menyatakan resepsi peringatan HUT Lampung kali ini dipusatkan di Kota Metro agar masyarakat di daerah merasakan peringatan dan bangga sebagai orang Lampung. "Dengan demikian, tercipta rasa memiliki daerah. Semua harus menghargai dan bangga dengan daerahnya," kata Sjachroedin di Pemprov, kemarin.
Menurut Gubernur, rasa bangga harus terus dipupuk agar masyarakat mau berpartisipasi dalam setiap kebijakan pemerintahan daerah. "Kini, kemajuan sudah mulai terlihat baik di bidang infrastruktur, pelayanan maupun kemajuan bidang lain," ujar Gubernur.
Pro-Kontra
Sementara itu, peringatan HUT Lampung pada 18 Maret masih mengundang pro-kontra. Pasalnya, tidak ada patokan maupun aturan yang melegalkan hari jadi provinsi.
Selama ini, ada dua pendapat. Pertama, pihak yang menyatakan HUT dihitung dari keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 3/1964 pada 13 Maret 1964. Kedua, saat pelantikan Pj. Gubernur Kusno Dhanupojo pada 18 Maret 1964. Selama ini, Pemprov mengakui HUT Lampung jatuh pada 18 Maret.
Pelaksana Harian (Plh.) Ketua Dewan Pimpinan Pusat Paguyuban Pagar Lampung (DPP-PPL) Oking G.M.A. Kartadilaga mengimbau Pemprov melaksanakan perayaan HUT Lampung mengacu surat Mendagri yang menyatakan 13 Maret. "Jika tidak ada acuan, peringatan HUT Lampung 18 Maret sangat tidak berdasar. Atau segera membuat perda tentang penetapan HUT Lampung dan segera disosialisasikan kepada seluruh elemen masyarakat," ujarnya didampingi Sekretaris Umum DPP PPL Alfian Ayubkhan di Bandar Lampung, kemarin. n AAN/U-1
Sumber: Lampung Post, Selasa, 18 Maret 2008
Selain rapat paripurna di DPRD, malam ini Pemprov juga menggelar resepsi yang dipusatkan di Lapangan Samber Kota Metro. Selain itu, upacara bendera dan tabur bunga di Makam Pahlawan Tanjungkarang serta makam tokoh pendiri Lampung Zainal Abidin Pagaralam.
Berbagai kabupaten kota di Lampung juga menggelar rapat paripurna dan upacara bendara. Bukan itu saja, peringatan di kabupaten/kota se-Lampung juga diisi dengan berbagai kegiatan sosial dan hiburan.
Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. menyatakan resepsi peringatan HUT Lampung kali ini dipusatkan di Kota Metro agar masyarakat di daerah merasakan peringatan dan bangga sebagai orang Lampung. "Dengan demikian, tercipta rasa memiliki daerah. Semua harus menghargai dan bangga dengan daerahnya," kata Sjachroedin di Pemprov, kemarin.
Menurut Gubernur, rasa bangga harus terus dipupuk agar masyarakat mau berpartisipasi dalam setiap kebijakan pemerintahan daerah. "Kini, kemajuan sudah mulai terlihat baik di bidang infrastruktur, pelayanan maupun kemajuan bidang lain," ujar Gubernur.
Pro-Kontra
Sementara itu, peringatan HUT Lampung pada 18 Maret masih mengundang pro-kontra. Pasalnya, tidak ada patokan maupun aturan yang melegalkan hari jadi provinsi.
Selama ini, ada dua pendapat. Pertama, pihak yang menyatakan HUT dihitung dari keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 3/1964 pada 13 Maret 1964. Kedua, saat pelantikan Pj. Gubernur Kusno Dhanupojo pada 18 Maret 1964. Selama ini, Pemprov mengakui HUT Lampung jatuh pada 18 Maret.
Pelaksana Harian (Plh.) Ketua Dewan Pimpinan Pusat Paguyuban Pagar Lampung (DPP-PPL) Oking G.M.A. Kartadilaga mengimbau Pemprov melaksanakan perayaan HUT Lampung mengacu surat Mendagri yang menyatakan 13 Maret. "Jika tidak ada acuan, peringatan HUT Lampung 18 Maret sangat tidak berdasar. Atau segera membuat perda tentang penetapan HUT Lampung dan segera disosialisasikan kepada seluruh elemen masyarakat," ujarnya didampingi Sekretaris Umum DPP PPL Alfian Ayubkhan di Bandar Lampung, kemarin. n AAN/U-1
Sumber: Lampung Post, Selasa, 18 Maret 2008
March 17, 2008
Budaya: Hanya 13 dari 726 Bahasa yang Lestari
Bandar Lampung, Kompas - Dilihat dari jumlah penutur bahasa daerah yang melebihi satu juta jiwa, hanya 13 dari 726 bahasa daerah di Indonesia yang lestari. Salah satunya adalah bahasa Lampung.
Hal itu diutarakan Kepala Kantor Bahasa Lampung Agus Sri Danardana, Senin (3/3), dalam diskusi bahasa bertajuk ”Melestarikan Bahasa Lampung Menguatkan Posisi Masyarakat”. Diskusi yang disertai dengan Peluncuran Buku Mak Dawah Mak Dibingi karya Udo Z. Karzi digelar sebagai bagian dari peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional di Bandar Lampung.
Jumlah penutur bahasa Lampung tercatat sebanyak 1,5 juta penutur atau 20 persen dari 7,4 juta jiwa penduduk Lampung. Namun, dalam kondisi dominasi suku Jawa di Lampung, penutur asli bahasa Lampung justru tenggelam. Jika tidak dipelihara, bahasa Lampung diperkirakan punah 70 tahun lagi.
Sutan Purnama, penyair sastra lisan Lampung mengatakan, faktor yang menyulitkan penggunaan bahasa Lampung adalah pengotak-kotakan bahasa. Berbeda dengan bahasa Jawa yang memiliki standar, bahasa Lampung belum memiliki standar.
Bahasa Lampung pesisir dan bahasa Lampung pedalaman memiliki kosakata dan cara pengucapan berbeda. Akibatnya, masyarakat Lampung asli sering kebingungan menggunakannya.
Percakapan di tempat umum ataupun rumah warga Lampung didominasi bahasa Jawa atau bahasa Indonesia. Masyarakat asli Lampung dinilai tidak bersemangat berbicara bahasa Lampung.
Syaiful Irba Tanpaka, penyair Lampung, berpendapat, hal itu menunjukkan masyarakat Lampung tidak memiliki manajemen untuk melestarikan budaya.
Untuk itu, Pemprov Lampung harus membuat kebijakan yang mengatur pemakaian bahasa Lampung, bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Sistem pengajaran bahasa Lampung di sekolah-sekolah juga harus dibenahi. Siswa tidak hanya belajar menulis aksara Lampung, tetapi juga belajar budaya dan bahasa Lampung. (HLN)
Sumber: Kompas, Selasa, 4 Maret 2008
Lihat juga: Kebijakan Keliru akan Musnahkan Bahasa Lampung
Hal itu diutarakan Kepala Kantor Bahasa Lampung Agus Sri Danardana, Senin (3/3), dalam diskusi bahasa bertajuk ”Melestarikan Bahasa Lampung Menguatkan Posisi Masyarakat”. Diskusi yang disertai dengan Peluncuran Buku Mak Dawah Mak Dibingi karya Udo Z. Karzi digelar sebagai bagian dari peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional di Bandar Lampung.
Jumlah penutur bahasa Lampung tercatat sebanyak 1,5 juta penutur atau 20 persen dari 7,4 juta jiwa penduduk Lampung. Namun, dalam kondisi dominasi suku Jawa di Lampung, penutur asli bahasa Lampung justru tenggelam. Jika tidak dipelihara, bahasa Lampung diperkirakan punah 70 tahun lagi.
Sutan Purnama, penyair sastra lisan Lampung mengatakan, faktor yang menyulitkan penggunaan bahasa Lampung adalah pengotak-kotakan bahasa. Berbeda dengan bahasa Jawa yang memiliki standar, bahasa Lampung belum memiliki standar.
Bahasa Lampung pesisir dan bahasa Lampung pedalaman memiliki kosakata dan cara pengucapan berbeda. Akibatnya, masyarakat Lampung asli sering kebingungan menggunakannya.
Percakapan di tempat umum ataupun rumah warga Lampung didominasi bahasa Jawa atau bahasa Indonesia. Masyarakat asli Lampung dinilai tidak bersemangat berbicara bahasa Lampung.
Syaiful Irba Tanpaka, penyair Lampung, berpendapat, hal itu menunjukkan masyarakat Lampung tidak memiliki manajemen untuk melestarikan budaya.
Untuk itu, Pemprov Lampung harus membuat kebijakan yang mengatur pemakaian bahasa Lampung, bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Sistem pengajaran bahasa Lampung di sekolah-sekolah juga harus dibenahi. Siswa tidak hanya belajar menulis aksara Lampung, tetapi juga belajar budaya dan bahasa Lampung. (HLN)
Sumber: Kompas, Selasa, 4 Maret 2008
Lihat juga: Kebijakan Keliru akan Musnahkan Bahasa Lampung
Dunia Anak: Kreativitas Anak Makin Baik
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Tim juri Lomba Mewarnai dan Menggambar Dunia Anak Lampung Post sempat bingung memilih karya peserta yang berhak mendapat juara. Juri menilai hampir semua gambar peserta yang berjumlah 851 orang bagus dan kreatif.
"Kami dari tim juri sempat berdebat lama untuk memutuskan gambar peserta yang masuk nominasi," kata Ketua Tim Juri Dedi Kuspendi, kemarin (16-3).
Kreativitas makin baik karena menggunakan kertas A2. "Anak-anak lebih leluasa menuangkan imajinasi dan kreativitas menggambar dan mewarnai karena medianya lebih besar," ujar anggota tim juri Kismanu.
Tim juri akhirnya memilih karya Farrah P.M. sebagai juara pertama menggambar (kategori SD Kelas IV--VI) dalam lomba Mewarnai dan Menggambar Dunia Anak Lampung Post bertemakan HUT ke-44 Provinsi Lampung yang digelar di Mahan Agung, rumah dinas Gubernur Lampung.
Disusul juara kedua karya Alfinka Mutia R. dan Ardi El Sabrina juara ketiga.
Selain trofi Lampung Post, piagam, dan bingkisan sponsor, para pemenang juga mendapat hadiah uang. Mereka juga dapat tambahan hadiah uang dari Gubernur Sjachroedin Z.P. yang diberikan langsung.
Untuk lomba mewarnai tingkat Sekolah Dasar kelas I--III, juara pertama meraih Nabila Ayu Cantika H. Disusul Syifa Putri sebagai juara kedua, dan Tanya Khalis Huriani juara ketiga.
Juara pertama lomba mewarnai tingkat taman kanak-kanak (TK) diraih Amalia Salsabila. Disusul Bagus Desta Ramadhan dan Rivtaqi Fawwazdary.
Karya peserta pada ketiga lomba itu dinilai juri di bawah koordinator Dedi Kuspendi, yang juga manajer desain grafis harian ini. Tiga anggota lain adalah ilustrator Kismanu Rasyad, pelukis Dana E. Rachmat, dan kartunis Ferial.
Kriteria karya yang dinilai di antaranya kreativitas gambar dan pewarnaan.
Peserta mengaku antusias mengikuti lomba di Mahan Agung kemarin. Lia, salah satu peserta lomba menggambar tingkat SD, mengaku baru kali ini datang ke Mahan Agung.
"Rumah dinas gubernur itu luas ya, ada siamang dan kijangnya," ucap siswa kelas IV SD ini. Ia berharap bisa ikut kegiatan lagi di rumah gubernur ini. n AAN/SAG/U-1
Sumber: Lampung Post, Senin, 17 Maret 2008
"Kami dari tim juri sempat berdebat lama untuk memutuskan gambar peserta yang masuk nominasi," kata Ketua Tim Juri Dedi Kuspendi, kemarin (16-3).
Kreativitas makin baik karena menggunakan kertas A2. "Anak-anak lebih leluasa menuangkan imajinasi dan kreativitas menggambar dan mewarnai karena medianya lebih besar," ujar anggota tim juri Kismanu.
Tim juri akhirnya memilih karya Farrah P.M. sebagai juara pertama menggambar (kategori SD Kelas IV--VI) dalam lomba Mewarnai dan Menggambar Dunia Anak Lampung Post bertemakan HUT ke-44 Provinsi Lampung yang digelar di Mahan Agung, rumah dinas Gubernur Lampung.
Disusul juara kedua karya Alfinka Mutia R. dan Ardi El Sabrina juara ketiga.
Selain trofi Lampung Post, piagam, dan bingkisan sponsor, para pemenang juga mendapat hadiah uang. Mereka juga dapat tambahan hadiah uang dari Gubernur Sjachroedin Z.P. yang diberikan langsung.
Untuk lomba mewarnai tingkat Sekolah Dasar kelas I--III, juara pertama meraih Nabila Ayu Cantika H. Disusul Syifa Putri sebagai juara kedua, dan Tanya Khalis Huriani juara ketiga.
Juara pertama lomba mewarnai tingkat taman kanak-kanak (TK) diraih Amalia Salsabila. Disusul Bagus Desta Ramadhan dan Rivtaqi Fawwazdary.
Karya peserta pada ketiga lomba itu dinilai juri di bawah koordinator Dedi Kuspendi, yang juga manajer desain grafis harian ini. Tiga anggota lain adalah ilustrator Kismanu Rasyad, pelukis Dana E. Rachmat, dan kartunis Ferial.
Kriteria karya yang dinilai di antaranya kreativitas gambar dan pewarnaan.
Peserta mengaku antusias mengikuti lomba di Mahan Agung kemarin. Lia, salah satu peserta lomba menggambar tingkat SD, mengaku baru kali ini datang ke Mahan Agung.
"Rumah dinas gubernur itu luas ya, ada siamang dan kijangnya," ucap siswa kelas IV SD ini. Ia berharap bisa ikut kegiatan lagi di rumah gubernur ini. n AAN/SAG/U-1
Sumber: Lampung Post, Senin, 17 Maret 2008
March 15, 2008
Surat Pembaca: Bahasa Lampung Bukan Bahasa Hibrid
NIKMAT juga rasanya membaca tulisan puwariku Asarpin "Bahasa dan Puisi Lampung" dalam Lampung Post Minggu 2 Maret 2008. Tetapi ada pendapatnya yang perlu saya tanggapi. Asarpin mengatakan belum ada penelitian yang mendasar dan meyakinkan bahwa Lampung punya aksara murni, lalu dia menduga aksara Lampung hasil improvisasi atau asimilasi dari aksara Batak dan Bugis. Dia juga mengatakan bahasa Lampung merupakan “bahasa hibrid” karena kosakata Lampung banyak berasal dari luar.
Penelitian ilmiah tentang bahasa dan aksara Lampung dipelopori oleh Prof. Dr. H.N. van der Tuuk melalui artikel “Een Vergelijkende Woordenlijst van Lampongsche Tongvallen” dalam jurnal ilmiah Tijdschrift Bataviaasch Genootschap (TBG), volume 17, 1869, hal. 569-575, serta artikel “Het Lampongsch en Zijne Tongvallen”, dalam TBG, volume 18, 1872, hal. 118-156, kemudian diikuti oleh penelitian Prof. Dr. C.A. van Ophuijsen melalui artikel “Lampongsche Dwerghertverhalen”, dalam jurnal Bijdragen Koninklijk Instituut (BKI), volume 46, 1896, hal. 109-142. Juga Dr. O.L. Helfrich pada tahun 1891 menerbitkan kamus Lampongsch-Hollandsche Woordenlijst. Lalu jangan dilewatkan tesis Ph.D. Dale Franklin Walker pada Universitas Cornell, Amerika Serikat, yang berjudul A Grammar of the Lampung Language (1973).
Aksara Lampung yang 19 huruf, dari ka-ga-nga sampai ra-sa-wa-ha, dibahas oleh Prof. Karel Frederik Holle, Tabel van Oud en Nieuw Indische Alphabetten (Batavia, 1882), dan meskipun selintas disinggung juga oleh Prof. Johannes Gijsbertus de Casparis, Indonesian Palaeography: A History of Writing in Indonesia (Leiden, 1975). Sudah tentu masih banyak lagi penelitian tentang bahasa dan aksara Lampung yang belum saya baca.
Semua ilmuwan di atas menyatakan kekaguman terhadap bahasa Lampung yang mempunyai aksara sendiri, dan tidak satu pun ilmuwan itu yang berpendapat bahwa aksara Lampung merupakan improvisasi atau asimilasi dari aksara-aksara lain. Memang benar bahwa aksara Lampung memiliki banyak kesamaan dengan aksara Batak, Bugis dan Sunda Kuna (yang sekarang mulai disosialisasikan kembali di Jawa Barat). Tetapi bukan berarti yang satu meniru yang lain, melainkan aksara-aksara tersebut memang bersaudara, sama-sama diturunkan dari aksara Dewanagari di India. Persis sama halnya dengan aksara Latin dan aksara Rusia yang sama-sama diturunkan dari aksara Yunani, yang pada mulanya berasal dari aksara Phoenisia. Jadi di dunia ini tidak ada aksara yang murni, sebab pembauran antarbudaya di muka bumi berlangsung sepanjang masa.
Bahwa bahasa Lampung banyak menyerap kosakata dari bahasa-bahasa lain, hal itu merupakan hal yang positif, dan Asarpin tidak usah merasa rendah diri dengan mengatakan bahasa nenek moyangnya merupakan “bahasa cangkokan (hibrid)”. Bahasa Indonesia, bahkan bahasa Inggris pun, banyak sekali menyerap kosakata dari luar. Pada abad sains dan teknologi sekarang, suatu bahasa jika mau berkembang harus mampu menyerap istilah-istilah modern dan kontemporer.
Jika Asarpin menjumpai banyak orang tua yang tidak mengenal aksara Lampung, bukanlah berarti harus meragukan Lampung tidak punya aksara sendiri, melainkan karena yang diwawancarai Asarpin adalah kelompok jelma tuha gonjor!
Irfan Anshory
Jl. Kayu Agung I No. 6
Bandung 40264
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 15 Maret 2008
Penelitian ilmiah tentang bahasa dan aksara Lampung dipelopori oleh Prof. Dr. H.N. van der Tuuk melalui artikel “Een Vergelijkende Woordenlijst van Lampongsche Tongvallen” dalam jurnal ilmiah Tijdschrift Bataviaasch Genootschap (TBG), volume 17, 1869, hal. 569-575, serta artikel “Het Lampongsch en Zijne Tongvallen”, dalam TBG, volume 18, 1872, hal. 118-156, kemudian diikuti oleh penelitian Prof. Dr. C.A. van Ophuijsen melalui artikel “Lampongsche Dwerghertverhalen”, dalam jurnal Bijdragen Koninklijk Instituut (BKI), volume 46, 1896, hal. 109-142. Juga Dr. O.L. Helfrich pada tahun 1891 menerbitkan kamus Lampongsch-Hollandsche Woordenlijst. Lalu jangan dilewatkan tesis Ph.D. Dale Franklin Walker pada Universitas Cornell, Amerika Serikat, yang berjudul A Grammar of the Lampung Language (1973).
Aksara Lampung yang 19 huruf, dari ka-ga-nga sampai ra-sa-wa-ha, dibahas oleh Prof. Karel Frederik Holle, Tabel van Oud en Nieuw Indische Alphabetten (Batavia, 1882), dan meskipun selintas disinggung juga oleh Prof. Johannes Gijsbertus de Casparis, Indonesian Palaeography: A History of Writing in Indonesia (Leiden, 1975). Sudah tentu masih banyak lagi penelitian tentang bahasa dan aksara Lampung yang belum saya baca.
Semua ilmuwan di atas menyatakan kekaguman terhadap bahasa Lampung yang mempunyai aksara sendiri, dan tidak satu pun ilmuwan itu yang berpendapat bahwa aksara Lampung merupakan improvisasi atau asimilasi dari aksara-aksara lain. Memang benar bahwa aksara Lampung memiliki banyak kesamaan dengan aksara Batak, Bugis dan Sunda Kuna (yang sekarang mulai disosialisasikan kembali di Jawa Barat). Tetapi bukan berarti yang satu meniru yang lain, melainkan aksara-aksara tersebut memang bersaudara, sama-sama diturunkan dari aksara Dewanagari di India. Persis sama halnya dengan aksara Latin dan aksara Rusia yang sama-sama diturunkan dari aksara Yunani, yang pada mulanya berasal dari aksara Phoenisia. Jadi di dunia ini tidak ada aksara yang murni, sebab pembauran antarbudaya di muka bumi berlangsung sepanjang masa.
Bahwa bahasa Lampung banyak menyerap kosakata dari bahasa-bahasa lain, hal itu merupakan hal yang positif, dan Asarpin tidak usah merasa rendah diri dengan mengatakan bahasa nenek moyangnya merupakan “bahasa cangkokan (hibrid)”. Bahasa Indonesia, bahkan bahasa Inggris pun, banyak sekali menyerap kosakata dari luar. Pada abad sains dan teknologi sekarang, suatu bahasa jika mau berkembang harus mampu menyerap istilah-istilah modern dan kontemporer.
Jika Asarpin menjumpai banyak orang tua yang tidak mengenal aksara Lampung, bukanlah berarti harus meragukan Lampung tidak punya aksara sendiri, melainkan karena yang diwawancarai Asarpin adalah kelompok jelma tuha gonjor!
Irfan Anshory
Jl. Kayu Agung I No. 6
Bandung 40264
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 15 Maret 2008
March 12, 2008
Seni: Digelar Lomba Kreativitas Anak
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Harian umum Lampung Post kembali menggelar lomba kreativitas anak. Perlombaan meliputi mewarnai untuk kelompok taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD) kelas I--III, serta menggambar dan mewarnai untuk kelompok SD kelas IV--VI. Selain itu, terdapat juga lomba tambahan, yaitu menyusun puzzle, mozaik, dan menulis cerita.
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, acara yang biasa digelar di Lampung Post kali ini bertempat di Mahan Agung, Gubernuran Lampung, Minggu (16-3), mulai pukul 08.30.
Menurut Ketua Panitia Kholid Lubis, kegiatan digelar dalam rangka menyambut HUT Lampung 18 Maret mendatang dan tahun kunjungan wisata Lampung atau Visit Lampung 2009 sehingga lokasi lomba berada di Mahan Agung.
Adapun tujuan lomba itu untuk menumbuhkan minat, bakat, talenta, dan kreativitas anak sekaligus menunjang peningkatan kualitas anak-anak sejak dini. Kegiatan itu juga berupaya menciptakan wadah pengembangan minat dan bakat dalam mewarnai, melukis, dan menulis.
"Kami juga memberi kesempatan bagi anak-anak yang berani untuk tampil di muka umum dengan kreativitas yang dimiliki. Mereka juga bisa saling mengenal satu sama lain," urai Kholid.
Bertindak sebagai dewan juri adalah perwakilan dari Dewan Kesenian Lampung (DKL) dan guru seni lukis. Pemenang bakal mendapat hadiah trofi, uang tunai, meja belajar, serta bingkisan dari sponsor. Perlombaan juga diwarnai hiburan dari artis cilik Lampung, yaitu Mira dari Metro dan Elshinta dari Bandar Lampung. Selain itu, juga dimeriahkan Grup Lyme Lampung. Bagi yang ingin mendaftar silakan datang ke Lampung Post. "Pendaftaran terbatas, kami masih memberi waktu hingga Jumat (14-3)," ujar dia. */S-2
Sumber: Lampung Post, Rabu, 12 Maret 2008
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, acara yang biasa digelar di Lampung Post kali ini bertempat di Mahan Agung, Gubernuran Lampung, Minggu (16-3), mulai pukul 08.30.
Menurut Ketua Panitia Kholid Lubis, kegiatan digelar dalam rangka menyambut HUT Lampung 18 Maret mendatang dan tahun kunjungan wisata Lampung atau Visit Lampung 2009 sehingga lokasi lomba berada di Mahan Agung.
Adapun tujuan lomba itu untuk menumbuhkan minat, bakat, talenta, dan kreativitas anak sekaligus menunjang peningkatan kualitas anak-anak sejak dini. Kegiatan itu juga berupaya menciptakan wadah pengembangan minat dan bakat dalam mewarnai, melukis, dan menulis.
"Kami juga memberi kesempatan bagi anak-anak yang berani untuk tampil di muka umum dengan kreativitas yang dimiliki. Mereka juga bisa saling mengenal satu sama lain," urai Kholid.
Bertindak sebagai dewan juri adalah perwakilan dari Dewan Kesenian Lampung (DKL) dan guru seni lukis. Pemenang bakal mendapat hadiah trofi, uang tunai, meja belajar, serta bingkisan dari sponsor. Perlombaan juga diwarnai hiburan dari artis cilik Lampung, yaitu Mira dari Metro dan Elshinta dari Bandar Lampung. Selain itu, juga dimeriahkan Grup Lyme Lampung. Bagi yang ingin mendaftar silakan datang ke Lampung Post. "Pendaftaran terbatas, kami masih memberi waktu hingga Jumat (14-3)," ujar dia. */S-2
Sumber: Lampung Post, Rabu, 12 Maret 2008
March 11, 2008
Sastra: Kantor Bahasa Gelar Lomba Penulisan Cerpen
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Kantor Bahasa Provinsi Lampung menggelar sayembara penulisan cerpen remaja se-Provinsi Lampung yang diselenggarakan dalam rangka memeriahkan Tahun Bahasa 2008. Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung Agus Sri Danardana menjelaskan tema yang diusung peserta bebas, tetapi disesuaikan dengan dunia remaja, dan tidak mengandung unsur SARA dan pornografi.
"Selain itu, cerpen harus asli dan bukan saduran atau terjemahan serta belum pernah dipublikasikan dan belum pernah diikutkan dalam sayembara apa pun," kata Danardana, akhir pekan lalu.
Adapun peserta yang boleh mengikuti sayembara ini, yaitu remaja yang berusia 14--18 tahun. Setiap peserta boleh mengirimkan lebih dari satu naskah cerpen dan maksimal tiga cerpen. Persyaratan lain, cerpen diketik dengan komputer sepanjang 7--12 halaman, dan menggunakan huruf Times New Roman, ukuran huruf 12, spasi 2, dan ukuran kertas kuarto.
Naskah yang dikirim, kata Danardana, harus disertai dengan lembar data pribadi. "Pengumpulan naskah dimulai 5 Maret--23 Mei. Naskah dibuat empat rangkap dan dikirim ke alamat Kantor Bahasa Provinsi Lampung, Komplek Gubernuran Jalan Beringin II No. 40 Telukbetung, Bandar Lampung. Pengumuman pemenang pada 17 Juni di Harian Umum Lampung Post. Penilaian dan penentuan pemenang akan dilakukan tim juri yang terdiri atas pakar sastra dan sastrawan. Penilaian dilakukan atas isi, gagasan, daya imajinasi, tema, penokohan, teknik penulisan, dan gaya bahasa. Keputusan tim juri tidak dapat diganggu gugat.
Sayembara ini memperebutkan hadiah I Rp1 juta, hadiah II Rp750 ribu, hadiah III Rp500 ribu, dan harapan Rp300 ribu, dan setiap uang hadiah dipotong pajak. Di samping itu, setiap pemenang akan memperoleh piagam penghargaan. "Naskah pemenang juga akan diikutkan pada sayembara penulisan cerpen remaja tingkat nasional yang diadakan oleh Pusat Bahasa. Naskah cerpen yang masuk ke panitia menjadi milik panitia dan Kantor Bahasa Provinsi Lampung berhak menerbitkan dan menggandakan naskah yang terpilih," tambah Danar. n TYO/S-2
Sumber: Lampung Post, Senin, 10 Maret 2008
"Selain itu, cerpen harus asli dan bukan saduran atau terjemahan serta belum pernah dipublikasikan dan belum pernah diikutkan dalam sayembara apa pun," kata Danardana, akhir pekan lalu.
Adapun peserta yang boleh mengikuti sayembara ini, yaitu remaja yang berusia 14--18 tahun. Setiap peserta boleh mengirimkan lebih dari satu naskah cerpen dan maksimal tiga cerpen. Persyaratan lain, cerpen diketik dengan komputer sepanjang 7--12 halaman, dan menggunakan huruf Times New Roman, ukuran huruf 12, spasi 2, dan ukuran kertas kuarto.
Naskah yang dikirim, kata Danardana, harus disertai dengan lembar data pribadi. "Pengumpulan naskah dimulai 5 Maret--23 Mei. Naskah dibuat empat rangkap dan dikirim ke alamat Kantor Bahasa Provinsi Lampung, Komplek Gubernuran Jalan Beringin II No. 40 Telukbetung, Bandar Lampung. Pengumuman pemenang pada 17 Juni di Harian Umum Lampung Post. Penilaian dan penentuan pemenang akan dilakukan tim juri yang terdiri atas pakar sastra dan sastrawan. Penilaian dilakukan atas isi, gagasan, daya imajinasi, tema, penokohan, teknik penulisan, dan gaya bahasa. Keputusan tim juri tidak dapat diganggu gugat.
Sayembara ini memperebutkan hadiah I Rp1 juta, hadiah II Rp750 ribu, hadiah III Rp500 ribu, dan harapan Rp300 ribu, dan setiap uang hadiah dipotong pajak. Di samping itu, setiap pemenang akan memperoleh piagam penghargaan. "Naskah pemenang juga akan diikutkan pada sayembara penulisan cerpen remaja tingkat nasional yang diadakan oleh Pusat Bahasa. Naskah cerpen yang masuk ke panitia menjadi milik panitia dan Kantor Bahasa Provinsi Lampung berhak menerbitkan dan menggandakan naskah yang terpilih," tambah Danar. n TYO/S-2
Sumber: Lampung Post, Senin, 10 Maret 2008
Bahasa Ibu: Gubernur Buat Kebijakan Khusus
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. akan membuat kebijakan khusus pengembangan bahasa Lampung karena kebutuhan formasi guru bahasa daerah pada penerimaan calon pegawai negeri sipil daerah (CPNSD) 2007 tidak terisi.
Gubernur Sjachroedin mengatakan hal itu pada wartawan di ruang kerjanya, Jumat (7-3), setelah mengevaluasi pelaksanaan CPNSD 2007.
Menurut dia, bidang pendidikan menjadi salah satu topik pembicaraan dalam pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan gubernur se-Sumatera, beberapa waktu lalu. Termasuk pendidikan muatan lokal yang dapat mengangkat seluruh potensi di daerah, salah satunya budaya dan bahasa. "Saat itu Presiden meminta pendidikan di Sumatera dapat sejajar dengan di Pulau Jawa," kata Sjachroedin.
Menanggapi tidak adanya pendidikan tinggi yang khusus membidangi budaya dan bahasa Lampung, Gubernur akan membuat kebijakan tersendiri. Melalui peraturan daerah atau sejenisnya, pengembangan bahasa Lampung akan diatur khusus. Misalnya, mewajibkan sekolah memasukkan bahasa daerah dalam kurikulumnya, minimal muatan lokal.
Secara bersamaan, juga mendorong perguruan tinggi, terutama Universitas Lampung, membuka jurusan Bahasa Lampung baik diploma maupun sarjana.
Menurut dia, dengan ditutupnya jurusan diploma Bahasa Lampung di Unila harus segera direspons seluruh pihak. Sebab, cikal bakal pengembangan bahasan ibu itu tidak memiliki kesempatan kerja bagi alumninya. Justru kebutuhan formasi guru bahasa daerah dari lulusan sarjana tidak terpenuhi. "Ini harus dilakukan bersama seluruh masyarakat. Pemprov akan membuat kebijakan khususnya, tetapi kalangan pendidikan juga harus mendukungnya," ujarnya.
Ke depan, dengan adanya kebijakan khusus mengenai pengembangan bahasa Lampung, ia berharap tidak ada lagi alumni jurusan bahasa Lampung yang menganggur. Seluruh sekolah diminta menerima guru bahasa daerah yang berasal dari alumni perguruan tinggi setempat. "Kami juga akan mengajak Unila membentuk kembali jurusan bahasa daerah, bisa dengan kualifikasi diploma dan sarjana," kata Sjachroedin. n AAN/K-1
Sumber: Lampung Post, Senin, 10 Maret 2008
Gubernur Sjachroedin mengatakan hal itu pada wartawan di ruang kerjanya, Jumat (7-3), setelah mengevaluasi pelaksanaan CPNSD 2007.
Menurut dia, bidang pendidikan menjadi salah satu topik pembicaraan dalam pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan gubernur se-Sumatera, beberapa waktu lalu. Termasuk pendidikan muatan lokal yang dapat mengangkat seluruh potensi di daerah, salah satunya budaya dan bahasa. "Saat itu Presiden meminta pendidikan di Sumatera dapat sejajar dengan di Pulau Jawa," kata Sjachroedin.
Menanggapi tidak adanya pendidikan tinggi yang khusus membidangi budaya dan bahasa Lampung, Gubernur akan membuat kebijakan tersendiri. Melalui peraturan daerah atau sejenisnya, pengembangan bahasa Lampung akan diatur khusus. Misalnya, mewajibkan sekolah memasukkan bahasa daerah dalam kurikulumnya, minimal muatan lokal.
Secara bersamaan, juga mendorong perguruan tinggi, terutama Universitas Lampung, membuka jurusan Bahasa Lampung baik diploma maupun sarjana.
Menurut dia, dengan ditutupnya jurusan diploma Bahasa Lampung di Unila harus segera direspons seluruh pihak. Sebab, cikal bakal pengembangan bahasan ibu itu tidak memiliki kesempatan kerja bagi alumninya. Justru kebutuhan formasi guru bahasa daerah dari lulusan sarjana tidak terpenuhi. "Ini harus dilakukan bersama seluruh masyarakat. Pemprov akan membuat kebijakan khususnya, tetapi kalangan pendidikan juga harus mendukungnya," ujarnya.
Ke depan, dengan adanya kebijakan khusus mengenai pengembangan bahasa Lampung, ia berharap tidak ada lagi alumni jurusan bahasa Lampung yang menganggur. Seluruh sekolah diminta menerima guru bahasa daerah yang berasal dari alumni perguruan tinggi setempat. "Kami juga akan mengajak Unila membentuk kembali jurusan bahasa daerah, bisa dengan kualifikasi diploma dan sarjana," kata Sjachroedin. n AAN/K-1
Sumber: Lampung Post, Senin, 10 Maret 2008
Musik: Lagu Lampung Harus Dilestarikan
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Lagu Lampung merupakan salah satu produk dan warisan budaya yang harus ditumbuhkembangkan dan dilestarikan. Sebab, di tengah gempuran globalisasi yang menderas, lagu Lampung bisa menjadi satu kekuatan lokal penting, baik sebagai ikon, karakteristik, ataupun jati diri daerah.
Ketua Sanggar Waya Kenyangan Nurdin Darsan, Sabtu (8-3), mengatakan karena kondisi tersebut dan untuk bisa bertahan, pihaknya melakukan pendokumentasian lagu Lampung.
"Hasil pendokumentasian ini bisa dijadikan media sosialisasi karya-karya seniman Lampung. Selain itu, juga lewat lagu bisa disampaikan nilai-nilai kearifan yang dapat dijadikan motivasi untuk meningkatkan semangat berbangsa dan bernegara," kata Nurdin.
Pimpinan produksi, Syafril Yamin, mengemukakan pendokumentasian lagu-lagu Lampung tradisional ini dilakukan agar lagu Lampung yang memiliki fungsi strategis ini tetap bisa dinikmati masyarakat.
"Untuk itulah Sanggar Waya Kenyangan tergerak mendokumentasikan lagu Lampung sehingga bisa terus tumbuh berkembang dan dilestarikan," kata dia.
Apalagi, menurut Ketua Komite Tradisi Dewan Kesenian Lampung (DKL) ini, Lampung memiliki banyak ragam lagu baik dari Lampung Pepadun hingga Saibatin.
"Kali ini, Sanggar Waya Kenyangan yang berasal dari Lampung Barat ini mendokumentasikan lagu Lampung tradisional, seperti Lampung Barat Sai Betik, Patah Junjungan, Anak Ngukha, Temu Judu, Di Pulayan, Mekhanai Jebus, Lipang Lipang Dang, Ngebiti Dikhi, Minyak Campokh Way, dan Tikham Jauh," ujar Syafril.
Seniman yang dilibatkan dalam mendendangkan lagu tersebut adalah Leniar, Zubaidi, dan Nurdin Darsan. "Kegiatan pendokumentasian ini mengambil lokasi di kawasan wisata Lumbok, Puncak Pas Liwa, dan kawasan PKOR Way Halim," kata dia. n TYO/K-2
Sumber: Lampung Post, Senin, 10 Maret 2008
Ketua Sanggar Waya Kenyangan Nurdin Darsan, Sabtu (8-3), mengatakan karena kondisi tersebut dan untuk bisa bertahan, pihaknya melakukan pendokumentasian lagu Lampung.
"Hasil pendokumentasian ini bisa dijadikan media sosialisasi karya-karya seniman Lampung. Selain itu, juga lewat lagu bisa disampaikan nilai-nilai kearifan yang dapat dijadikan motivasi untuk meningkatkan semangat berbangsa dan bernegara," kata Nurdin.
Pimpinan produksi, Syafril Yamin, mengemukakan pendokumentasian lagu-lagu Lampung tradisional ini dilakukan agar lagu Lampung yang memiliki fungsi strategis ini tetap bisa dinikmati masyarakat.
"Untuk itulah Sanggar Waya Kenyangan tergerak mendokumentasikan lagu Lampung sehingga bisa terus tumbuh berkembang dan dilestarikan," kata dia.
Apalagi, menurut Ketua Komite Tradisi Dewan Kesenian Lampung (DKL) ini, Lampung memiliki banyak ragam lagu baik dari Lampung Pepadun hingga Saibatin.
"Kali ini, Sanggar Waya Kenyangan yang berasal dari Lampung Barat ini mendokumentasikan lagu Lampung tradisional, seperti Lampung Barat Sai Betik, Patah Junjungan, Anak Ngukha, Temu Judu, Di Pulayan, Mekhanai Jebus, Lipang Lipang Dang, Ngebiti Dikhi, Minyak Campokh Way, dan Tikham Jauh," ujar Syafril.
Seniman yang dilibatkan dalam mendendangkan lagu tersebut adalah Leniar, Zubaidi, dan Nurdin Darsan. "Kegiatan pendokumentasian ini mengambil lokasi di kawasan wisata Lumbok, Puncak Pas Liwa, dan kawasan PKOR Way Halim," kata dia. n TYO/K-2
Sumber: Lampung Post, Senin, 10 Maret 2008
March 9, 2008
Apresiasi: Udo Z. Karzi, Pembuka Ruang Gelap
-- Teguh Prasetyo
TERBUKANYA sebuah ruang yang selama ini gelap dan tertutup tak terjamah merupakan satu pesan yang amat sangat terasa saat dilakukannya peluncuran buku puisi Mak Dawah Mak Dibingi karya Udo Z. Karzi yang dibarengi diskusi tentang bahasa Lampung yang digelar Sekolah Kebudayaan Lampung (SKL) di Kantor Bahasa Provinsi Lampung, Senin (3-3) yang lalu.
Mengapa pesan tersebut amat terasa? Tentu saja, pertama, disebabkan selama ini bahasa Lampung dapat diibaratkan bagai katak dalam tempurung. Sebab, sebagai bahasa daerah, bahasa Lampung amat sangat terbatas penggunaannya. Bahkan, masyarakat asli Lampung sendiri sepertinya sangat enggan menggunakan bahasa itu dalam melakukan komunikasi kesehariannya.
Ini terlihat pada masyarakat Lampung yang tinggal di daerah perkotaan. Selama ini, mereka hanya menggunakan bahasa Lampung pada kalangannya sendiri. Misalnya, pada anggota keluarga ataupun pada saat ada pertemuan atau acara perkumpulan masyarakat Lampung. Sedangkan pada kegiatan lain, terutama yang digelar di ranah publik, bahasa Lampung ditinggalkan oleh pemiliknya. Entah dikarenakan adanya perasaan malu menggunakan bahasa Lampung atau dikarenakan sebab lainnya. Akibatnya, perkembangan bahasa Lampung sangat terbatas atau malahan bisa dikatakan tidak berkembang dan mengalami kemunduran.
Dampaknya yang amat terasa adalah sangat minimnya masyarakat pendatang, yang menjadi mayoritas penduduk Lampung, yang bisa mengerti dan bisa menggunakan bahasa Lampung dalam kesehariannya. Padahal di daerah lain, setiap pendatang secara otomatis akan mempelajari bahasa daerah tempat tinggalnya yang baru. Akhirnya, bahasa daerah akan tetap terjaga dan lestari, karena selalu digunakan dalam bahasa kesehariannya.
Walaupun alasan adanya keengganan masyarakat pendatang untuk mempelajari bahasa Lampung, bisa menjadi alasan lainnya yang melatarbelakangi. Karena kemungkinan masyarakat pendatang merasa bahwa mereka tidak memperoleh kemanfaatan dengan mempelajari bahasa Lampung. Misalnya saja dari motif ekonomi yang termudah, bila mempelajari bahasa Lampung, akan mendapatkan harga murah di pasar karena mayoritas pedagang menggunakan bahasa Lampung dalam bertransaksi.
Ataupun faktor keselamatan, ketika misalnya dengan menggunakan bahasa Lampung, akan selamat saat berada di terminal ataupun tempat lainnya. Sehingga ada alasan atau motif lain yang melatarbelakangi seseorang mempelajari bahasa Lampung. Itu juga yang dikemukakan Ketua Harian Dewan Kesenian Lampung (DKL) Syaiful Irba Tanpaka pada diskusi tersebut.
Kondisi ini menyebabkan bahasa Lampung tidak menarik untuk dipelajari para pendatang. Tidak salah bila kemudian anak-anak dan remaja di Lampung lebih tertarik mempelajari bahasa Inggris.
Sedangkan penggiat seni tradisi Lampung, Sutan Purnama, mengemukakan bahwa yang bisa jadi menyebabkan bahasa Lampung berada dalam tempurung adalah dikarenakan adanya perbedaan dialek antarmasyarakat Lampung sendiri. Ada Pesisir, Abung, Menggala, Pubian, dan lainnya yang dari pengucapan hingga penulisannya berbeda. Ini yang menurut Sutan menjadi salah satu penyebab bahasa Lampung tidak berkembang.
Namun, ketika peluncuran buku Mak Dawah Mak Dibingi karya Udo Z. Karzi tersebut, ada suatu yang terkuak. Tiba-tiba semuanya mencoba berkomunikasi menggunakan bahasa Lampung, lewat puisi-puisi yang terdapat dalam buku tersebut. Para penyair, guru, birokrat, semuanya mencoba melafalkan puisi Udo yang kesemuanya menggunakan bahasa Lampung. Sehingga ada sebuah ruang yang kini mulai terbuka.
Dan selain itu juga, alasan kedua bahasa Lampung sudah membuka ruang yang lebih luas lagi, yakni mencoba menjamah dunia nasional dengan munculnya buku puisi berbahasa Lampung karya Udo Z. Karzi tersebut. Ini semakin membuka ruang bagi masyarakat luas untuk bisa mengapresiasi dan mempelajari bahasa Lampung. Tidak hanya mereka yang tinggal di Lampung saja, tapi siapa saja.
Apalagi buku yang diterbitkan BE Press, Bandar Lampung tahun 2007 ini berhasil memenangkan Hadiah Sastera Rancage 2008. Tentu saja ini menjadi sebuah prestise yang sangat membanggakan dan patut mendapat apresiasi seluruh masyarakat Lampung. Sebab, Yayasan Kebudayaan Rancage pimpinan sastrawan Ajip Rosidi ini biasanya memberikan penghargaan pada karya sastra yang berasal dari Sunda, Jawa, dan Bali saja.
Irfan Anshori, salah seorang Dewan Juri Hadiah Sastera Rancage 2008, yang juga anggota Pusat Studi Kebudayaan Sunda, mengemukakan, Ini pertama sekali Rancage Award diberikan untuk karya sastra berbahasa daerah dari luar Pulau Jawa. Sudah sepuluh kali Rancage Award diberikan kepada karya sastra berbahasa daerah, baru kali ini penghargaan itu diberikan kepada sastra berbahasa Lampung.
Dia mengatakan ada dua buku berbahasa Lampung yang ditulis Udo Z. Karzi dan diikutsertakan dalam penilaian Rancage. Tapi, penghargaan yang diberikan setiap tahun untuk karya sastra berbahasa daerah itu akhirnya jatuh ke Mak Dawah Mak Dibingi. "Kami berharap hadiah ini menjadi pemicu bagi pelestarian bahasa Lampung di lingkungan masyarakatnya. Semoga menjadi pemicu penerbitan buku-buku sastra berbahasa Lampung," kata Irfan.
Menurut dia, Yayasan Kebudayaan Rancage pimpinan sastrawan Ajip Rosidi sudah sejak lama mengamati perkembangan karya sastra berbahasa daerah yang ada di luar Pulau Jawa. Tapi, ternyata perkembangan karya sastra berbahasa Lampung lebih semarak dibandingkan daerah lainnya.
"Begitu kami menemukan buku berbahasa daerah Lampung, kami menghubungi penerbitnya. Mereka respek dan mengirimkan buku Udo Z. Karzi serta menyanggupi akan menerbitkan buku berbahasa Lampung secara kontinu."
Sementara Direktur Riset Yayasan Sekolah Kebudayaan Lampung (SKL) Budi Hutasuhut yang menerbitkan buku Mak Dawah Mak Dibingi mengemukakan pihaknya akan mencoba terus menerbitkan buku sejenis terutama yang menggunakan bahasa Lampung. "Buku itu diterbitkan dalam rangka memopulerkan penggunaan bahasa Lampung di lingkungan masyarakat. Kami berharap pemerintah daerah bisa menjadikan buku ini sebagai bahan ajar untuk mata pelajaran muatan lokal."
Budi mengatakan Yayasan SKL yang mengelola sudah mempersiapkan beberapa naskah buku berbahasa Lampung untuk diterbitkan sebagai buku. "Kegiatan ini tidak ada kaitannya dengan mengharapkan Hadiah Rancage , tetapi sudah bagian dari program pelestarian nilai budaya lokal yang digalakkan Yayasan SKL sejak 2004," kata dia.
Bila akhirnya keinginan tersebut bisa terealisasikan, bisa dipastikan akan mulai banyak bermunculan buku-buku yang dikeluarkan menggunakan bahasa Lampung. Ini berarti bahasa Lampung akan semakin dikenal tidak hanya di daerahnya sendiri, tetapi juga menasional. Apalagi bila kemudian semakin banyak penerbit yang juga mulai turut menerbitkan karya-karya sastra berbahasa Lampung lainnya.
Dengan begitu, ungkapan yang dikemukakan Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung Agus Sri Danardana, berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa bahasa Lampung akan punah pada kurun waktu 70 tahun yang akan datang, tidak akan terjadi. Terlebih lagi, menurut dia, sampai saat ini bahasa Lampung termasuk 13 bahasa daerah atau bahasa ibu yang jumlah penuturnya masih banyak di Indonesia di antaranya bahasa Jawa, Sunda, Madura, Aceh, Batak, Minang, Bali, dan bahasa daerah lainnya yang memiliki jumlah penduduk pribumi lebih dari 1,5 juta jiwa. "Tapi bila bahasa Lampung tidak dipelihara, prediksi tersebut akan benar-benar terjadi."
Dan, Udo Z. Karzi yang merupakan pelopor lahirnya sastra Lampung modern, sehingga diganjar Hadiah Sastra Rancage 2008 diharapkan mampu merangsang para sastrawan Lampung lain menulis karya-karya sastra dalam bahasa ibunya: Lampung. Dengan demikian, Lampung yang merupakan negerinya penyair ini, tidak hanya menyemarakan khazanah dunia sastra nasional dengan karya sastra berbahasa Indonesia, tetapi juga karya sastra berbahasa Lampung.
Semoga ruang gelap yang selama ini menyelimuti bahasa Lampung, bisa semakin terbuka dan terkuak.
Sumber: Lampung Post, Minggu, 9 Maret 2008
TERBUKANYA sebuah ruang yang selama ini gelap dan tertutup tak terjamah merupakan satu pesan yang amat sangat terasa saat dilakukannya peluncuran buku puisi Mak Dawah Mak Dibingi karya Udo Z. Karzi yang dibarengi diskusi tentang bahasa Lampung yang digelar Sekolah Kebudayaan Lampung (SKL) di Kantor Bahasa Provinsi Lampung, Senin (3-3) yang lalu.
Mengapa pesan tersebut amat terasa? Tentu saja, pertama, disebabkan selama ini bahasa Lampung dapat diibaratkan bagai katak dalam tempurung. Sebab, sebagai bahasa daerah, bahasa Lampung amat sangat terbatas penggunaannya. Bahkan, masyarakat asli Lampung sendiri sepertinya sangat enggan menggunakan bahasa itu dalam melakukan komunikasi kesehariannya.
Ini terlihat pada masyarakat Lampung yang tinggal di daerah perkotaan. Selama ini, mereka hanya menggunakan bahasa Lampung pada kalangannya sendiri. Misalnya, pada anggota keluarga ataupun pada saat ada pertemuan atau acara perkumpulan masyarakat Lampung. Sedangkan pada kegiatan lain, terutama yang digelar di ranah publik, bahasa Lampung ditinggalkan oleh pemiliknya. Entah dikarenakan adanya perasaan malu menggunakan bahasa Lampung atau dikarenakan sebab lainnya. Akibatnya, perkembangan bahasa Lampung sangat terbatas atau malahan bisa dikatakan tidak berkembang dan mengalami kemunduran.
Dampaknya yang amat terasa adalah sangat minimnya masyarakat pendatang, yang menjadi mayoritas penduduk Lampung, yang bisa mengerti dan bisa menggunakan bahasa Lampung dalam kesehariannya. Padahal di daerah lain, setiap pendatang secara otomatis akan mempelajari bahasa daerah tempat tinggalnya yang baru. Akhirnya, bahasa daerah akan tetap terjaga dan lestari, karena selalu digunakan dalam bahasa kesehariannya.
Walaupun alasan adanya keengganan masyarakat pendatang untuk mempelajari bahasa Lampung, bisa menjadi alasan lainnya yang melatarbelakangi. Karena kemungkinan masyarakat pendatang merasa bahwa mereka tidak memperoleh kemanfaatan dengan mempelajari bahasa Lampung. Misalnya saja dari motif ekonomi yang termudah, bila mempelajari bahasa Lampung, akan mendapatkan harga murah di pasar karena mayoritas pedagang menggunakan bahasa Lampung dalam bertransaksi.
Ataupun faktor keselamatan, ketika misalnya dengan menggunakan bahasa Lampung, akan selamat saat berada di terminal ataupun tempat lainnya. Sehingga ada alasan atau motif lain yang melatarbelakangi seseorang mempelajari bahasa Lampung. Itu juga yang dikemukakan Ketua Harian Dewan Kesenian Lampung (DKL) Syaiful Irba Tanpaka pada diskusi tersebut.
Kondisi ini menyebabkan bahasa Lampung tidak menarik untuk dipelajari para pendatang. Tidak salah bila kemudian anak-anak dan remaja di Lampung lebih tertarik mempelajari bahasa Inggris.
Sedangkan penggiat seni tradisi Lampung, Sutan Purnama, mengemukakan bahwa yang bisa jadi menyebabkan bahasa Lampung berada dalam tempurung adalah dikarenakan adanya perbedaan dialek antarmasyarakat Lampung sendiri. Ada Pesisir, Abung, Menggala, Pubian, dan lainnya yang dari pengucapan hingga penulisannya berbeda. Ini yang menurut Sutan menjadi salah satu penyebab bahasa Lampung tidak berkembang.
Namun, ketika peluncuran buku Mak Dawah Mak Dibingi karya Udo Z. Karzi tersebut, ada suatu yang terkuak. Tiba-tiba semuanya mencoba berkomunikasi menggunakan bahasa Lampung, lewat puisi-puisi yang terdapat dalam buku tersebut. Para penyair, guru, birokrat, semuanya mencoba melafalkan puisi Udo yang kesemuanya menggunakan bahasa Lampung. Sehingga ada sebuah ruang yang kini mulai terbuka.
Dan selain itu juga, alasan kedua bahasa Lampung sudah membuka ruang yang lebih luas lagi, yakni mencoba menjamah dunia nasional dengan munculnya buku puisi berbahasa Lampung karya Udo Z. Karzi tersebut. Ini semakin membuka ruang bagi masyarakat luas untuk bisa mengapresiasi dan mempelajari bahasa Lampung. Tidak hanya mereka yang tinggal di Lampung saja, tapi siapa saja.
Apalagi buku yang diterbitkan BE Press, Bandar Lampung tahun 2007 ini berhasil memenangkan Hadiah Sastera Rancage 2008. Tentu saja ini menjadi sebuah prestise yang sangat membanggakan dan patut mendapat apresiasi seluruh masyarakat Lampung. Sebab, Yayasan Kebudayaan Rancage pimpinan sastrawan Ajip Rosidi ini biasanya memberikan penghargaan pada karya sastra yang berasal dari Sunda, Jawa, dan Bali saja.
Irfan Anshori, salah seorang Dewan Juri Hadiah Sastera Rancage 2008, yang juga anggota Pusat Studi Kebudayaan Sunda, mengemukakan, Ini pertama sekali Rancage Award diberikan untuk karya sastra berbahasa daerah dari luar Pulau Jawa. Sudah sepuluh kali Rancage Award diberikan kepada karya sastra berbahasa daerah, baru kali ini penghargaan itu diberikan kepada sastra berbahasa Lampung.
Dia mengatakan ada dua buku berbahasa Lampung yang ditulis Udo Z. Karzi dan diikutsertakan dalam penilaian Rancage. Tapi, penghargaan yang diberikan setiap tahun untuk karya sastra berbahasa daerah itu akhirnya jatuh ke Mak Dawah Mak Dibingi. "Kami berharap hadiah ini menjadi pemicu bagi pelestarian bahasa Lampung di lingkungan masyarakatnya. Semoga menjadi pemicu penerbitan buku-buku sastra berbahasa Lampung," kata Irfan.
Menurut dia, Yayasan Kebudayaan Rancage pimpinan sastrawan Ajip Rosidi sudah sejak lama mengamati perkembangan karya sastra berbahasa daerah yang ada di luar Pulau Jawa. Tapi, ternyata perkembangan karya sastra berbahasa Lampung lebih semarak dibandingkan daerah lainnya.
"Begitu kami menemukan buku berbahasa daerah Lampung, kami menghubungi penerbitnya. Mereka respek dan mengirimkan buku Udo Z. Karzi serta menyanggupi akan menerbitkan buku berbahasa Lampung secara kontinu."
Sementara Direktur Riset Yayasan Sekolah Kebudayaan Lampung (SKL) Budi Hutasuhut yang menerbitkan buku Mak Dawah Mak Dibingi mengemukakan pihaknya akan mencoba terus menerbitkan buku sejenis terutama yang menggunakan bahasa Lampung. "Buku itu diterbitkan dalam rangka memopulerkan penggunaan bahasa Lampung di lingkungan masyarakat. Kami berharap pemerintah daerah bisa menjadikan buku ini sebagai bahan ajar untuk mata pelajaran muatan lokal."
Budi mengatakan Yayasan SKL yang mengelola sudah mempersiapkan beberapa naskah buku berbahasa Lampung untuk diterbitkan sebagai buku. "Kegiatan ini tidak ada kaitannya dengan mengharapkan Hadiah Rancage , tetapi sudah bagian dari program pelestarian nilai budaya lokal yang digalakkan Yayasan SKL sejak 2004," kata dia.
Bila akhirnya keinginan tersebut bisa terealisasikan, bisa dipastikan akan mulai banyak bermunculan buku-buku yang dikeluarkan menggunakan bahasa Lampung. Ini berarti bahasa Lampung akan semakin dikenal tidak hanya di daerahnya sendiri, tetapi juga menasional. Apalagi bila kemudian semakin banyak penerbit yang juga mulai turut menerbitkan karya-karya sastra berbahasa Lampung lainnya.
Dengan begitu, ungkapan yang dikemukakan Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung Agus Sri Danardana, berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa bahasa Lampung akan punah pada kurun waktu 70 tahun yang akan datang, tidak akan terjadi. Terlebih lagi, menurut dia, sampai saat ini bahasa Lampung termasuk 13 bahasa daerah atau bahasa ibu yang jumlah penuturnya masih banyak di Indonesia di antaranya bahasa Jawa, Sunda, Madura, Aceh, Batak, Minang, Bali, dan bahasa daerah lainnya yang memiliki jumlah penduduk pribumi lebih dari 1,5 juta jiwa. "Tapi bila bahasa Lampung tidak dipelihara, prediksi tersebut akan benar-benar terjadi."
Dan, Udo Z. Karzi yang merupakan pelopor lahirnya sastra Lampung modern, sehingga diganjar Hadiah Sastra Rancage 2008 diharapkan mampu merangsang para sastrawan Lampung lain menulis karya-karya sastra dalam bahasa ibunya: Lampung. Dengan demikian, Lampung yang merupakan negerinya penyair ini, tidak hanya menyemarakan khazanah dunia sastra nasional dengan karya sastra berbahasa Indonesia, tetapi juga karya sastra berbahasa Lampung.
Semoga ruang gelap yang selama ini menyelimuti bahasa Lampung, bisa semakin terbuka dan terkuak.
Sumber: Lampung Post, Minggu, 9 Maret 2008
March 8, 2008
Musik: Lagu Lampung harus Ditumbuhkembangkan
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Lagu Lampung merupakan salah satu warisan budaya nenek moyang yang harus ditumbuhkembangkan dan dilestarikan. Sebab, di tengah gempuran globalisasi yang menderas, lagu ini bisa menjadi satu kekuatan lokal sebagai ikon, karakteristik ataupun jati diri daerah.
Ketua Sanggar Waya Kenyangan, Nurdin Darsan, mengemukakan hal tersebut saat ditemui di sela-sela pengambilan suara dan gambar pendokumentasian lagu-lagu Lampung di Kompleks GOR Saburai, akhir pekan ini. Pelestarian lagu tersebut perlu melalui pendokumentasian agar bisa dijadikan media sosialisasi karya-karya seniman Lampung. "Selain itu juga, lewat lagu bisa disampaikan nilai-nilai kearifan yang dapat dijadikan motivasi untuk meningkatkan semangat berbangsa dan bernegara," kata dia.
Sementara itu, pimpinan produksi, Syafril Yamin, mengemukakan pendokumentasian lagu-lagu Lampung tradisional ini dilakukan agar lagu Lampung yang memiliki fungsi strategis ini tetap bisa dinikmati masyarakat. "Untuk itulah Sanggar Waya Kenyangan tergerak melakukan pendokumentasian agar lagu Lampung terus tumbuh-berkembang dan dilestarikan," ujar dia.
Apalagi, menurut Ketua Komite Tradisi Dewan Kesenian Lampung (DKL) ini, Lampung memiliki banyak ragam lagu baik dari Lampung Pepadun hingga Saibatin. "Untuk itu Sanggar Waya Kenyangan yang berasal dari Lampung Barat (Lambar) mendokumentasikan lagu Lampung tradisional seperti Lampung Barat Sai Betik, Patah Junjungan, Anak Ngugha, Temu Judu, Di Pulayan, Meghanai Jebus, Lipang Lipang Dang, Ngebiti Dighi, Minyak Campogh Way, dan Tigham Jauh," ujar Syafril.
Kegiatan ini mengusung penyanyi Leniar, Zubaidi, dan Nurdin Darsan.
Sementara itu, kegiatan pendokumentasian ini mengambil lokasi di berbagai tempat wisata di Lampung, di antaranya kawasan Wisata Lumbok dan Puncak Pas di Lambar, serta kawasan PKOR Way Halim. TYO/S-2
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 8 Maret 2008
Ketua Sanggar Waya Kenyangan, Nurdin Darsan, mengemukakan hal tersebut saat ditemui di sela-sela pengambilan suara dan gambar pendokumentasian lagu-lagu Lampung di Kompleks GOR Saburai, akhir pekan ini. Pelestarian lagu tersebut perlu melalui pendokumentasian agar bisa dijadikan media sosialisasi karya-karya seniman Lampung. "Selain itu juga, lewat lagu bisa disampaikan nilai-nilai kearifan yang dapat dijadikan motivasi untuk meningkatkan semangat berbangsa dan bernegara," kata dia.
Sementara itu, pimpinan produksi, Syafril Yamin, mengemukakan pendokumentasian lagu-lagu Lampung tradisional ini dilakukan agar lagu Lampung yang memiliki fungsi strategis ini tetap bisa dinikmati masyarakat. "Untuk itulah Sanggar Waya Kenyangan tergerak melakukan pendokumentasian agar lagu Lampung terus tumbuh-berkembang dan dilestarikan," ujar dia.
Apalagi, menurut Ketua Komite Tradisi Dewan Kesenian Lampung (DKL) ini, Lampung memiliki banyak ragam lagu baik dari Lampung Pepadun hingga Saibatin. "Untuk itu Sanggar Waya Kenyangan yang berasal dari Lampung Barat (Lambar) mendokumentasikan lagu Lampung tradisional seperti Lampung Barat Sai Betik, Patah Junjungan, Anak Ngugha, Temu Judu, Di Pulayan, Meghanai Jebus, Lipang Lipang Dang, Ngebiti Dighi, Minyak Campogh Way, dan Tigham Jauh," ujar Syafril.
Kegiatan ini mengusung penyanyi Leniar, Zubaidi, dan Nurdin Darsan.
Sementara itu, kegiatan pendokumentasian ini mengambil lokasi di berbagai tempat wisata di Lampung, di antaranya kawasan Wisata Lumbok dan Puncak Pas di Lambar, serta kawasan PKOR Way Halim. TYO/S-2
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 8 Maret 2008